Mengetahui kebenaran identitasnya sebagai anak angkat, tak membuat perempuan berumur 18 tahun itu bergeming. Bahkan kematian ibu angkat dan ayah angkat yang mengusirnya dari rumah, tidak membuatnya membenci mereka. Arumi Maharani, gadis lulusan SMA yang dibesarkan di keluarga patriaki itu memilih mencari jati dirinya. “Aku tunanganmu. Maafkan aku yang tidak mengenalimu lebih awal.” Izqian Aksa. Siapa Izkian Aksa? Bagaimana Arumi menjalani kehidupan selanjutnya? Dan akankah pencariannya mendapatkan hasil? Haloo semuanya… ketemu lagi dengan author.. semoga semua pembaca suka dengan karya baru author…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa Aku Layak?
Selama ini, Arumi memang terkenal di kalangan teman sekolahnya. Tetapi mereka mendekati Arumi hanya karena wajah atau karena hal lain yang mereka inginkan dari Arumi.
Entah sudah berapa kali Arumi menolak ajakan pacaran, hanya karena dirinya tidak ingin menjalin hubungan yang diharamkan agama.
Selain itu, Arumi yang hidup di keluarga patriaki, selalu menundukkan kepalanya hingga ia tidak tahu bagaimana mengungkapkan perasaannya.
Lagi pula, menurutnya pacaran hanya akan merugikan. Aliya contohnya. Aliya sudah berganti-ganti pacar sejak SMP hanya karena ada yang lebih tampan.
Lamanya pacaran hanya bertahan sampai setengah tahun. Itu pun sudah membuat Aliya kehilangan banyak waktu untuk belajar karena terlalu terpaku dengan hubungan dan keluar untuk bermain.
Izqian Aksa adalah satu-satunya laki-laki yang melihat Arumi dengan pandangan yang berbeda. Aksa menundukkan pandangannya, menghormati Arumi.
Tindakan kecil ini cukup memberikan kesan yang mendalam bagi Arumi. Bahkan selama mengenal Aksa, laki-laki itu sudah membantunya berkali-kali. Rasa nyaman yang diberikan Aksa, membuat Arumi merasakan kasih sayang seorang saudara dibandingkan dengan lawan jenis.
Perhatian yang diberikan Aksa saat dirinya terluka menyadarkan Arumi, kalau dirinya perlu mengolah perasaannya.
“Apa kamu sudah memikirkan jawaban untukku?”
Pertanyaan Aksa membuat Arumi terdiam. Bukan karena tidak bisa menjawab. Arumi hanya merasa apakah dirinya pantas menerima kebaikan dan bersanding dengan Aksa.
Keluarga angkat mengusirnya, keluarga kandung tidak menerima kehadirannya. Bagaimana Arumi akan menghadapi orang tua Aksa nantinya?
“Saya sangat berterima kasih atas bantuan dan perhatian yang Kakak berikan selama ini. Tolong Kakak pertimbangkan lagi. Latar belakangku berantakan. Aku tidak mau mendatangkan masalah untuk Kakak ke depannya.” Jawab Arumi setelah menarik nafas dalam.
Aksa terkejut dengan jawaban yang diberikan Arumi. Sama halnya dengan Karina yang sudah berharap.
“Apa kamu tidak memiliki perasaan apapun untukku?” tanya Aksa yang mencoba tetap tenang.
“Kakak orang baik, perhatian dan menghormatiku...”
“Bukan itu yang aku tanyakan. Tidak adakah rasa suka atau tertarik kepadaku?” sela Aksa.
Arumi takut dengan perasaannya sendiri. Rasa tertarik memang ada. Tapi dengan latar belakangnya, bagaimana ia bisa percaya diri mengakuinya?
Aksa menarik nafas dalam. Ia bisa membaca keraguan Arumi. Terlihat dari pandangan Arumi yang menunduk dengan tangan yang mencengkeram rok.
Arumi memang selalu menjaga pandangannya. Tetapi sedikit demi sedikit Arumi sudah mau menatap wajahnya. Kenapa sekarang menunduk lagi?
“Arumi… Aku menyukaimu karena kamu Arumi. Bukan karena orang tua angkatmu atau orang tua kandungmu. Pernikahan itu antara kamu dan aku, bukan orang tua kita. Meskipun mereka nantinya akan berhubungan karena kita. Tapi yakinlah, aku mantap memilihmu karena kamu Arumi dengan apa adanya kamu.” Aksa menatap dalam ke arah Arumi.
“A-aku…” Arumi tidak berani melanjutkan.
