NovelToon NovelToon
BALAS DENDAM SANG IBLIS SURGAWI

BALAS DENDAM SANG IBLIS SURGAWI

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Transmigrasi / Fantasi Timur / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Zen Feng

Guang Lian, jenius fraksi ortodoks, dikhianati keluarganya sendiri dan dibunuh sebelum mencapai puncaknya. Di tempat lain, Mo Long hidup sebagai “sampah klan”—dirundung, dipukul, dan diperlakukan seperti tak bernilai. Saat keduanya kehilangan hidup… nasib menyatukan mereka. Arwah Guang Lian bangkit dalam tubuh Mo Long, memadukan kecerdasan iblis dan luka batin yang tak terhitung. Dari dua tragedi, lahirlah satu sosok: Iblis Surgawi—makhluk yang tak lagi mengenal belas kasihan. Dengan tiga inti kekuatan langka dan tekad membalas semua yang telah merampas hidupnya, ia akan menulis kembali Jianghu dengan darah pengkhianat. Mereka menghancurkan dua kehidupan. Kini satu iblis akan membalas semuanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Feng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16: ARAK DAN RAHASIA DI BAWAH CAHAYA BULAN

Cahaya lentera berwarna keemasan memantul lembut di dinding kayu berukir naga. Aroma arak mahal mengepul dari teko giok hitam, uapnya membawa aroma kuat rempah yang memabukkan.

"Nikmatnya menjadi putra ketua klan…" ucap Yaohua, memutar cangkir araknya. Suara lembutnya diselimuti nada menggoda. "Dengan wajah tampan, status pewaris, dan kekuatanmu yang mengerikan itu... pasti sudah banyak wanita yang mengantre untuk menghangatkan ranjangmu."

Mo Long tertawa pelan. Ia mengangkat teko, menuangkan arak ke dalam cangkir Yaohua hingga hampir penuh. "Sayangnya, ini pertama kalinya aku mentraktir seorang wanita."

Yaohua mengangkat alis, bibirnya melengkung menantang. "Pembohong," katanya sambil terkekeh.

Ia menenggak arak itu dalam satu tegukan panjang. Wajahnya sedikit memerah. "Nikmat sekali..." lalu tawa kecil lolos dari bibirnya. "Jadi, jujurlah. Berapa banyak wanita yang sudah kau tiduri, Mo Long?"

Mo Long menatapnya lama. Matanya berkilat seperti bara yang tersembunyi di balik asap arak. Ia meminum gelasnya perlahan, lalu meletakkan cangkir dengan suara pelan.

"Hanya satu," ujarnya datar tapi jelas. "Dan wanita itu sedang duduk di depanku sekarang."

Wajah Yaohua memerah seketika. Ia menatapnya tak percaya, lalu menepuk meja pelan, mencoba menutupi rasa gugupnya dengan kemarahan kecil.

"Jangan bercanda. Kata-kata manismu tak mempan padaku."

Mo Long tak menjawab. Ia mencondongkan tubuh, jarak wajah mereka hanya sejengkal. Napas hangat bercampu aroma arak menerpa wajah Yaohua. Suaranya menurun, dalam dan menggoda.

"Aku sama sekali tidak berbohong," bisiknya. "Kaulah… yang mengambil keperjakaanku."

Yaohua tersentak. "Jangan coba menipuku cecunguk—"

"Seluruh klanku tahu," potong Mo Long lembut, "bahwa sepuluh hari yang lalu, aku hanyalah sampah yang lemah. Aku baru terlahir kembali sebagai 'pria sejati' setelah Dantianku bangkit."

Mo Long menyunggingkan senyum miring yang nakal.

"Jadi, pria di hadapanmu ini ibarat kupu-kupu yang baru keluar dari kepompong. Dan kau... adalah wanita pertama yang menyentuh, melihat, dan 'menindih' kupu-kupu ini saat ia tak sadarkan diri di klinik."

Hening sejenak.

Yaohua mengerjap. Lalu, perlahan, ia menyadari permainan kata Mo Long.

