NovelToon NovelToon
Secangkir Macchiato

Secangkir Macchiato

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Hamil di luar nikah / Konflik etika / Kehidupan Tentara / Fantasi Wanita / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:16.8k
Nilai: 5
Nama Author: Aksara_dee

"Bang Akbar, aku hamil!" ucap Dea di sambungan telepon beberapa Minggu lalu.
Setelah hari pengakuan itu, Akbar menghilang bagai di telan bumi. Hingga Dea harus datang ke kesatuan kekasihnya untuk meminta pertanggungjawaban.
Bukannya mendapatkan perlindungan, Dea malah mendapatkan hal yang kurang menyenangkan.
"Kalau memang kamu perempuan baik-baik, sudah pasti tidak akan hamil di luar nikah, mba Dea," ucap Devan dengan nada mengejek.
Devan adalah Komandan Batalion di mana Akbar berdinas.
Semenjak itu, Kata-kata pedas Devan selalu terngiang di telinga Dea dan menjadi tamparan keras baginya. Kini ia percaya bahwa tidak ada cinta yang benar-benar menjadikannya 'rumah', ia hanyalah sebuah 'produk' yang harus diperbaiki.
Siapa sangka, orang yang pernah melontarkan hinaan dengan kata-kata pedas, kini sangat bergantung padanya. Devan terus mengejar cinta Dealova.
Akankah Dealova menerima cinta Devan dan hidup bahagia?
Ikuti perjalanan Cinta Dealova dan Devan hanya di NovelToon.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30 : Beruang Madu

Pagi Mencekam

Di pagi yang menggemaskan, saat mentari masih merunduk malu, sebuah notifikasi pesan masuk di akun Medsos Dea yang diberi nickname Beruang Madu. Pesan dari Pengabdi Alam.

Cling!

Pengabdi Alam : Beri tanggapan tentang postinganku, mengapa kamu pelit sekali memberi like atau komen. Dasar pengintip!

Mata Dea terbuka lebar membaca kalimat yang membuatnya kesal. Seharusnya sejak kemarin ia Unfollow akun Pengabdi Alam setelah ia tahu kalau akun tersebut adalah milik Akbar. Setelah memblokir daftar kontak Akbar, seharusnya ia juga memblokir akun Medsosnya.

Pengabdi Alam : Sudah membaca pesan pun tidak segera menjawab. Apa harus aku gedor pintu kamar kost kamu sekarang.

Dea semakin terperanjat. Dadanya tiba-tiba berdetak dengan kencang. Bukan karena jatuh cinta tapi karena takut, Akbar tipe lelaki yang sangat pemaksa dan nekat. Ia menarik napas begitu dalam lalu menghembuskan perlahan. Baru saja jari jemarinya akan menari di atas layar ponsel, suara ketukan di depan kamarnya membuat ia terlonjak dari tepi kasur.

Tok tok

Dea bergegas berdiri ke depan pintu, tangannya menggantung di udara hendak membuka handle pintu, tapi ia urungkan. Ia meletakkan kembali tangan di sisi tubuhnya. Suara ketukan memaksa kembali terdengar, kali ini bukan hanya dua kali orang itu mengetuknya, berkali-kali dengan ritme yang cepat.

Tok tok tok tok tok

Dea menggigit pipi bagian dalam dengan kencang hingga terasa perih, keraguan menggelembung di dadanya hingga terasa sesak. Seketika kecemasan menjalar di sekujur tubuhnya mendengar suara ketukan yang memaksa.

"Dea buka! Aku ingin membuat pengakuan, tolong cabut laporanmu terhadap papaku. Aku... Aku yang memperkosa mu malam itu, Dea buka!"

"Harry jangan gegabah! Biar mama yang membujuk Dea untuk mencabut laporan itu!" terdengar suara perempuan yang sangat Dea kenali.

Bugh! Bugh!

Tiba-tiba suara kegaduhan di luar terdengar. Suara renyah pukulan melayang di tubuh seseorang secara bertubi-tubi. Dea melangkah mundur menjauhi pintu. Ia duduk terhempas di atas kasur, kakinya ia lipat hingga menyentuh dada, lalu ia peluk dengan erat. Kepalanya ia benamkan di atas lututnya. Suasana mencekam memenuhi ruangan tempatnya berlindung.

Dea memeluk dirinya sendiri dengan gerakan butterfly hug. Menepuk-nepuk bahunya sendiri sambil berkata...

