Hidup tanpa inti kultivasi, di dunia persilatan tentu tidak mudah. Penghinaan selalu datang, tatapan merendahkan selalu terlihat.
"Kelak, kau pasti akan mengetahui semuanya,"
🍃 Jangan lupa dukung karya Ana ya kakak semua 😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ⁖℘ձռձ༢࿔ྀુ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TS 03
Di dalam aula istana, Raja Qin sudah duduk menunggu kedatangan Jin Cheng dan satu orang murid unggulan lainnya.
Raja Qin menahan rasa sabarnya pada Jin Cheng, karena dari semua murid unggulan keempat perguruan, hanya Jin Cheng yang paling hebat.
Jin Cheng berjalan memasuki aula istana, diikuti oleh orang yang sejak tadi berjalan di belakangnya.
"Salam kepada Yang Mulia, semoga Yang Mulia panjang umur dan rakyat selalu sejahtera," ucap Jin Cheng setelah berada di depan Raja Qin.
"Berdirilah!"
Jin Cheng menegakkan kembali tubuhnya dan menatap Raja Qin.
"Hamba Kang Yun, memberi salam kepada Yang Mulia. Semoga Yang Mulia panjang umur dan selalu sehat," ucap orang yang berdiri di samping Jin Cheng.
"Baik, baik. Aku senang kau sudah datang, Jin Cheng. Kalian duduklah!"
Jin Cheng mengangguk, lalu berjalan ke arah salah satu meja yang masih kosong. Begitu juga dengan Kang Yun.
Setelah dua orang terakhir duduk, Raja Qin menatap keempat murid unggulan dari empat perguruan hebat di kerajaannya.
"Aku memanggil kalian kemari, karena aku ingin kalian melakukan sesuatu untuk kerajaan ini," ucap Raja Qin.
"Maaf Yang Mulia, jika boleh kami tahu, Yang Mulia ingin kami melakukan apa?" ucap salah satu orang di sana.
"Aku ingin kalian pergi ke hutan lembah, dan membawa teratai salju berusia 10.000 tahun,"
Ketiga murid terlihat cukup terkejut, namun tidak dengan Jin Cheng yang menatap Raja Qin dengan penuh arti.
"Yang Mulia, hutan lembah dipenuhi oleh hewan spiritual liar yang ganas. Dan jika tidak salah, level mereka yang paling rendah adalah level 4," ucap Kang Yun.
"Benar, tetapi aku sangat membutuhkan teratai salju itu, ini juga demi kesejahteraan kerajaan Qin,"
Jin Cheng tiba-tiba berdiri, dan itu membuat ketiga murid dari perguruan, juga Raja Qin melihat ke arahnya.
"Yang Mulia, kami baru saja keluar dari gua untuk berkultivasi tertutup, beberapa hari yang lalu. Dan anda meminta kami untuk pergi ke hutan lembah. Apakah ini tujuan Yang Mulia memerintahkan kami berkultivasi tertutup selama dua bulan itu?" ucap Jin Cheng.
"Tidak, tentu saja bukan seperti itu. Aku meminta kalian pergi ke hutan lembah karena aku menilai hanya kalianlah yang dapat pergi ke sana,"
Jin Cheng membungkukkan badannya, "Maaf Yang Mulia, saya tidak dapat memenuhi keinginan Yang Mulia,"
"Cai Jin Cheng, apa yang kau katakan?" bisik Kang Yun.
Jin Cheng tidak menjawab pertanyaan Kang Yun. tangannya memegangi pedangnya dengan kuat.
Jin Cheng kembali menegakkan badannya lalu menatap Raja Qin sejenak, dan berjalan keluar dari aula istana.
Kedua tangan Raja Qin mengepal mendengar perkataan Jin Cheng, dia memang memiliki rencana sendiri dengan mengirim para murid unggulan ke dalam hutan lembah.
Namun dia tidak menyangka jika Jin Cheng, murid terhebat akan menolak keinginannya tanpa rasa takut dan ragu.
"jIka begitu, Yang Mulia. Kami akan membicarakan hal ini dengan para tetua perguruan kami terlebih dahulu. Karena hal ini menyangkut kehidupan kami, dan juga masa depan perguruan kami," ucap salah satu murid unggulan di sana.
Raja Qin yang mendengar itu masih terdiam, di depannya ada tiga murid hebat dari tiga perguruan, yang pasti tidak dapat dia kalahkan dengan mudah jika mereka menyerang secara bersama-sama.