"Dasar bocah licik..." Yaohua mendengus, lalu tertawa lepas. Tawa yang tulus dan renyah. "Entah kenapa... melihatmu, aku seperti melihat pria dewasa yang terperangkap dalam tubuh muda. Kau terlalu pandai bersilat lidah."

Mo Long tersenyum samar, menyandarkan tubuhnya ke kursi. Tatapannya menerawang ke luar jendela tempat bulan perak menggantung di langit malam.

"Mungkin saja begitu," jawabnya pelan. "Aku memang sudah melewati banyak hal… hanya saja bukan di kehidupan ini."

Keduanya terdiam. Hanya suara musik seruling dan denting lembut cangkir arak yang mengisi udara.

Yaohua meneguk araknya lagi, lalu meletakkan cangkir dengan suara kasar di atas meja. Senyum getir terlukis di bibirnya ketika ia menatap ke dalam gelas, seolah menimbang kembali setiap potongan ingatan yang menyakitkan.

"Aku tak tahu, di kehidupan sebelumnya aku berbuat dosa apa sampai harus menanggung banyak kemalangan di kehidupan ini," suaranya pelan, penuh lelah. "Hidupku terasa sangat berat, Mo Long."

Mo Long berhenti menaruh gelasnya. Ia menatap Yaohua—wajahnya yang biasa tegar kini memudar. Ia tidak segera menjawab, membiarkan keheningan mengisi celah-celah.

Yaohua memejamkan mata sejenak, kemudian menghela napas panjang. "Pertemuan dengan Haikun terasa salah. Seharusnya aku mati saat itu—mati di tangan mereka, orang-orang Wudang itu. Mungkin kematian itu lebih baik daripada hidup terus mengingat wajah putriku yang… yang terus saja menghantui."

Suaranya tercekat. Ia menenggak arak, berusaha menelan rasa yang mendidih di dada.

Mo Long mengulurkan tangan, perlahan menyentuh punggung tangan Yaohua yang gemetar. Sentuhan itu hangat dan menenangkan.

"Biarkan yang lalu berlalu," gumamnya dingin namun lembut. "Tak ada seorang pun yang tahu apa yang akan datang."

Yaohua menarik napas. "Sulit melupakan, bukan orangnya—melainkan rasa sakit yang ia ciptakan. Putri kecilku harus mati di tangan ayahnya sendiri."

Mata Yaohua berkaca-kaca. Tangan Mo Long bergerak, merangkul lembut pipi wanita itu, menahan agar air mata tak jatuh.

"Dia bahkan… setelah aku berusaha bangkit, dia membunuh orang-orang yang dekat denganku," ucap Yaohua dengan nada berubah menjadi marah. Ia mengepalkan tangan hingga buku jarinya memutih. "Aku ingin membunuhnya sendiri. Dengan kedua tanganku. Dengan harga apa pun—aku harus menebus kesalahanku membawa iblis itu kemari."

Mo Long menoleh, menatap dalam pada Yaohua. "Apa kau yakin ingin membunuh Haikun?" tanyanya tenang.

Yaohua mengangguk, wajahnya tegas namun letih. "Sangat yakin. Tapi aku tidak bisa menemukannya. Dia bersembunyi seperti tikus got."

Mo Long menyeringai tipis, aura dominan perlahan menguar dari tubuhnya. "Bagaimana jika aku menyeret tikus itu keluar dari lubangnya untukmu?"

Yaohua menatap Mo Long, mencari keraguan, tapi tak menemukannya. Namun, rasa takut kehilangan kembali menyergapnya.

"Jangan..." Yaohua menggeleng lemah. "Aku menikmati kebersamaan kita, Mo Long. Tapi kau harus pulang. Jangan korbankan nyawamu demi dendam jandamu ini."

"Aku akan pulang saat aku mau," jawab Mo Long keras kepala.

Yaohua tersenyum datar, ego yang tersinggung dan rasa sayang bercampur. "Dasar batu kali," gumamnya. "Tetap saja, aku tak akan memaafkan diriku sendiri jika sesuatu terjadi pada dirimu."

