Secangkir Macchiato

Secangkir Macchiato

Bab 1 : Prologue

Sinopsis

Dealova Salsabila, gadis cantik yang memiliki segudang bakat. Pandai menari tradisional dan modern, melukis, membuat puisi dan novel, pandai memasak dan membuat kue, membuat handy Craft dan... segalanya. Seakan seluruh anggota tubuhnya memiliki mantra ajaib yang bisa merubah sesuatu yang biasa menjadi luar biasa.

Namun takdir Dealova tidak seindah bentuk tubuhnya dan tidak semulus pipinya yang bercahaya. Dia mengalami banyak hal menyakitkan yang membuatnya harus bertahan dan kuat menjalani kehidupan yang keras.

Perjalanan hidup membawanya mengenal sosok yang ia benci namun akhirnya sangat ia cintai dan juga mencintainya.

Dea merasakan cinta yang sesungguhnya, dilindungi, diratukan dan diperjuangkan.

Devano Anggoro, Lelaki tampan, karier sebagai abdi negara cemerlang dan memiliki segalanya, namun terjebak dalam kehidupan rumah tangga yang toxic bersama Kasandra Wijaya. Wanita manipulatif, manja, otoriter, pendendam dan angkuh.

Masa lalu Devan sangat kelam, ia memiliki ibu kandung yang dibuang oleh keluarga juga suaminya sendiri. Lantas Devan hidup bersama papa kandung yang otoriter dan ibu tiri yang kejam sejak usia remaja.

Devan berharap pernikahannya dengan Kasandra bisa membuka lembaran hidup lebih baik dan bisa membawa ibu kandungnya hidup bersama... Namun pernikahannya dengan Kasandra justru membuatnya semakin jauh dari ibu kandungnya dan Devan seakan terjebak dalam masa lalu.

Hidup bagi Devan hanya pengulangan sejarah masa lalu. Dia nyaris frustasi, karena cita-cita ingin membahagiakan ibu kandungnya terhalang banyak hal.

Kasandra bukan istri yang tepat untuk mewujudkan cita-citanya.

Hingga akhirnya Tuhan mempertemukan Devan dengan sosok perempuan yang sudah 'dihancurkan' oleh takdir.

Perjalanan cinta mereka terhalang oleh kebencian yang tanpa sengaja ia gores sendiri di dada sang pujaan hati dengan begitu dalam. Devan harus berjuang keras untuk mendapatkan kembali pujaan hatinya, meski jabatan dan kasih sayang putrinya harus ia pertaruhkan.

Akbar Mahendra, lelaki tampan yang memiliki keahlian menembak, ia seperti reinkarnasi dari tokoh dunia Simo Häyhä dan dijuluki Malaikat pencabut nyawa di kesatuan tempatnya berdinas.

Ia sangat mencintai Dealova, namun perasaan cintanya tidak mampu menjaga kehormatan sang kekasih hati, ia justru orang yang paling menghancurkan hidup Dealova dan menorehkan luka paling dalam di hati kekasihnya.

Berkali ia bersimpuh meminta maaf pada Dealova, keadaan tidak juga memihak padanya. Akbar, lagi dan lagi meninggalkan Dealova dan sang buah hati demi kehormatan keluarga juga kariernya di masa depan.

Takdir tidak mempertemukan mereka menjadi sebuah keluarga yang harmonis. Kehadiran Akbar dalam hidup Dealova hanya meninggalkan luka yang terbingkai menjadi kenangan buruk, bagai lukisan pemandangan yang salah dalam memberi warna, terpatri dalam kenangan berirama melodi duka.

Akbar adakah luka yang tidak bisa Dea benci.

Tokoh

Protagonis Perempuan

Nama : Dealova Salsabila

Usia : 21Tahun

Karakter : Lembut, baik, tulus, rajin, pemalu, ceroboh, tegas jika ia benar.

Pekerjaan : Penari dan Trainer

Protagonis Pria

Nama. : Devano Anggoro

Usia. : 35 tahun

Karakter : Tegas, teguh pendirian, dominan, bertanggung jawab, keras kepala, pekerja keras dan penyayang.

Pekerjaan : Abdi Negara (Komandan Akbar)

Antagonis Pria

Nama : Akbar Mahendra

Usia. : 27 tahun

Karakter : Baik, setia, pandai merayu.

Pekerjaan : Abdi Negara, pangkat Letnan dua

Antagonis Perempuan

Nama : Kasandra Wijaya

Usia. : 34 tahun

Karakter : Keras kepala, manipulatif, Otoriter, angkuh dan pendendam.

Pekerjaan : Pengusaha

...Awal Pertemuan...

Coffee Corner Cafe, Semarang, Tahun 2018.

Triingg!

Suara bel dari kuningan berbentuk lonceng bergoyang menyentuh bandul besi pertanda pintu cafe dibuka, lalu pintu tertutup kembali dengan kasar.

Dea dan Budi saling bertukar pandang karena pengunjung cafe pertamanya terlihat tidak ramah.

