"Aku tidak mau dijodohkan! Bukankah kalian semua tau kalau aku sudah memiliki kekasih? " "Kami semua tau nak, tapi tidak bisakah kamu menolong papa sekali ini saja, ? " "Tidak! Yang menjadi anak dirumah ini bukan hanya aku saja, masih ada Melodi di rumah ini, kenapa bukan dia saja yang kalian jodohkan! "
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alizar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4
Ketika Arkan memandangi jalanan dari jendela ruang tamunya, hatinya merasa tertusuk setiap kali ingatan tentang kecelakaan itu melintas di pikirannya. Kursi roda di sampingnya bukan sekadar alat bantu, melainkan simbol dari pengkhianatan yang dia alami. Saat itu, langit tampak cerah namun hatinya mendung, tangan-tangannya yang dulu kuat kini hanya bisa menggenggam bantalan kursi roda dengan erat.
Mata Arkan menatap kosong, mengingat kembali detik-detik saat mobilnya ditabrak dari samping dengan sengaja oleh seseorang yang dulu dia anggap teman. Suara benturan keras itu masih bergema di telinganya, dan rasa sakit yang luar biasa saat tulang-tulangnya patah membuatnya ******** dalam diam. Dia ingat bagaimana dia terjepit di antara besi-besi yang melintang, dan bagaimana dia berdoa agar bisa keluar hidup-hidup.
Di ruangan itu, hanya suara jam dinding yang terdengar tik-taknya, mengingatkannya bahwa waktu terus berjalan, namun dia masih terperangkap dalam kenangan pahit tersebut. Air mata mulai menggenang di matanya, refleksi dari perjuangan dan rasa sakit yang belum juga terobati. Kini, setiap hari adalah pertarungan untuk memaafkan dan melupakan, namun bayang-bayang kecelakaan itu selalu menghantuinya, seolah-olah mengingatkannya bahwa dia tidak akan pernah bisa benar-benar bebas.
Tangannya yang masih bisa bergerak menggenggam erat kursi roda nya, mencoba meredam rasa sakit yang tak hanya fisik, tetapi juga emosional. "Aku akan membalasnya," gumamnya pelan namun penuh dengan tekad. Kepalanya penuh dengan skenario balas dendam, bagaimana dia akan menghancurkan kehidupan orang yang telah merenggut mobilitas dan kebebasannya.
Melodi masuk dengan membawa segelas air jus namun Arkan tak memedulikannya. Pikirannya terus melayang pada kejadian lima tahun yang lalu. Hatinya bergolak, dibakar oleh api dendam yang semakin menguat setiap detik.
"Kamu melamun? " Kembali suara Melodi terdengar menyadarkan Arkan dari bayang bayang masa lalunya
"Oh, iya maafkan aku. Aku tidak sadar jika kau sudah berada disini, " Ucapnya terkejut
Melodi tersenyum. Ia menyerahkan gelas jus itu pada sang suami sembari tersenyum hangat, ia berjongkok menyamakan tinggi nya dengan Arkan. "Tak apa, memangnya kau sedang melamun kan apa? " Tanyanya membuat Arkan berpikir
"Bukan apa apa. Hanya soal pekerjaan saja, " Jawabnya berbohong
Ia meminum jus jeruk itu dengan memalingkan wajahnya kearah lain, agar Melodi tidak menyadari jika dirinya tengah berbohong. Sebab Arkan sadar betul jika ia bukanlah ahli dalam berbohong, maka sekali saja ia mencoba untuk berbohong semua akan terlihat jelas dari raut wajahnya.
"Mama dan papa sudah pulang? " Tanya Arkan dan Melodi mengangguk
"Baru saja, " Jawabnya dan Arkan hanya diam tak menanggapi lagi
"Aku baru tau ternyata kau dan Arhan itu kembar, " Ucap Melodi membuat Arkan menatap nya dengan tatapan tidak suka
"Tidak usah membahas dia. Aku muak dengannya, " Ucap Arkan ketus
Melodi mengernyit alis bingung. "Muak? Muak kenapa memang nya, bukankah kalian itu saudara kembar? Sudah seharusnya kalian berdua saling akur. " Ucap Melodi dan Arkan yang mendengarnya berdecih
"Tidak ada alasan untuk ku akur dengan manusia seperti nya. " Jawabnya ketus
"Sampai matipun aku tidak akan mau akur dengan pria bajingan seperti nya, untung saja kecelakaan itu juga melibatkan wajahku, jadi aku bisa melakukan operasi wajahku, dan aku bersyukur atas itu semua. " Batin Arkan yang merasa ada untungnya juga ia melakukan operasi wajah dan sekarang ia tidak perlu jijik lagi ketika melihat wajah yang sama dengan pria sialan itu
"Tapi ke-"
"Sudahlah, bisa tolong antarkan aku keruang kerja ku? Aku harus bekerja sekarang, " Potong Arkan cepat dengan perkataan Melodi.