Mo Long tiba-tiba berdiri. Senyum menantang terukir di bibirnya.

"Kau terlihat sedih. Bagaimana kalau kita bersenang-senang?"

Yaohua mengernyit. "Bersenang-senang?"

"Ayo bertanding pedang," tantang Mo Long. "Di bawah bulan purnama. Siapa yang jatuh ke tanah duluan, dia kalah."

Mata Yaohua berbinar. Semangat petarungnya yang telah lama tidur perlahan bangkit. "Kau menantangku? Mantan murid Akademi Kultus Iblis?"

“Kenapa? Kau takut? Ayo taruhan, jika aku menang aku akan bersamamu disini. Jika kalah, aku akan pergi esok hari.”

“Cih, jangan remehkan aku karena aku sudah lama tak bertarung, bocah.” Yaohua menyeringai, menenggak arak dari tekonya langsung.

Di meja sudut, tidak jauh dari mereka, Hu Wei dan Gao Shui duduk sambil menikmati minuman. Namun mata mereka tak pernah lepas dari sudut ruangan, selalu waspada.

"Kau dengar rumor tentang para pendekar Qi yang dikendalikan pikirannya?" tanya Hu Wei, suaranya serak karena terlalu banyak arak.

Gao Shui mengangguk. Ia menatap lama ke arah Yaohua lalu kembali menatap Mo Long. "Tentu saja. Itu jadi pembicaraan satu kota ini. Tapi—" Ia melirik Yaohua, nada suaranya berubah samar, "bukankah wanita itu… penyebabnya?"

Hu Wei mengangkat alis. "Yah, aku dengar semua korbannya adalah pria yang dekat dengan wanita itu."

Gao Shui mencondongkan tubuhnya ke depan. "Aku tak mengerti… kenapa Tuan Muda Mo Long mau membahayakan dirinya hanya demi wanita itu? Apa karena cinta?"

Hu Wei terkekeh kecil, senyum tipis muncul di wajahnya. Ia menatap ke arah meja Mo Long. "Cinta?" gumamnya rendah, lalu tertawa pelan tanpa suara. "Tuan Muda Mo Long bukan tipe orang yang bertindak karena cinta. Dia seorang jenius yang dingin… dan yang membuatku takut, dia selalu punya tujuan di balik setiap tindakannya."

Gao Shui menaikkan alis, rautnya heran. "Benarkah? Karena yang kulihat sekarang… hanyalah seorang pria muda yang sedang kasmaran."

Hu Wei mengangkat bahu. "Entahlah. Memang terlihat seperti itu. Tapi selama beberapa hari aku mengawalnya, setiap langkahnya selalu membuatku terkejut." Ia berhenti sejenak. "Kau juga tahu, yang menyembuhkan anak Tuan Jin Hayato kemarin adalah wanita itu."

Gao Shui mengangguk pelan. "Ya... Baru sehari yang lalu Tuan Jin Hayato marah pada klan kita, karena ulah Mo Feng… Hari ini, semua berbalik, Tuan Jin Hayato wajahnya sumringah karena Tuan Mo Long."

Hu Wei tersenyum. "Begitulah… Aku juga tak menyangka."

"Tiga tahun lalu aku masih melihatnya di Klan—kurus, lemah. Tapi sekarang…" Gao Shui meneguk arak. "Aku yakin setahun lagi, ketika aku pulang, Klan Naga Bayangan akan berubah besar-besaran."

Hu Wei hanya mendengus pelan, tidak menyangkal.

Beberapa saat mereka diam. Lalu Gao Shui memecah kesunyian, nadanya lebih rendah, lebih serius.

"Ngomong-ngomong… akhir-akhir ini Kota Long Ya agak aneh."

Hu Wei mengangkat kepalanya, tatapannya berubah waspada. "Aneh bagaimana?"

"Entah kenapa," kata Gao Shui sambil menurunkan suaranya, "pengemis dan gelandangan nyaris tak terlihat. Terutama anak-anak. Padahal dulu, di setiap jalan besar, pasti ada beberapa. Sekarang—kosong."