“Jika kamu masih berpikir masalah latar belakang, aku juga tidak sebaik yang terlihat. Kedua orang tuaku hanya memiliki aku, anak Tunggal mereka. Bukan tanpa alasan mereka memilih hanya memiliki satu anak. Mereka takut tidak bisa menghidupinya dengan baik jika menambah anak, makanya mereka memutuskan satu anak cukup. Padahal mereka lebih dari mampu untuk memberikan aku adik. Jangan berkecil hati dengan latar belakangmu, Arumi! Aku dan orang tuaku akan menerimamu apa adanya.” Arumi mengangkat kepalanya, seketika tatapannya bertemu dengan tatapan Aksa yang sejak tadi menatap ke arahnya.
“Apa aku layak?” pertanyaan itu lolos begitu saja dari bibir Arumi.
Aksa tersenyum. Ternyata gadis kecilnya sudah memiliki perasaan kepadanya.
“Tentu saja kamu layak. Jika tidak layak, aku tidak akan berjuang selama ini. Baik itu dulu ataupun sekarang, kamu layak aku perjuangkan.” Jawab Aksa dengan mantap.
Senyuman dan suara Aksa, membuat perasaan Arumi yang sebelumnya ragu menjadi sebuah kelegaan. “Apa ini termasuk takdir yang Allah siapkan untukku?” batin Arumi.
Arumi menganggukkan kepalanya pelan, membuat Aksa merasakan kelegaan yang luar biasa. Ia sampai lupa jika mereka belum resmi. Tangannya meraih tangan Arumi dan menciumnya, membuat Arumi dan Karina terkejut.
“Ma-maaf. Aku terlalu Bahagia.” Aksa melepaskan tangan Arumi seraya menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
“Jadi, Kakak dan Kak Arumi sudah resmi bertunangan.” Goda Karina.
“Belum. Bertunangan itu harus menunggu Ayah dan Ibu melamar Arumi secara resmi.”
“Tunggu apalagi? Ayo pulang, ajak Paman dan Bibi melamar Kak Arumi!”
“Tidak semudah itu anak kecil! Banyak yang harus disiapkan.” Aksa mengacak kepala Karina hingga membuat si empunya kesal.
Sedangkan Arumi hanya tersenyum sipu dengan obralan keduanya. Jika benar dirinya resmi dilamar, maka ia akan menjadi istri Aksa di masa mendatang. Sepertinya ia harus mulai belajar mengolah perasaannya. Jangan sampai membuat Aksa kecewa karena dirinya yang tidak peka!
Setelah berbincang ringan, ketiga turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Arumi dan Karina memasak makan malam di dapur, sementara Aksa menyiram bunga Arumi di teras.
“Assalamu’alaikum…” salam Arifin.
“Wa’alaikumsalam Pak Kades.”
“Aruminya ada?”
“Ada, Pak. Sebentar saya panggilkan.” Aksa bergegas ke dapur dan memanggil Arumi.
Arumi keluar sendiri karena Aksa menggantikannya menggoreng bakwan.
“Ada apa, Pak?” tanya Arumi.
“Begini Arumi, saya mendapat laporan warga. Mereka merasa terganggu dengan kamu yang menerima tamu Ramlan dan Aksa. Maaf, saya sudah menjelaskan kalau mereka itu saudara kamu, tetapi warga tidak percaya. Mereka justru menuduh kamu mau mencemarkan nama baik desa ini.” jawab Arifin dengan hati-hati.
Sejak pengaduan terakhir kali, warga desa semakin memperhatikan Arumi sehingga setiap kali Arumi menerima tamu akan ada laporan masuk kepadanya.
“Maaf, Pak. Maaf saya sudah membuat Bapak susah.”
“Tidak apa Arumi. Bapak tahu hubungan kalian dan kamu juga selalu melapor jika ada apa-apa. Tetapi Bapak tidak bisa mengendalikan hati seseorang. Sebaiknya kamu segera ambil Tindakan, sebelum mereka terang-terangan menyerangmu.”
“Maksud, Bapak?”
“Bukannya kamu dan Aksa sedang masa penjajakan? Niat baik itu disegerakan saja, tidak baik ditunda-tunda.”
“Saya juga sepemikiran dengan Bapak. Rencana minggu depan saya akan membawa orang tua saya untuk melamar Arumi, Pak.” Kata Aksa setelah mendengar percakapan antara Arumi dan Arifin.
“Bagus itu! Bapak dukung kalian!”
“Terima kasih, Pak.” Arumi heran kenapa Aksa bisa terlihat dekat dengan kepala desa.
Tetapi ia menahan diri untuk bertanya karena ia baru tahu kalau ada yang tidak suka dengannya di desa ini. Ia yang sudah menutup diri masih mendatangkan musuh, apalagi jika mengikuti banyak kegiatan?
Sepertinya ia perlu keluar dari karang taruna agar ia kembali menjadi dirinya sendiri berkutat di dalam rumah. Begitu pikir Arumi.