"Baiklah, kalian bicarakan hal ini dengan para Guru dan Tetua perguruan kalian terlebih dulu!" ucap Raja Qin, yang tidak ingin terlihat memaksa mereka.
"Terima kasih atas kebaikan Yang Mulia. Jika begitu, kami mohon diri,"
Ketiga murid itu lalu memberi hormat dan berjalan keluar dari aula istana.
"Cai Jin Cheng! Dia membuat ketiga murid yang lainnya menjadi ragu untuk memenuhi keinginanku! Aku harus cepat membuatnya patuh dan berlutut di bawah kakiku!" gumam Raja Qin.
...----------------...
Di dalam kamar Jian Yi, Dai Lu masih duduk sambil terus menatap Jian Yi yang masih belum sadarkan diri.
Kedua mata Dai Lu melihat gerakan tangan Jian Yi, dia kemudian duduk di samping wanita yang baru saja sadar itu.
"Jian Yi, Jian Yi. Apa kau baik-baik saja?" ucap Dai Lu dengan khawatir.
"Ka.... Kakak Dai,"
"Aku di sini,"
Jian Yi membuka kedua matanya dan menatap ke atas. Dan dengan lemah, Jian Yi mencoba untuk duduk.
Dai Lu yang melihat itu segera membantu Jian Yi untuk duduk.
"Apa kau baik-baik saja? Aku melihatmu tidak sadarkan diri," ucap Dai Lu.
"Teknik kipas, teknik kipas itu sudah berhasil aku serap, Kakak,"
"Kau berhasil menyerapnya?'
Jian Yi mengangguk, "Mungkin tubuhku masih terlalu lemah, jadi begitu teknik itu masuk dan mengalirkan kekuatan padaku, aku tidak bisa menahannya dan akhirnya tidak sadarkan diri,"
Dai Lu menggenggam tangan Jian Yi, "Sekarang kau sudah sadar, yang artinya teknik kipas itu telah menyatu denganmu. Dan kau bisa menggunakannya untuk melindungi dirimu,"
"Iya, Kakak,"
Dai Lu terlihat lega melihat Jian Yi baik-baik saja. Dia tentu merasa sangat takut, jika Jian Yi tidak lagi akan bangun.
Sekarang Jian Yi telah memiliki teknik untuk menggunakan kipas yang ada di atas meja, yang artinya dia tinggal melatihnya saja.
Jian Yi menatap kipas yang sekarang telah menjadi miliknya, "Sekarang aku hanya bisa menggunakan kipas itu, karena aku sudah tidak lagi memiliki inti kultivasi, dan tidak dapat menggunakan pedangku. Aku harap, tidak akan ada hal buruk yang terjadi,"
"Sekarang kau beristirahatlah! Aku harus kembali," ucap Dai Lu.
"Baik, terima kasih Kakak,"
Dai Lu mengangguk seraya tersenyum, dia pun berdiri dan berjalan keluar dari kamar Jian Yi.
Jian Yi menatap kedua tangannya, tubuhnya terasa lebih ringan dari sebelumnya.
"Inti kultivasi sudah tidak ada lagi, kekuatanku hanya berada di pengumpulan Qi tingkat 4. Aku hanya bisa menghadapi orang yang memiliki kultivasi pada tingkat yang sama atau yang masih berada di bawahku, dan juga...sepertinya aku tidak bisa masuk ke dalam hutan itu lagi," ucap Jian Yi.
Jian Yi bangkit dari tempat tidurnya lalu berjalan mendekati meja, diambilnya kipas yang kini sudah mengenali tuannya.
Dengan pelan, Jian Yi membuka kipas itu. Ukiran pada kipas itu terlihat sangat bagus, guratannya sangat jelas dan memiliki kekuatan sendiri.
"Paman Guru, terima kasih," ucap Jian Yi.
Jian Yi kembali menutup kipas itu lalu melihat ke arah jendela.
Kamar Jian Yi berada paling ujung, karena dia ingin dapat melihat orang-orang berlatih dari kamarnya.
Sebab tempat latihan perguruan Chang itu berada di kaki gunung, yang jaraknya masih bisa dilihat oleh Jian Yi dari kamarnya.
"Besok aku akan menemui Paman Guru, dan berlatih dengannya," ucap Jian Yi.
Jian Yi menutup kotak coklat tempat kipas yang ada di tangannya, kemudian berjalan keluar sambil membawa kipas itu.
Kini senjatanya telah berganti, yang tentu saja kemanapun dia pergi harus membawa kipas yang menjadi senjata barunya itu.
gara" hbis nnton dracin ada yg namanya jian cheng jdi ke inget trus