"Kamu kuat Dealova. Papa menyayangimu dengan segala kekuranganmu... Aku anak papa yang kuat dan tangguh," ucapnya pada diri sendiri memberi afirmasi terbaik untuk tubuhnya yang gemetar.

Suara jeritan dan kepanikan menambah suasana semakin mencekam. Ketegangan menggantung di udara.

"Hentikan! Hentikan jangan pukul anakku!" suara yang sangat Dea kenali terdengar lagi dari balik pintu.

"Menjauh dari Dea, sekali lagi kalian mendekatinya bukan hanya pukulan ku yang melayang!" hardik Akbar.

Dea mengernyitkan kening mendengar suara-suara keras di depan kamarnya. Perasaan marah tiba-tiba menggerakkan tubuhnya untuk mendekati pintu. Kali ini tangannya dengan mantap membuka handle pintu.

Harry sudah terkapar di depan pintu, mamanya berjongkok mengelus pipi Harry yang sudah memar dengan wajah sendu. Wajah yang tidak ia temukan saat tragedi malam itu menimpa dirinya. Dea menatap penuh kebencian pada sosok yang seharusnya menjadi malaikat pelindungnya

Sementara Akbar masih mengepalkan tangannya dengan wajah tegang, rahangnya yang tegas mengeras, alisnya saling bertaut. Ia menoleh ke arah Dea, wajahnya seketika berubah iba. Langkah kakinya siaga dan penuh waspada untuk melindungi Dea di balik punggungnya yang lebar.

"Masuk kembali ke kamarmu, Dek. Biar Abang yang tangani mereka." Gerakan Akbar lembut mendorong tubuh Dea untuk segera masuk. Tapi Dea tidak bergeming. "Apa kamu menunggu aku masuk ke dalam kamarmu?" tanyanya lembut namun seperti ancaman berbalut kalimat menggoda.

Dea melangkah mundur lalu masuk ke dalam kamar lagi.

"Hey Dea, Keluar kamu!" teriak Dini dari luar. "Cabut laporanmu sekarang juga! Kami akan menuntutmu balik!" ancam Dini.

"Mulai sekarang urusan Dea adalah urusanku, apa yang kalian inginkan sebenarnya?!" tanya Akbar dengan raut muka gusar. "Kalian pikir tindakan kalian ini tidak bisa aku laporkan?! Semua sudah terekam di sana!" Akbar menunjuk kamera cctv dengan dagunya.

Dengan susah payah Harry berusaha bangun, ia menarik lengan Dini yang masih berdiri menantang Akbar. "Sudahlah mam, lebih baik kita mengalah. Kita tidak bisa melawannya saat ini." Harry berusaha merangkul tubuh Dini.

"Sekarang atau selamanya kalian akan menghadapi ku! Jangan pernah dekati Dea lagi!" sebuah peringatan tegas Akbar ucapkan.

Harry terlihat gemetar dibawah tatapan mendominasi dari Akbar. Beberapa hari lalu ia sudah mencari tahu siapa sosok yang berdiri di hadapannya. Akbar bukan orang biasa, dia anak petinggi di instansi tempatnya bersekolah saat ini.

Harry menyeret langkah kaki menjauh. Tubuhnya yang nyeri ditambah lututnya yang sedikit gemetar membuatnya kesulitan menuruni anak tangga hingga Dini rela menjadi penyangga tubuh Harry.

Akulah Pelindungmu

Di depan kamar kostan Dea, Akbar menatap tangannya yang sedikit gemetar karena nyeri. Sebanyak dua kali buku-buku jarinya menghantam rahang Harry dengan keras. Ia menarik napas begitu dalam sebelum mengetuk pintu kamar Dea.

"Dea, ini Abang. Kamu bisa keluar sekarang."

Tirai jendela sedikit terbuka, sepasang mata mengintip keadaan luar dengan tatapan takut.

"Mereka sudah pergi, keluarlah," perintah Akbar.

Daun pintu bergeser ke dalam, wajah cantik Dea yang terbungkus ketegangan kini terlihat di hadapan Akbar. Rambutnya acak-acakan, matanya masih menyimpan airmata kesedihan.

"Kita bicara di luar, aku tidak ingin mengganggu tetangga kost kamu," ajak Akbar.

"Aku ambil tas dulu," pinta Dea

"Hem."

