Harusnya, dia menjadi kakak iparku. Tapi, malam itu aku merenggut kesuciannya dan aku tak dapat melakukan apapun selain setuju harus menikah dengannya.
Pernikahan kami terjadi karena kesalah fahaman, dan ujian yang datang bertubi-tubi membuat hubungan kami semakin renggang.
Ini lebih rumit dari apa yang kuperkirakan, namun kemudian Takdir memberiku satu benang yang aku berharap bisa menghubungkan ku dengannya!
Aku sudah mati sejak malam itu. Sejak, apa yang paling berharga dalam hidupku direnggut paksa oleh tunanganku sendiri.
Aku dinikahkan dengan bajingan itu, dibenci oleh keluargaku sendiri.
Dan tidak hanya itu, aku difitnah kemudian dikurung dalam penjara hingga tujuh tahun lamanya.
Didunia ini, tak satupun orang yang benar-benar ku benci, selain dia penyebab kesalahan malam itu.~ Anja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atuusalimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bagian 6,part 1
Cipratan air mengenai jendela kaca besar, menciptakan pola abstrak disetiap bekas bercak air.Anja memperhatikan hujan bulan September dibalik kaca besar yang terhubung dengan taman belakang, Ia sudah berjanji untuk mengenal Kezia lebih dekat lagi, mempelajari detail kecil kehidupannya, mengejar ketertinggalan namun, ia tak dapat melakukan apa-apa bahkan saat dalam kondisi paling dibutuhkan sekalipun.
Aroma kopi Arabica menyeruak begitu dia menuangkan air panas kedalamnya. Ia mengaduknya pelan, sesekali menoleh saat mendengar suara langkah berlalu lalang. Entah siapa yang ditunggunya, namun ketika dia mendapati para pembantu rumah yang sedang sibuk membersihkan rumah, hatinya seringkali merasakan kekecewaan.
Kalau saja ada Erna mungkin dia lebih berani , tapi kakak iparnya itu pagi-pagi sekali, sebelum matahari terbit membangunkannya untuk berpamitan pulang, katanya mereka terburu-buru karena mengejar keterlambatan jam ngantor suaminya.
Bu Niar dan suaminya belum juga turun, tempat tidur mungkin lebih menarik ketimbang sarapan di hujan pagi begini. Rumah ini sepi, pikirnya mengambang.
Entah sejak kapan dirinya sudah berdiri diujung tangga dengan secangkir kopi ditangannya. Langkahnya terhenti, begitu terdengar suara pintu yang berderit pada arah yang selalu dinantinya.
Reka muncul dengan rambutnya yang kacau begitu pintu terbuka, wajahnya nampak kuyu dengan warna hitam yang membingkai kedua matanya. Ia terlihat lelah, namun juga menampakan wajah paling sabar yang tak pernah ia lihat sebelumnya.
Dia tidak tidur? Batin Anja sedikit terusik.
Sadar ada yang memperhatikan, Reka mengangkat kepala, namun buru-buru menunduk setelah tau siapa yang saat ini memandangnya. Ia sungguh tidak berharap Anja melihatnya dalam kondisi seperti ini.
Reka hendak berbalik untuk menghindar saat seberkas suara menghentikannya.
"Apa demamnya sudah turun?"tanyanya terdengar ragu-ragu.
Tak
Suara cangkir yang diletakan pada lemari partisi, kemudian suara langkah kaki terdengar semakin dekat kearahnya.
Reka mendongak, menatap Anja dengan wajah tak percaya. Ada harapan yang begitu besar,sangat besar sehingga dia merasa ketakutan jika apa yang baru saja ia dengar hanya sebuah ilusi.Ia ingin sekali bertanya untuk memastikan apa barusan dia tidak salah dengar, namun tak ada seorangpun disini yang bisa memberi keyakinan itu.
"Aku mau lihat Kezia!" ucapnya sebagai boneka hidup tanpa jiwa. Ia berdiri berjarak satu setengah meter darinya.
Reka terkesiap, matanya berkedip "Emhhh, emh...!" Ia mengangguk gugup mempersilahkan seraya memberi jalan, bahkan tak ada satu katapun yang berhasil keluar dari tenggorokannya. Napasnya ditahan, mencoba menyelaraskan detak jantungnya agar kembali normal.
Anja menegakan wajahnya, masih tersimpan misteri pada tatapannya yang dingin. Wanita itu melewati Reka begitu saja, masuk kedalam kamar demi menemukan gadis kecil yang meringkuk terbungkus selimut bad cover biru gelap.
Reka tersadar, menyerbu masuk seolah ada sesuatu yang seharusnya tidak orang lain lihat. Dengan gerakan cepat, pria memunguti pakaian kotor miliknya yang teronggok dilantai. Semoga Anja tidak melihat celana dalamnya tadi, batinnya menahan rasa malu. Kebiasaan buruk yang mulai sekarang harus diubah, pikirnya dalam hati.
Anja dapat melihatnya sekilas, sebelum perhatian kembali berpusat pada Kezia yang sedang memperlihatkan senyumnya yang lemah. Dia senang sekali, akhirnya mamanya bersedia melihatnya.
"Berantakan, aku belum sempat membereskannya. Kamu pasti tidak nyaman. Kezia muntah beberapa kali semalam, jadi ruanganya sedikit bau dan, dan badannya tak berhenti diolesi minyak angin!"jelas Reka sambil menggeser wadah bekas muntahan Kezia yang belum sempat dicuci, setelah tadi memasukan pakaiannya tadi kedalam keranjang kotor.
Anja tak menjawab, masih berdiri ditempatnya memperhatikan sekitar. Apa pria itu berpura-pura bodoh dengan melupakan bahwa tempat paling buruk pun pernah ia tinggali? Tidak hanya itu, ia pernah membersihkan toilet para tahanan yang sepanjang membersihkannya dia terus menahan mual.
Reka menahan malu, sambil berpikir berapa nilai yang diberikan Anja terhadapnya sekarang. Ia sibuk merapihkan bekas tidurnya, kemudian mulai membuka jendela untuk membiarkan hawa dingin masuk sekaligus mengeluarkan hawa tak nyaman.
"Apa tak apa-apa jendelanya dibuka? Kezia kedinginan!" Anja bertanya sambil memiringkan kepalanya tanpa ekspresi, memperhatikan setiap gerak geriknya yang salah tingkah.
Reka terdiam sejenak, nampak seperti orang bodoh " Oh, itu... aku lupa!"katanya setelah memasang wajah berpikir, lalu menutup kembali jendela yang dibukanya tadi.
Ia tampak memainkan jemarinya, masih berdiri gelisah didekat jendela.
semangat kak author 😍