Hu Wei menatapnya serius, dahinya berkerut. "Kau yakin?"

Gao Shui mengangguk. "Sangat yakin. Aku berkeliling siang tadi. Seperti ada yang 'membersihkan' mereka. Tapi tak ada kabar soal wabah atau pengusiran dari Balai Hukum. Dan yang aneh... tidak ada yang membicarakannya. Seolah-olah semua orang lupa bahwa mereka pernah ada."

Keheningan menggantung di antara mereka. Hu Wei melirik Mo Long yang sedang tertawa bersama Yaohua, lalu kembali menatap araknya dengan wajah penuh pikiran.

'Tuan Muda... apa Anda sudah tahu tentang ini?' batinnya gelisah.

Sebelum Hu Wei sempat menanggapi lebih lanjut, Gao Shan—pengawal bertubuh besar dengan logat bicara kasar—muncul sambil membawa teko arak. "Hei, kalian ini terlalu banyak bicara. Di luar tenang-tenang saja," katanya keras. "Sekarang giliranmu berjaga. Kau keluar, Gao Shui."

Gao Shui mendecak. "Kau benar berjaga atau tidur?"

Gao Shan menegakkan tubuhnya, menenggak arak dari teko keramik besar itu, lalu bersendawa keras. "Nikmatnya arak ini!"

Langkah ringan terdengar mendekat. Mo Long dan Yaohua muncul di sisi meja mereka.

"Ayo, kita pergi," ucap Mo Long tenang.

Hu Wei dan Gao Shui langsung berdiri. "Ke mana, Tuan?" tanya Hu Wei.

Mo Long menatapnya dengan senyum tipis. "Lapangan terbuka. Aku ingin melihat tarian pedang wanita cantik ini."

Beberapa saat kemudian, di bawah cahaya bulan purnama yang bulat sempurna, langit malam tampak bening dan sunyi.

Langkah kaki terdengar dari arah jalan setapak berbatu. Mo Long berjalan di depan, diikuti Yaohua yang menunduk dengan ekspresi dingin namun tegang. Di belakang mereka, Hu Wei berjalan dalam diam, sementara dua pengawal—Gao Shui dan Gao Shan—mengambil posisi mengawasi dari kejauhan.

Tanah lapang di pinggir hutan kota itu bermandikan cahaya bulan purnama. Angin malam berhembus, menerbangkan dedaunan kering.

Di tengah lapangan luas itu, Mo Long dan Yaohua berdiri berhadapan.

Hu Wei mendekat, menyerahkan pedang dengan sarung kulit hitam. "Pedang Naga Perunggu. Hati-hati, Nona, ini sangat tajam."

Yaohua menerima pedang itu perlahan, merasakan bobotnya yang sempurna di tangannya.

Mo Long, sebaliknya, memberikan pedangnya pada Hu Wei. Ia berdiri dengan tangan kosong, senyum percaya diri di wajahnya.

"Kau meremehkanku?" desis Yaohua, matanya menyipit berbahaya.

"Kondisiku belum pulih total, aku tidak bisa menggunakan banyak Qi Bayangan," alasan Mo Long santai. "Lagipula, tidak sopan menghunus pedang pada seorang wanita."

"Bocah sombong! Jangan menyesal nanti!"

Hu Wei mengangkat sebilah pisau kecil ke udara. "Saat pisau ini menancap tanah—pertarungan dimulai."

Pisau itu berputar, berkilat di bawah cahaya bulan, lalu menukik cepat menembus tanah.

TUK!

WUSH!

Yaohua melesat bagaikan bayangan merah. Pedangnya menebas horizontal, menciptakan jejak cahaya ungu di udara—gelombang Qi membelah udara dengan suara tajam. Cepat. Mematikan.

Namun Mo Long hanya memiringkan tubuh sedikit. Ujung pedang itu memotong beberapa helai rambutnya yang beterbangan.

Yaohua tidak berhenti. Ia berputar dengan gesit, pedangnya menusuk bertubi-tubi dari berbagai sudut.

