NovelToon NovelToon
The Ceo'S Heart Subtitute

The Ceo'S Heart Subtitute

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Pengganti / CEO / Chicklit
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: flower

--- **“Luna adalah anak angkat dari sebuah keluarga dermawan yang cukup terkenal di London. Meskipun hidup bersama keluarga kaya, Luna tetap harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dan biaya sekolahnya sendiri. Ia memiliki kakak perempuan angkat bernama Bella, seorang artis internasional yang sedang menjalin hubungan dengan seorang pebisnis ternama. Suatu hari, tanpa diduga, Luna justru dijadikan *istri sementara* bagi kekasih Bella. Akankah Luna menemukan kebahagiaannya di tengah situasi yang rumit itu?”**

--- Cerita ini Murni karya Author tanpa Plagiat🌻 cerita ini hanya rekayasa tidak mengandung unsur kisah nyata🌻

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 30 Gadis masalalu

Tiba-tiba ponsel Bryan berdering, sedikit mengganggu suasana. "Kenapa aku lupa mematikan notifikasi ponsel?" gumamnya dalam hati. Mau tak mau, ia harus mengecek pesan yang masuk. “Kita turun sebentar, ya,” bisiknya pada Luna.

Gadis itu hanya mengangguk pelan dan menuruti permintaannya. Bryan pun perlahan menurunkan istrinya, lalu membuka pesan di ponselnya.

matanya membulat ketika melihat sebuah pesan dari assiten Jhon. dia membuka sebuah file berisi berkas. 'wanita itu....' batinnya, kemudian dia segera memasukkan ponselnya. "kamu pulang dengan Mark oke? aku harus pergi ke sebuah tempat" ucap Bryan buru buru dan langsung pergi meninggalkan istrinya. membuat Luna kebingungan.

Luna terpaku di tempatnya. Tatapannya mengikuti punggung Bryan yang menjauh dengan langkah tergesa, hingga sosok itu benar-benar menghilang dari pandangannya. Angin laut berembus pelan, membawa hawa dingin yang kini terasa kontras dengan kehangatan yang sempat ia rasakan beberapa saat lalu.

“Apa yang sebenarnya terjadi…?” gumam Luna lirih. Mark mendekat dengan sikap sopan. “Nona, Tuan Bryan meminta saya mengantar Anda pulang,” ujarnya hati-hati.

Luna mengangguk pelan, meski kebingungan masih jelas tergambar di wajahnya. Dengan langkah berat, ia mengikuti Mark menuruni dek kapal. Suasana yang sebelumnya terasa romantis kini berubah hening, menyisakan tanda tanya yang berputar di kepalanya.

Di dalam mobil, Luna menatap keluar jendela, memandangi cahaya kota yang perlahan menjauh. Pikirannya dipenuhi potongan momen malam itu. tatapan Bryan, senyum hangatnya, hingga kepergiannya yang mendadak tanpa penjelasan. Entah mengapa, ada perasaan tidak tenang yang perlahan mengusik hatinya.

“Bagaimana bisa…” gumam Bryan sambil menggenggam kemudi erat, mobilnya melaju cepat menuju tempat tujuan. Pikirannya kacau, dadanya terasa sesak oleh berbagai kemungkinan yang bermunculan.

“Kenapa dia baru muncul sekarang…” lanjutnya lirih, seolah berbicara pada dirinya sendiri Lampu-lampu jalanan malam berlalu satu per satu, namun kegelisahan di dadanya justru semakin menebal. File yang baru saja ia baca terbayang jelas di benaknya, membuat perasaannya campur aduk antara terkejut, curiga, dan tidak nyaman. akan mengungkap sesuatu yang selama ini tersembunyi. dan mungkin akan mengubah banyak hal.

Bayangan seorang wanita yang pernah menolongnya saat kecelakaan kembali memenuhi pikirannya, meninggalkan jejak yang tak pernah benar-benar pudar di hatinya. Pada masa itu, ia sempat berjanji, jika suatu hari ia berhasil menemukan wanita tersebut, ia akan menikahinya.

Namun pencariannya berakhir pahit. Informasi yang ia dapatkan menyebutkan bahwa gadis itu telah meninggal dunia. Sejak saat itu, Bryan mengubur janji itu dalam-dalam, menganggap semuanya telah usai.

Hingga kini, kenyataan seolah menamparnya. Wanita itu muncul kembali, hidup dan nyata, seakan datang untuk menagih janji yang pernah ia ucapkan tanpa ragu.

Mobil Bryan berhenti di depan sebuah restoran yang letaknya tidak jauh dari pusat kota. Lampu-lampu temaram menerangi bangunan itu, menciptakan suasana yang terasa asing namun menekan. Di depan pintu masuk, Asisten Jhon telah menunggu.

“Gadis itu ada di dalam, Tuan,” ucap Jhon dengan nada hati-hati.

Bryan mengangguk singkat. Tanpa berkata apa pun lagi, ia melangkah masuk. Setiap langkahnya terasa berat, seolah membawa kenangan lama yang selama ini terkubur rapat.

Di dalam restoran, suasana cukup sepi. Hanya beberapa meja yang terisi. Sorot mata Bryan langsung tertuju pada satu sudut ruangan, seorang wanita duduk membelakanginya, mengenakan gaun sederhana berwarna pucat. Entah mengapa, punggung itu terasa begitu familiar.

