Novel Keduabelas 🩶
Namaku Jennaira. Kisah ini adalah tentang aku yang menikah dengan seorang pria sempurna. Bertahun-tahun aku menganggapnya seperti itu, sempurna. Namun setelah menikahinya, semua berubah. Penilaianku terhadapnya yang asalnya selalu berada di angka 100, terus berubah ke arah angka 0.
Benar kata pepatah, dont judge a book by its cover. Penampilannya dan segala kemampuannya berhasil menghipnotisku, namun nyatanya hatinya tak seindah parasnya dan aku terlambat menyadarinya.
Unofficial Sound Track: Pupus
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4: Tak Kuasa Melupakan
Masuk ke masa SMA...
Seperti yang sudah aku ceritakan, di SMA, popularitas Gaga semakin melesat naik. Ke mana pun ia pergi, seakan dia yang menjadi pusat bumi. Ia pandai berolahraga, ia juga pintar dan satu lagi kemampuan Gaga yang baru ia perlihatkan sekarang saat ia sudah menginjak usia SMA, ternyata Gaga juga pandai berdebat.
Iya, debat.
Sekalipun ia irit bicara, tapi saat dalam sebuah diskusi atau presentasi, Gaga akan mengutarakan pemikirannya dengan sangat baik. Ia pandai berbicara di depan umum. Kata-katanya tidak bertele-tele, mudah dipahami, dan logis. Termasuk jika ia harus mempertahankan argumennya, ia akan mengeluarkan semua pengetahuannya yang sangat luas. Dari situ aku tahu satu hal lagi tentang Gaga, ia sangat suka membaca buku.
Maka di masa SMAnya, Gaga pernah memenangkan beberapa kali turnamen futsal dan voli, juga lomba debat, baik dalam bahasa Indonesia, atau pun bahasa Inggris.
Rasanya tak ada yang bisa menyaingi kesempurnaan seorang Gaga saat itu. Selain pintar dan berbakat, dia juga bergaul dengan anak-anak populer, temannya banyak. Padahal ia tak banyak bicara jika tidak diperlukan. Namun ia seakan memiliki magnet tersendiri yang membuat orang lain, baik laki-laki atau perempuan, ingin dekat dengannya.
Populer, tahu 'kan? Anak-anak yang dipandang lebih dari yang lainnya. Berada di puncak strata sosial, menonjol, dan eksklusif. Untuk pergi ke sekolah jika tidak bermotor besar, maka pasti mereka bermobil. Gaga sendiri mulai memiliki motor ketika ia kelas 11, saat ia sudah memiliki SIM.
Yang aku tahu dari Om Haikal, yang bercerita pada ayahku, sebetulnya Gaga ingin membawa mobil sendiri ke sekolah. Namun karena Om Haikal juga membutuhkan mobil untuk pergi bekerja, maka Om Haikal membelikan motor untuk Gaga. Dan karena Gaga juga memiliki tabungan, Om Haikal mengikuti keinginan Gaga untuk membeli motor sport, bukan motor biasa. Mengingat Gaga yang sudah selalu berprestasi, maka tak ada alasan Om Haikal menolak permintaan anaknya.
Tidak seperti aku. Karena prestasiku yang tidak membaik, apalagi SMP dan SMA yang aku masuki adalah sekolah favorit, semakin sulit untukku mengejar nilai di tengah anak-anak yang mayoritas lebih pintar dariku. Aku belajar mati-matian pun tak pernah bisa membawaku ke peringkat tertinggi di sekolah.
Selain itu, aku sudah bilang bukan, bahwa Gaga ini tampan? Tak heran banyak cewek yang menyukainya. Bahkan saat itu adalah hari di mana aku merasakan patah hati untuk pertama kalinya. Gaga resmi berpacaran dengan seorang teman satu angkatan kami.
Mereka sama-sama anak IPA, sedangkan aku anak IPS. Cewek itu bernama Alleta. Bahkan namanya saja cantik, orangnya juga cantik. Tidak hanya cantik, ia juga populer, kaya raya, fashionable. Sangat cocok berpacaran dengan Gaga.
Tahun terakhir masa SMAku bukan waktu favoritku. Karena aku harus selalu melihat Gaga dengan Alleta di sekolah. Bahkan di rumah. Beberapa kali Gaga mengajak Alleta ke rumahnya dan sialnya aku selalu melihat kedatangan mereka.
Aku hanya bisa bergumam dengan hati yang terasa nyeri, 'sungguh pasangan yang sempurna', setiap kali aku melihat mereka bersama.
Sejak mereka berpacaran, aku berusaha keras melupakan Gaga. Tapi tak pernah bisa. Gaga sudah terlalu lama ada di dalam hatiku. Perasaanku padanya sudah mengakar kuat. Bayangkan saja, aku sudah menyukainya sejak usia kami baru 10 tahun.
Kadang aku bertanya-tanya, kenapa aku harus menyukai Gaga? Dia saja sepertinya tak pernah menganggapku ada. Bukankah sikap cueknya, yang kerap kali tak pernah ramah terhadapku, sudah menjadi satu alasan yang cukup untuk aku melupakannya? Tapi entahlah, aku tak pernah bisa. Aku tak kuasa melupakan Gaga.
Jennaira Arsy
Sagara Zayn El-haikal