Mo Long bergerak seperti air. Ia menunduk, melompat mundur, dan menepis serangan dengan ujung lengan bajunya. Gerakannya minim, efisien, seolah ia sudah tahu ke mana pedang itu akan mengarah.

"Kau hanya bisa menghindar?!" seru Yaohua kesal.

Ia melompat tinggi, pedangnya diangkat di atas kepala, siap membelah Mo Long menjadi dua.

Tiba-tiba, Mo Long tersenyum. Ia tidak menghindar. Ia justru maju menyongsong serangan itu.

Tangannya menyambar segenggam debu tanah dan melemparkannya ke wajah Yaohua.

"Ah!" Yaohua refleks memejamkan mata.

Di saat bersamaan, Yaohua membuka mulutnya, mengaktifkan teknik andalannya untuk memukul mundur Mo Long.

"AUMMM!"

Raungan Harimau Iblis!

Gelombang suara kasat mata meledak dari mulutnya. Pepohonan di sekitar bergetar keras, daun-daun rontok bagaikan hujan. Burung-burung beterbangan panik. Hu Wei dan kedua pengawal di kejauhan harus menutup telinga mereka yang berdenging sakit.

Namun Mo Long sudah siap. Ia melapisi telinganya dengan lapisan tipis Qi Bayangan, meredam sebagian besar gelombang suara itu.

Memanfaatkan momen Yaohua yang buta sesaat karena debu, Mo Long meluncur di tanah dengan gerakan rendah, menyapu kaki wanita itu.

Tapi Yaohua gesit. Ia melompat menghindari sapuan kaki, dan mendarat sambil menusukkan pedang ke bawah dengan kekuatan penuh.

TEP!

Tangan kosong Mo Long menahan bilah pedang itu dengan teknik 'Jepit Jari Besi'. Dua jarinya menjepit bilah pedang tepat satu inci dari dadanya. Pedang berhenti bergetar di udara.

"Dapat," bisik Mo Long dengan senyum nakal.

"Lepaskan!" teriak Yaohua, berusaha menarik pedangnya.

Dengan satu sentakan keras, Mo Long menarik pedang itu, membuat tubuh Yaohua tertarik ke depan. Tangan kiri Mo Long dengan cepat melilitkan sabuk pinggang Yaohua yang menjuntai, mengikat pergelangan tangan wanita itu.

"Lepaskan!"

"Dengan senang hati."

Mo Long melepaskan pedang, lalu kakinya mengait kaki Yaohua dari belakang dengan gerakan cepat.

BRUK!

Yaohua kehilangan keseimbangan. Namun sebelum punggungnya menghantam tanah keras, lengan kekar Mo Long menahannya, menarik tubuh wanita itu ke dalam pelukannya.

Mereka jatuh bersamaan.

Debu beterbangan. Saat debu menipis, terlihat posisi mereka yang intim. Mo Long berada di bawah, sementara Yaohua terbaring di atas dadanya, wajah mereka nyaris bersentuhan. Napas mereka memburu, bercampur menjadi satu.

Cahaya bulan menyinari wajah Yaohua yang memerah padam, keringat menetes di pelipisnya.

Mo Long tersenyum lembut, tangannya masih melingkar di pinggang ramping Yaohua.

"Aturannya adalah..." bisik Mo Long menggoda, suaranya serak, "...siapa yang jatuh ke tanah duluan, dia kalah. Tapi sepertinya, kita berdua jatuh."

"Bocah gila..." desis Yaohua, namun ia tidak beranjak. Jantungnya berdegup kencang, bukan karena pertarungan, tapi karena kedekatan ini. Matanya menatap wajah tampan Mo Long yang begitu dekat, dan untuk sesaat, dunia seolah berhenti berputar.

Di kejauhan, Gao Shan tertawa terbahak-bahak. "Luar biasa! Luar biasa!"

Hu Wei hanya menggeleng pelan dengan senyum tipis di bibirnya.