Langkah Bryan terhenti sesaat. Jantungnya berdegup lebih cepat ketika wanita itu perlahan menoleh. Untuk beberapa detik, waktu seakan berhenti. Wajah itu… wajah yang selama ini hanya hidup dalam ingatannya. “Tidak mungkin,” bisik Bryan pelan, suaranya hampir tak terdengar.

Wanita itu berdiri, menatapnya dengan mata yang sama seperti malam kecelakaan bertahun-tahun lalu. Tatapan yang dulu menenangkan, kini justru mengguncang hatinya. “Akhirnya kita bertemu lagi, Bryan,” ucap wanita itu lembut.

Bryan mengepalkan tangannya, berusaha menahan gejolak di dadanya. Janji lama yang ia kira telah berakhir bersama kematian, kini berdiri tepat di hadapannya hidup, nyata, dan menuntut jawaban.

Bryan membeku di tempatnya. Suara itu lembut, pelan, dan begitu familiar membuat napasnya tercekat. Perlahan, ia mengangkat pandangannya. Di hadapannya berdiri seorang wanita dengan sorot mata yang tak asing, mata yang selama ini hanya hidup dalam ingatan dan penyesalannya.

“Kamu masih ingat aku, kan…?” ulang wanita itu, suaranya bergetar namun tetap tenang.

Bryan menelan ludah. Dadanya terasa sesak, seolah waktu kembali menyeretnya ke masa lalu yang tak pernah benar-benar ia lepaskan. Bayangan kecelakaan itu, darah, hujan, dan seorang gadis yang tersenyum meski terluka, kembali menghantam pikirannya tanpa ampun. “Ini tidak mungkin…” gumam Bryan lirih.

“Aku sudah mencarimu. Mereka bilang kamu sudah meninggal.”

Wanita itu tersenyum tipis, senyum yang sarat luka..“Aku hampir mati malam itu, Bryan. Tapi takdir rupanya belum ingin membiarkanku pergi.”

Hening menyelimuti mereka. Di luar restoran, lampu-lampu kota tetap bersinar seolah tak peduli pada badai yang kini berkecamuk di hati Bryan. Janji lama yang ia kira telah terkubur, kini berdiri tepat di hadapannya hidup, nyata, dan menuntut jawaban.

Sementara itu, tanpa Bryan sadari, jauh di penthouse, Luna menatap kosong ke arah jendela. Hatinya diliputi perasaan aneh yang tak mampu ia jelaskan, seolah sesuatu yang berharga perlahan menjauh darinya.

Luna sempat diliputi kebingungan. Ia tidak mengerti mengapa suaminya pergi begitu saja tanpa penjelasan panjang. Namun, ia mencoba menenangkan dirinya sendiri dan berpikir positif. Mungkin Bryan memang memiliki urusan mendesak yang tidak bisa ditunda. Dengan menarik napas pelan, Luna berusaha menepis kegelisahan di hatinya, meski rasa asing itu tetap tertinggal.

Bryan terdiam sejenak. Rahangnya mengeras, napasnya terasa berat sebelum akhirnya ia bersuara dengan nada tertahan. “Aku… maafkan aku. Saat ini aku telah menikah,” ucapnya dengan jujur, meski kalimat itu terasa pahit di lidahnya.

Gadis itu tersenyum tipis, senyum yang lebih menyerupai kepasrahan. Matanya menatap Bryan dengan sorot sayu, seolah menyimpan banyak hal yang tak sempat terucap. “Kau tahu?” katanya pelan. “Sekarang aku menderita kanker otak. Waktuku tidak akan lama lagi.”

Ucapan itu membuat Bryan membeku. Dunia seakan berhenti bergerak. Dadanya terasa sesak, sementara pikirannya dipenuhi rasa bersalah dan kenangan lama yang kembali menyeruak. Ia menatap gadis di hadapannya, sosok yang pernah menyelamatkannya di masa lalu, dan kini berdiri rapuh, menagih bukan janji, melainkan pengakuan atas perasaannya yang pernah ada.

Bryan terhenyak mendengar pengakuan itu. Dadanya terasa sesak, seolah kata-kata gadis di hadapannya menekan napasnya sendiri. Ia menatap wajah pucat itu dengan sorot mata bergetar, mencoba mencari jejak masa lalu yang selama ini hanya hidup dalam ingatannya.

“Aku tidak datang untuk merusak pernikahanmu,” lanjut gadis itu dengan suara lirih namun tegas. “Aku hanya ingin bertemu denganmu… setidaknya sekali, sebelum waktuku benar-benar habis.”

Bryan menggenggam tangannya sendiri, berusaha menenangkan gejolak dalam hati. Rasa bersalah, iba, dan kenangan lama bercampur menjadi satu. Ia menunduk sejenak sebelum akhirnya berkata pelan, “Aku berutang banyak padamu. Jika bukan karena pertolonganmu dulu, mungkin aku tidak akan berdiri di sini sekarang.”

Gadis itu tersenyum tipis, senyum yang rapuh namun tulus. “Mendengar itu saja sudah cukup bagiku.” Keheningan kembali menyelimuti mereka, namun kali ini terasa berat. Bryan sadar, pertemuan ini bukan sekadar nostalgia, melainkan ujian besar bagi hatinya antara janji masa lalu yang tak sempat terwujud dan kenyataan hidup yang kini telah ia pilih.

1
Dwi Winarni Wina
kasian luna diperlukan kayak pembantu sm orgtua angkatnya...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!