Tak menolak Melodi pun menurut dan membawa Arkan menuju ruang kerjanya, sebenarnya ada banyak pertanyaan yang bersarang di kepala nya itu, namun untuk saat ini Melodi memilih untuk diam saja terlebih dahulu.
***
Arkan duduk di kursi roda di depan meja kerjanya yang besar. Matanya tetap terfokus pada layar komputer, mengarahkan bisnisnya dengan ketajaman dan ketelitian yang tidak terpengaruh oleh kondisi fisiknya. Tangan kanannya bergerak lincah di atas keyboard, sementara tangan kiri sesekali mengatur posisi kursi roda agar lebih nyaman.
"Sialan! Kenapa juga perkataan dari pria brengsek sepertinya terus terngiang di kepala ku. Baru saja aku mulai melupakan kejadian tadi pagi, dan kini justru malah teringat kembali. "
"Tidak bisa melakukan malam pertama katanya? Cih! Di mata mu kan aku adalah pria cacat dan pria yang tidak berguna. Tapi kau lupa jika sebenarnya aku adalah pria sehat dan normal yang sudah pasti akan bisa melakukan hal kecil seperti itu. Oh bukan lupa, melainkan kau tidak tahu jika sebenarnya aku sudah sembuh dan tidak cacat lagi. Intinya, Sebelum semua bukti terkumpul, maka drama cacat dan lumpuh ini tidak akan berakhir, "gumamnya seorang diri
Di sisi lain bagian rumah megah Arkan, Melodi terlihat sibuk di dapur yang luas, dikelilingi oleh sejumlah pembantu. Meski ia adalah istri dari seorang pengusaha sukses, Melodi tidak segan untuk turun tangan membantu. Ia mencuci beberapa sayuran di bawah air mengalir, tangannya cekatan memilah dan memilih yang terbaik untuk disajikan malam itu. Sesekali, tawa lepasnya menggema di dapur, menciptakan suasana hangat dan akrab di antara mereka yang bekerja.
Kerja keras Arkan di kantor rumah dan kegigihan Melodi di dapur, meski dalam ruang yang berbeda, menunjukkan kekuatan dan dedikasi mereka dalam mengelola kehidupan sehari-hari. Kedua dunia itu, meskipun terpisah oleh dinding, tetap terjalin dalam ritme yang harmonis, menggambarkan kehidupan mereka yang dinamis namun penuh cinta.
***
Di ruangan yang redup hanya disinari cahaya lampu meja, Arhan duduk dengan pandangan yang tajam menembus kegelapan. Matanya berkilat, penuh dengan rencana yang telah lama ia pendam. Dengan teliti, ia merumuskan setiap detail dari rencananya yang keji untuk menjatuhkan Arkan, saudara kembarnya yang selama ini terlalu naif untuk menyadari niat buruknya.
Pada dinding, terpampang foto Arkan yang tersenyum ceria. Arhan menatapnya dengan rasa iri yang membara. "Kau selalu mendapatkan segalanya, Arkan. Kekayaan, cinta, dan hormat yang seharusnya menjadi milikku," gumam Arhan lirih, seraya tangannya menggenggam pena dengan erat.
Ia mulai menuliskan langkah-langkah detail dalam buku catatannya. Mulai dari memanipulasi orang-orang di sekitar Arkan, menciptakan kesalahpahaman, hingga merencanakan sebuah kecelakaan yang akan menyeret nama baik Arkan ke dalam lumpur. Setiap kata yang ditulisnya seolah menjadi racun yang siap ia sebarkan.
Tiba-tiba, bayangan Arkan muncul di pintu. "Arhan, sedang apa kamu di sini sendirian?" tanya Arkan dengan nada khawatir. Arhan dengan cepat menyembunyikan buku catatannya dan memaksakan senyum.
"Hanya sedang merenungkan beberapa hal, Arkan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan," jawab Arhan, sambil berdiri dan menepuk bahu Arkan. Namun dalam hati, api kebenciannya semakin berkobar, siap melahap segala yang berani menghalangi jalannya.
Itu semua adalah bayangan masa lalu Arhan sebelum terjadinya perang Dingin antara ia dan juga Arkan. "Ternyata kecelakaan lima tahun yang lalu masih membuatmu bernafas hingga detik ini. Seperti nya, kecelakaan itu masih terlalu ringan untuk mu ya Arkan. aku kira setelah terjadi nya kecelakaan yang dimana mengakibatkan kau lumpuh, kau akan jatuh begitu dalamnya dalam kesedihan. tapi ternyata aku salah. Meskipun kau lumpuh seperti itu, tetap saja keberuntungan selalu berpihak pada mu. Cara apalagi yang harus aku gunakan untuk dengan segera menyingkirkan mu? " Ucapnya dengan pandangan lurus kedepan
Otaknya tengah bekerja dengan keras saat ini. Memikirkan cara untuk menyingkirkan adik tercintanya itu, jika Arkan lenyap, maka dapat dipastikan harta kedua orang tuanya hanya akan jatuh padanya seorang diri tanpa perlu bersusah payah untuk membaginya.