Bagaimana rasanya tinggal seatap dengan mantan istri, tapi dengan status yang berbeda?
Sisa trauma pengkhianatan sang Istri membawa Bara bertemu Rea, gadis yang menurutnya sangat manis dalam hal apapun. Namun, Bara harus kembali menelan kekesalan saat mamanya bersikeras kembali menjodohkannya?
SEASON 2
Pengkhianatan Galen di malam sebelum pernikahan membuat Alesya Damara Alnav trauma. Video 19 detik membuat geger dan menghantam habis cintanya, hingga seorang duda menawarkan diri menjadi pengantin pengganti Galen untuk Alesya.
Akankah pernikahan mereka bahagia? Bagaimana cara Abberico Reivander mengobati luka hati seorang Alesya? sedang sifat sama-sama dingin membuat keduanya tersekat jarak meski raga berdampingan.
Happy Reading💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mimah e Gibran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Rosa memutus kecanggungan Rea dengan mengajak gadis itu ke meja makan, disana ada Bibi yang sedang menyiapkan jamuan makan malam. Sementara Bara, sedikitpun ia tak mau melepas pandangannya pada Rea, ia masih khawatir Sang Mama akan membuat Rea tak nyaman.
"Papa yakin Mama berubah?" tanya Bara yang memperhatikan interaksi Rosa dan Rea di meja makan. Terlebih saat Mamanya terlihat banyak bicara dengan Rea akan tetapi ekspresinya B aja, membuat Bara sedikit mengkhawatirkan gadisnya.
"Entah." Aron mengedikkan bahu tak yakin.
Sementara di meja makan, Rosa sedang menata lauk pauk yang diantar Bibi dari dapur sedang Rea membantu menyiapkan piring.
"Kamu beneran menyukai Bara, Rea?" tanya Rosa.
"Iya, Tante."
"Hm, tapi apa metal kamu sudah siap? ngomong-ngomong berapa umurmu sekarang, jika saya tebak masih sekitar 20 tahun?" tanya Rosa.
"21 tahun, Tante."
"Tuh kan," ucap Rosa reflek.
"Bara aja udah kepala tiga loh, sebenarnya kemarin itu saya mau jodohin Bara sama anak teman saya."
"Ma, jangan ngomong aneh-aneh sama Rea." Bara mendekat dengan raut wajah memicing curiga, ia tak akan membiarkan Mamanya mempengaruhi Rea dengan perkataan apapun.
"Bara, Mama tuh baru mau ngobrol sama Rea kamu udah nempel-nempel, gak sabaran banget!" omel Rosa.
"Iya, Mas. Kami lagi ngobrol-ngobrol biasa kok." Rea mengulas senyum.
"Kapan-kapan aja ya, Rea. Kita quality time bareng tanpa Bara. Nanti kita ngobrol panjang lebar, soal itu? soal pertanyaan Tante."
"Iya, Tante."
Rosa melirik sinis ke arah Bara sambil menggelengkan kepala. Belum hilang kekesalannya datang Aron duduk di sampingnya tanpa bicara.
"Ayo kita makan lebih dulu," ujar Aron menengangi.
"Mama itu, Pa!"
"Apa, orang Mama cuma mau ngobrol sama Rea, kamu nguping." desis Rosa tak terima.
"Wajarlah Bara bawaannya panik, orang kemarin-kemarin Mama sikapnya nyebelin." bela Aron.
"Sudahlah Rea, abaikan mereka. Anggap kamu nggak dengar apapun," ucap Rosa.
Rea hanya berusaha menahan senyum melihat perdebatan mereka.
"Mama cuma tanya kok sama Rea, beneran mau sama Bara yang udah tua. Dibanding umurnya, Bara lebih pantas jadi Om-nya Rea."
"Tuh kan, Pa. Mama tuh menghina anak sendiri."
Aron hanya menggeleng-gelengkan kepala.
"Itu kenyataan Bara," sungut Rosa tak mau kalah.
"Rea terlalu imut buat kamu Bara, bagaimanapun Mama mikirin kesiapan mentalnya. Dalam hubungan memang kalian yang menjalani, tapi pandangan setiap orang itu beda-beda, ada yang cuek, ada yang suka nyinyir, ada juga yang bisa mengerti."
"Mungkin Mamamu benar!" ucap Aron.
"Apa aku setua itu?" tanya Bara menoleh ke Rea yang tiba-tiba terdiam.
Bagaimana tidak, yang dikatakan Mamanya Bara adalah apa yang dialaminya di kampus kemarin.
Saat foto-fotonya dan Bara tersebar, Rea harus mendapat nyinyiran dari banyak orang.
Mungkin sehari dua hari, Rea masih bisa bersikap tidak perduli tapi bagaimana jika hal itu terjadi selama hidupnya, selama ia berada di sisi Bara?
"Nggak, Mas."
"Tapi, kalau Rea merasa yakin sama kamu ya gak apa-apa, bukankah kami cuma bisa mengiyakan apapun jalan yang kalian pilih. Yang terpenting, pacaran yang sehat kiranya udah nggak tahan ya nikah aja," ucap Aron.
"Tidak masalah, Om, Tante. Setiap hubungan kan ada ujiannya masing-masing, tapi sejauh ini aku ke Mas Bara itu baik-baik saja," jawab Rea.
"Kan kan, Mama sama Papa denger sendiri dari Rea, lagian meskipun usianya masih muda Rea sangat dewasa menurutku," ucap Bara.
"Bagus kalau begitu, sudah ngobrolnya kita makan dulu." putus Rosa.