Seorang pria matang berpakaian loreng, baru saja melewati pintu masuk lalu menghempaskan tubuhnya di sofa cafe yang empuk, ia duduk di sudut paling sunyi dengan wajah tegang, kedua alisnya nyaris bertaut dengan lipatan di dahi membentuk tiga garis lurus dengan tegas, seakan menegaskan ketegangan dan ruwetnya isi kepala menggelayut di wajahnya.

Sesekali ia berdengus kesal, mengusap wajahnya dengan kasar dan puncaknya ia menggebrak meja cafe karena kekesalannya sendiri. Untungnya cafe masih dalam kondisi sepi di pagi itu, hanya suara lembut penyayi Andmesh mengalun menyanyikan lagu Hanya Rindu dari audio speaker woofer yang diputar.

Cafe kecil itu tidak memiliki banyak karyawan, meski Dea seorang barista, dia juga bertugas menyambut dan mencatat pesanan pengunjung yang datang.

Dea mendekat dengan langkah ragu. "Selamat pagi... Selamat datang di cafe kami, namun mohon maaf, cafe kami baru saja buka. Beberapa menu belum ready pagi ini, hanya coffe latte brown sugar, Expresso dan Caramel macchiato, menu pastry— " ucap Dea dengan nada rendah

"Macchiato!" jawabnya singkat dengan nada tegas dan suara sedikit meninggi.

"Pastry atau menu lainnya?" tanya Dea lembut. Devan melambaikan tangannya tanpa menatap ke arah Dea.

"Baik, mohon ditunggu pesanannya." Dea segera mempercepat langkah untuk membuat pesanan pria itu.

Selama menunggu mesin penggiling coffee bekerja, Dea memutar otak bagaimana caranya membuat pria itu sedikit rileks dan amarahnya mereda.

Sebuah ide muncul, Dea menuliskan sesuatu di kertas tisu. Setelah itu ia memulai membuat art latte dengan gambar wajah seorang perempuan tua seperti yang ada di wallpaper pria tadi yang sempat ia lihat.

"Terkadang, menikmati kopi tidak se-merdu nyanyian Hanya Rindu yang dibawakan Andmesh. Sesekali kita hanya menyeruput hampa dari kerinduan yang semakin menjauh untuk di gapai.

^^^Jika secangkir kopi ini adalah rindu, sekali menyeruputnya adalah sebuah pertemuan "^^^

Begitulah pesan yang Dea goreskan di atas kertas tissue.

Dea melangkah ke meja pengunjung yang berbaju loreng tadi, pria itu sedang menutupi wajah dengan kedua telapak tangan, sikunya ditekuk sebagai tumpuan.

"Ini kopinya pak, selamat menikmati." Dea segera berlalu setelah meletakkan kopi dan kertas tissue yang sempat ia tuliskan pesan di atas meja.

"Hmm... " jawabnya tanpa menoleh.

Dea kembali ke meja bartender untuk menata pastry dan cake yang sudah diantarkan pemilik cafe.

"Dea, kapan kamu akan ambil cuti?" tanya Budi.

"Minggu depan mas, hanya empat hari aja kok," jawab Dea sambil membersihkan etalase.

"Keren kamu, masih muda tapi sudah bisa tampil di panggung nasional," seru Budi.

"Ya mas kalau bukan karena mba Larasati yang memintaku jadi penari pengganti untuk pembukaan Asean games di Palembang, aku juga nggak tahu apa keterampilan menari ku akan dilirik panitia," ucap Dea merendah.

"Yo nggak toh, karena kamu mampu makanya kamu yang dipilih mba Larasati, dek," ucap Budi.

Dea melebarkan senyuman hingga deretan gigi putihnya terlihat, "doakan acaranya sukses ya mas, semoga aku nggak mengecewakan mba Laras."

Budi menepuk lembut bahu Dea, "aku yakin kamu bisa Dea."

Sementara di sudut cafe, Devan mendengarkan perbincangan dua orang yang beberapa menit lalu menyita perhatiannya. Ia membaca berulangkali tulisan yang tergores di tissue. Ia juga memotret art latte yang bergambar wajah ibunya.

Kemarahannya mereda dengan perhatian kecil Dea.

Satu persatu pengunjung berdatangan mengisi kursi cafe yang hanya tersedia sepuluh table. Dea dan Budi mulai sibuk dengan pesanan pengunjung yang beragam. Di sudut cafe, Devan terus memperhatikan gerak gerik Dea dan Budi dengan tanda tanya yang merayap perlahan di benaknya.

'Apa mereka menulis pesan pada setiap pengunjung?' tanya Devan dalam hatinya.

Setelah memperhatikan gerak gerik kedua karyawan itu, bisa dipastikan sang pembuat art latte adalah Dea.

Devan melambaikan tangan ke arah Dea. Dengan senyuman profesional Dea menghampiri Devan. Pria itu menyandarkan punggungnya di sandaran sofa lalu melipat tangan di atas dada dengan salah satu kakinya di silangkan di atas kaki lainnya, sangat santai dan terkesan menguasai keadaan. Devan menatap Dea dengan intens lalu menarik nafasnya dalam-dalam.