Roda mobil Akbar sudah meluncur ke jalan raya, menggilas debu jalanan yang lembab setelah gerimis tadi subuh baru saja membasahinya. Sebuah cafe di pinggir danau menjadi tujuan Akbar. Di dalam mobil, mereka hanya terdiam menatap jalanan yang masih lengang, udara di luar masih terasa segar tapi tidak dengan isi kepala mereka.

Dea mengekori jejak kaki Akbar setelah turun dari kendaraan. Hingga Akbar memilih meja yang terletak di sudut dan berhadapan langsung dengan hamparan air yang terkumpul di sebuah danau buatan. Lelaki itu memilih kursi panjang yang terbuat dari kayu jati Belanda, Dea duduk di ujung memberi jarak yang jauh dengan Akbar. Tatapannya jauh memandang hamparan air yang bergerak lembut.

"Boleh aku merokok?" tanya Akbar. Dea mengangguk. Sebatang rokok mild sudah terselip diantara dua jarinya. Ia hisap dengan kuat lalu menghembuskan dengan perlahan hingga membentuk liukan asap dan bergerak ke arah barat.

Akbar menoleh ke arah Dea sepintas, "Siapa mereka, Dea. Mengapa mereka senang sekali mengganggumu?" tanyanya.

Sementara keheningan yang Dea pilih. Bibirnya tetap mengatup. Helaan napasnya terdengar lelah.

"Mereka... keluarga baru mamaku," ucapnya lirih.

Akbar memutar sedikit tubuhnya menghadap Dea, "Lelaki itu... Lebih tua darimu, maksudnya dia Kaka tirimu?" tanyanya.

"He'em."

"Apa maksudnya cabut laporan, apa yang kamu laporkan?"

"Itu urusanku, Abang tidak perlu ikut campur!" cegah Dea.

"Tidak bisa, aku terlanjur masuk dalam urusanmu. Kamu tidak tahu siapa yang kamu hadapi, Dea. Mereka orang kuat, bagi mereka kamu hanyalah debu!"

"Tapi ini urusan keluarga." tolak Dea.

"Keluarga? Pelaku pemerkosaan masih kamu anggap keluarga?" tanya Akbar dengan tatapan kecewa.

Dea mengigit bibir dalamnya dengan kuat. "Ba-bagaimana Abang tahu permasalahannya?" tanya Dea gugup.

"Karena aku ada di sana saat lelaki itu berteriak di depan kamarmu," jawabnya.

"Harry pelaku pertama. Tapi aku gagal melaporkannya karena tidak cukup bukti. Sementara papa Syam adalah pelaku kedua yang berhasil aku laporkan, meskipun hari itu ia gagal melakukannya... Aku memiliki banyak bukti. Mereka tidak terima dipanggil sebagai terdakwa." Dea menarik napasnya dengan berat.

Dada Akbar bergetar. 'Artinya dia tidak punya siapa-siapa yang membantunya? Betapa kuat dan hebatnya perempuan kurus di hadapanku ini.' lirih Akbar dalam hatinya.

"Aku bisa membantumu, Dea. Bukti rekaman CCTV di tempat kost kamu bisa kita jadikan bukti pengakuan pelaku."

Dea menoleh ke arah Akbar, pupil matanya membesar. Ketakutan dan kegembiraan bercampur menjadi satu. "Bagaimana caranya," tanyanya ragu.

"Aku akan mengirim tim pengacara untuk membantu kasus mu," ucapnya ringan.

Dea mendesah pelan. Perasaan ragu dan bimbang menyelimutinya. Membayar satu pengacara saja uang simpanannya nyaris habis apalagi satu tim. Rasanya ia lelah melanjutkan kasus ini. Keinginan memenjarakan sang pelaku semakin samar karena ketidakberdayaannya. Baginya saat ini menjalani hidup lebih penting daripada menuntaskan dendamnya.

"Dea," panggilnya. Mata Akbar tidak lepas dari wajah ragu Dea. "Apa kamu mulai ragu untuk melanjutkannya? Apa mereka menawarkan sesuatu padamu?"

"Bang... Aku, aku tidak cukup uang untuk membayar tim pengacara. Untuk kehidupan sehari-hari saja aku harus bekerja di dua tempat. Aku berpikir, lebih baik cukup sampai di sini. Cukup membuat mereka jera, itu saja."

"Tapi buktinya mereka tidak jera. Mereka sedang mengukur kekuatanmu, makanya mereka menteror kamu, Dea," desak Akbar. "Masalah biaya pengacara itu urusanku, yang terpenting kamu siap menjalani persidangan."