Sementara di tanah lapang bulan masih menggantung tinggi, jauh di tempat lain kegelapan menebal tanpa belas kasih.

Gunung Mayat.

Di sebuah gua batu yang lembap dan berbau anyir darah, kegelapan terasa hidup dan menghisap cahaya.

Seorang pria kurus kering duduk di atas tumpukan tulang belulang. Kulitnya pucat seperti mayat yang direndam air berhari-hari. Wajahnya mengerikan—bukan lagi wajah manusia biasa.

Seorang pelayan tua bungkuk gemetar di hadapannya, suaranya nyaris tak terdengar.

"Tuan Haikun..." cicit pelayan itu dengan suara parau. "Istri Tuan... dia bersama lelaki baru."

Haikun tidak menjawab. Ia hanya menatap ke depan dengan mata kosong.

"Lagi?" suaranya akhirnya keluar, parau seperti gesekan dua batu nisan. "Bawakan aku boneka baru. Aku akan membunuh pria hidung belang itu."

"Tuan... kali ini berbeda. Pria itu... anak Ketua Klan Naga Bayangan. Dia kuat. Dia ditemani tiga pengawal dari klan."

Haikun terdiam. Napasnya terdengar berat, seperti angin yang terseret dari dalam tanah.

Dari ujung lorong gelap, sebuah bayangan besar melangkah masuk. Sosoknya tinggi dan tegap, suaranya berat seperti batu jatuh. "Aku akan membawakan Tuan seorang pendekar Qi yang hebat."

Haikun menghela napas panjang—napas yang terdengar serak dan menyeramkan.

"Ritual Mata Seribu hampir selesai," desisnya pelan. Tangannya menyentuh dadanya yang terbuka.

Di sana, tertanam di pipi atasnya yang pucat, terdapat dua bola mata lain yang hidup. Bergerak-gerak liar menatap sekeliling dengan pupil yang melebar dan menyempit sendiri.

"Tinggal satu mata lagi yang harus membuka... Bawakan aku lebih banyak anak-anak. Mata mereka yang murni... aku butuhkan."

Suaranya berubah menjadi bisikan kasar yang menakutkan, penuh dendam yang menggerogoti.

Ia menatap ke lorong gelap, membayangkan wajah Yaohua.

"Tunggu saja, Istriku... Saat mata kelimaku terbuka sempurna di tengah dahiku, aku sendiri yang akan merobek tubuh kekasih barumu itu. Perlahan. Menyakitkan. Di depan matamu."

Gua itu kembali sunyi.

Hanya terdengar napas berat Haikun yang bergema di kegelapan, dan suara tetesan air yang jatuh dari stalaktit—seperti hitungan mundur menuju malapetaka.

1
Meliana Azalia
Kejamnya~
Meliana Azalia
Ngegas muluk
Ronny
Bertarung berdua nih ❤️
Ronny
Cu Pat Kai: ‘’Dari dulu beginilah cinta, deritanya tiada akhir’’
Ronny
Kayak tom and jerry gao shan sama gao shui wkwk
Ronny
Aya aya wae 🤣
Zen Feng
Feel free untuk kritik dan saran dari kalian gais 🙏
Jangan lupa like dan subscribe apabila kalian menikmati novelku 😁😁
Dwi Nurdiana
aww manisnya kisah cinta janda sama brondong ini
Dwi Nurdiana
aih pertarungan bagai dansa di malam hari😍
Dwi Nurdiana
min mao ini ya emang minta dicubit
Dwi Nurdiana
babii🤭
Dwi Nurdiana
wkwkwk rasain 🤭
Dwi Nurdiana
awal yang tragis tapi seru😍
Abdul Aziz
awal yang bagus dan menegangkan, lanjutin thor penasaran gimana si mo long ngumpulin kekuatan buat balas dendam
Abdul Aziz
paling gemes sama musuh dalam selimut apalagi cewe imut/Panic/
Ren
mampus mo feng!!
Ren
up terus up terus!
Ren
fix pelayanan min mao
Ren
hampir ajaa
apang
si mo long harus jadi lord kultus iblis!!!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!