Meski pertama kali, Rea bisa bernapas lega karena kedua orang tua Bara sangat baik. Mereka bukan menyebalkan, hanya lebih ke tegas menurut Rea. Dan Bara bisa bernapas lega saat Sang Mama mulai akrab dengan Rea meski sedikit ia melihat Rea agak canggung dan pemalu.
"Bye-bye Rea, sering-seringlah kesini walau tanpa Bara," ucap Rosa saat Rea pamit pulang.
"Iya, Tante! Rea pamit dulu," ucap Rea seraya mencium punggung tangan Rosa.
"Kapan-kapan kita lanjut ngobrol lagi, oke."
"Oke Tante, nanti berkabar saja kalau ada waktu."
Rosa mengangguk.
Sementara Aron masih tak percaya dengan perubahan sang istri yang begitu drastis. Ingin segera mengintimidasi Rosa setelah mobil Bara menghilang dari halaman rumah untuk mengantar Rea pulang.
"Mama nggak merencanakan sesuatu kan?" tanya Aron.
"Nggak, memangnya kenapa? Papa berfikir Mama punya rencana?"
Aron menghela napas kasar.
"Ya siapa tahu, Mama ada cadangan lain setelah keluarga Alea bangkrut."
"Hm, nggak ada! Ya, mungkin Papa nggak tau kalau Mama dua hari ini agak banyak berfikir berat. Nggak enak, dicuekin suami sama anak."
"Baru nyadar?" Aron masih saja cuek dan meninggalkan Rosa untuk menaiki tangga.
"Mama minta maaf, Pa. Kali ini, Mama akan biarin Bara hidup dengan pilihannya." Rosa mengekor Aron dan berusaha meraih bahu suaminya itu.
"Mama serius." Aron berhenti dan membalikkan tubuhnya, hingga membuat Rosa yang berada tepat di belakang kaget dan hampir ambruk dari tangga. Namun, tangan Aron dengan sigap meraih pinggangnya.
"Serius, Mama juga tiba-tiba keinget bagaimana dulu Papa begitu memperjuangkan Mama. Bara dan Papa hampir sama, Mama bisa merasakan ia mencintai gadis itu, Mama bisa melihat Bara memiliki banyak kekhawatiran di matanya saat bersama gadis itu. Mama jadi was-was, takutnya Rea juga akan berakhir menyakiti Bara sama seperti Najira."
"Tidak akan, Ma. Hanya saja..." Aron menggantung ucapannya, ia tidak mungkin mengatakan sebenarnya kalau Rea adalah adik dari laki-laki yang menjadi selingkuhan Najira.
"Hanya saja apa, Pa?"
"Tidak ada, setiap kesalahan akan ada karmanya masing-masing. Mama harus percaya, dibalik kesakitan Bara ia akan mendapatkan kebahagiaan pun juga sebaliknya."
"Semoga ja lang itu mendapatkan balasan karma setimpal," gumam Rosa.
Aron menarik Rosa dalam pelukan, "tidak baik mendoakan hal yang buruk, bagaimanaoun Najira pernah menjadi menantu kita, dia menantu yang baik meski bukan istri yang baik." Aron berusaha meredam kebencian di hati Rosa.
***
Di sisi lain, Bara masih mengemudikan mobilnya. Namun, ia bukan mengantar Rea ke kos-an tapi malah membawa Rea pergi jauh.
"Aku kira bakalan ditolak sama orang tua Mas Bara." Rea menatap Bara lekat, laki-laki bercambang tipis itu hanya menatapnya sekilas lalu tersenyum.
"Aku juga mengkhawatirkan hal yang sama sayang," ucap Bara menggenggam tangan Rea dan mengecupnya singkat.
"Tapi nyatanya enggak kan?" tanya Rea.
"Tapi aku khawatir, Mama benci banget sama Najira pasca kami bercerai. Takutnya..." Bara tak melanjutkan ucapannya.
"Tidak apa, sementara biar seperti ini lebih dulu," ucap Rea mendaratkan kepala di bahu Bara.
Mobil sudah sampai di area pantai, baik Bara maupun Rea bisa merasakan betapa angin malam menjadikan keduanya tenang sekaligus dingin bersamaan.
"Mas gak ada bilang ngajak aku ke pantai, malem-malem lagi." protes Rea.
"Besok kan libur, Rea."
Bara memegang kedua tangan Rea di posisi berhadapan setelah menyusuri tepian pantai.
"Rea, bisakah kamu berjanji tidak meninggalkanku seberat apapun ujian kita nanti?"
Rea terdiam, bibirnya kelu ingin sekali menjawab ucapan Bara akan tetapi detak jantungnya yang kencang dan hatinya yang tak karuan nyatanya hanya bisa membuat Rea diam tak bergerak.
"Rea, malam ini aku hanya bisa menjadikan bintang dan malam sebagai saksi. Tapi, aku janji kelak kedua orang tua kitalah yang akan menjadi saksi kalau aku benar-benar sayang dan serius sama kamu."
Rea tak menjawab apa-apa, tubuhnya ambruk tepat di dada bidang Bara dan memeluk laki-laki itu erat dan kuku-kuku jarinya mere mas punggung Bara.
Kadang sebuah jawaban bukan berasal dari kata-kata.
Jika bibir ini tak mampu mengeluarkan kata untuk menjawab pertanyaanmu,
Semoga tindakanku bisa kamu artikan sebagai jawabannya.
Pke alesan krn di sayang ibunya bara, trs pa korelasinya? Dasar laki2 lemah yah gini..
Yah lampiasin lah ke binik kamu atau selingkuh an nya kok mlh ke orang lain..