"Jangan bang, aku tidak ingin punya hutang budi."

"Aku tidak memberi pinjaman padamu, ini murni karena ingin membantumu menerima keadilan," ucapnya lembut. "Jangan menerima apapun tawaran mereka untuk jalan damai. Mereka bukan keluargamu. Seharusnya keluarga berdiri sebagai pelindung bagimu, bukan menghancurkan mu, Dea." Akbar menggeser duduknya mendekati Dea, "jadikan aku pelindungmu, kamu bisa mengandalkan aku."

Dea tertunduk, bahunya bergetar halus. Airmatanya jatuh satu persatu di punggung tangannya.

Tangan Akbar mengulur menyentuh punggung tangan Dea, berusaha memberi kekuatan dan keamanan dari sentuhannya.

"Sudahi sedihmu, Beruang madu!" ucap Akbar dengan nada menggoda.

1
Astrid Kucrit
sampai di persimpangan yang membuat dilema
Aksara_Dee: dua² nya kusuka 😅
total 1 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
sabar ya hati2 yang kuat, hati2 yg lembut. akbar sakit berat. belum lagi donna mungkin dulu selalu mengalihkan memorinya jika mulai mengingat dea. 🥺🥺🥺🥺🥺🥺🤔
Aksara_Dee: Dea hrs kuat hatinya biar nggak goyah lagi
total 1 replies
Dee
Betul, Bu he..he..kok aku bela Akbar ya😆
Aksara_Dee: mmg butuh wkt ngasih oengertian keduanya
total 3 replies
Dee
Papa Bara itu papa Akbar sayang...
Aksara_Dee: yess mommy ❤️
total 1 replies
Dee
Hihi.. ikutin aja maunya Dea..
Dee: /Facepalm//Facepalm/
total 2 replies
Dee
Oh..please Dea, Akbar itu sakit beneran! Jd esmosi aku😬
Aksara_Dee: tapi bab selanjutnya ada miracle buat Akbar
total 3 replies
Dee
Thor, narasinya dari tadi buat aku senyum2 sendiri😁💖
Aksara_Dee: bisa ketemu lagi. Tuhan masih kasih mereka waktu untuk saling bermaafan dengan baik.
total 3 replies
Dee
OMG...🙃
Aksara_Dee: lewat telpon aja merasa terintimidasi
total 1 replies
Dee
Cakeep..👍
Dee
Lucu sekaligus menyedihkan.. dulu mereka begitu dekat, begitu hangat, tapi kini hanya saling menatap layaknya dua orang asing😢
Aksara_Dee: sedikit lagi ending ka 🙏😉
total 3 replies
Dee
Iya..lah kamu emang tampan Akbar, aku setuju itu hha..😎
Dee: /Drool//Drool/
total 2 replies
Dee
Tajem amat hidungnya Dea😁
Dee: /Facepalm//Facepalm/
total 2 replies
Dee
Ah..sudahlah...kamu tuh keren abis Akbar😌
Elisabeth Ratna Susanti
melahirkan memang moment luar biasa bagi seorang wanita 🥰
Aksara_Dee: serasa menggenggam dunia kalau anak sudah lahir, sehat wal Afiat
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
like plus iklan 👍
Aksara_Dee: thanks ka🩷🫶
total 1 replies
Dinar Almeera
Devan jangan terlalu sempurna jangan diborong semua please, soalnya aku makin mau yang kaya kamu di real life 😭😭😭 harus minta sama Tuhan dengan gaya apalagi astaga
Aksara_Dee: bikin ciwi² minder kan yaaa
total 1 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
akbar sangat perlu penanganan serius, banyak luka & trauma ditambah amnesia. begitu banyak kebohongan yang harus dia cari kebenarannya. ntah otaknya sanggup nerima atau tidak.
kasihan bara juga. semakin banyak yang sayang semakin bingung dia.
Aksara_Dee: semoga ya kaaa... biar surprise ahh
total 5 replies
Elisabeth Ratna Susanti
like plus iklan.
Elisabeth Ratna Susanti
iya janinnya harus dijaga
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
hidup tapi mati. donna hanya bisa mencintai akbar dari jauh.
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ: salahnya sendiri juga bapaknya salah ambil langkah. andai diadili & menerima hukumannya, mungkin bisa bertemu akbar walau tidak menyentuh.
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!