"Sungguh cantik gadis ini," gumam Devan.

"Aku memesan hanya satu gelas kopi, tapi kamu buat gambar wajah ibuku di atasnya, kamu pikir aku tega merusak wajah ibuku dengan cara meminum kopi ini." Devan menunjuk cangkir kopi dengan dagunya.

Dea menepuk keningnya dengan wajah lugu, "maaf pak, saya tidak terpikirkan itu, saya akan ganti kopinya." Tangan Dea mengulur ingin menarik cangkir, tapi tangannya di tepuk Devan dengan gemas.

Dea menaikan pandangannya menatap wajah Devan yang begitu dingin, seketika rasa takut menghampirinya karena tatapan dingin Devan membekukan hatinya.

"Siapa nama kamu?" tanya Devan

"De-dea."

"Nama lengkap." titah Devan nada suaranya menggetarkan dinding di dada Dea.

"Dealova Salsabila." ucapnya dengan wajah menunduk.

"Sebagai gantinya, gambar wajah ibuku di sini, kalau gambarmu menyerupai wajah ibuku, kopi ini akan aku minum," ucap Devan sambil menyodorkan ponsel pintarnya.

Devan meminta Dea menggambar pada sebuah aplikasi di ponselnya.

"Baik, pak. Bolehkah saya melayani dua pembeli dulu, jadi saya mohon waktu." Dea setengah membungkuk di depan Devan. Pria itu hanya mengangguk seperti raja yang sedang memberi titah pada pengawalnya.

Dea segera menyelesaikan semua pesanan, lalu duduk di depan Devan untuk menggambarkan wajah wanita yang diakui Devan adalah ibunya, hanya sekali melihat wajah itu, Dea sudah merekamnya di kepala.

Tangannya lincah menari di atas layar ponsel Devan dengan bantuan stylus pen. Butuh waktu sepuluh menit gambar sudah selesai dengan detail yang sempurna.

Selama Dea menggambar, mata Devan tidak pernah lepas menatap wajah Dea yang teduh dan ia mengagumi keseriusan gadis itu dalam menyelesaikan tugas, sebenarnya Dea bisa saja menolak perintah Devan. Tapi entah mengapa gadis itu menuruti kemauan Devan.

"Selesai!" ucap Dea dengan mengulas senyuman, lalu mendorong ponsel ke arah Devan. Tatapan Devan jatuh ke layar ponsel, hatinya tersentuh. Namun ia menutupi perasaan haru di depan Dea.

Tangannya sedikit bergetar saat mengangkat cangkir macchiato, karena kerinduan pada sang mama menyerbu perasaannya saat itu. Dia menyesapnya hingga tandas tanpa sisa.

Secangkir macchiato buatan Dea membawa perasaan baru di hati Devan.

Ia lalu mengambil dompet di saku celana dorengnya. "Terima kasih untuk coffee, puisi dan yang paling istimewa adalah gambar ini," ucap Devan dengan penuh wibawa.

Devan menyodorkan uang lembaran seratus ribuan sebanyak sepuluh lembar di depan Dea. Belum sempat Dea menolak, Devan sudah melangkah pergi dengan langkah kakinya yang panjang.

Terpopuler

Comments

Dee

Dee

Ish, jadi greget bacanya! 😆 Aku juga bisa gambar, lho! Mau dong aku yang gambar, biar Devan ngelihatin aku terus kayak dia liatin Dea. Siapa tahu hatinya jadi pindah ke aku, hehe...

2025-06-21

3

Dinar Almeera

Dinar Almeera

Kang Dedi nih kang Dedi bawa aja si Akbar ke barak jangan disuruh keluar lagi....

2025-06-21

2

R 💤

R 💤

sudah subscribe thorr... biar ga ketinggalan update /Smile/

2025-06-24

2

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Prologue
2 Bab 2 : Malam Tragedi
3 Bab 3 : Hidup Tetap Berjalan
4 Bab 4 : Serba Salah
5 Bab 5 : Harus Bangkit.
6 Bab 6 : Romantisme Palsu
7 Bab 7 : Mr. Macchiato
8 Bab 8 : Barista Kecil
9 Bab 9 : Kesepian
10 Bab 10 : Sentuhan
11 Bab 11 : Selamat Malam, mamas!
12 Bab 12 : Kenangan Yang Berputar
13 Bab 13 : Celah
14 Bab 14 : Rindu
15 Bab 15 : Kita Selesai.
16 Bab 16 : Penjajah VS Pencuri Kecil
17 Bab 17 : Tamu Untuk Mama
18 Bab 18 : Rumit
19 Bab 19 : Perpisahan Sementara
20 Bab 20 : Happy birthday, Ca!
21 Bab 21 : Bukit Sikunir
22 Bab 22 : Pengabdi Alam
23 Bab 23 : POV Kasandra (1)
24 Bab 24 : POV Kasandra (2)
25 Bab 25 : POV Devano
26 Bab 26 : Kerinduan
27 Bab 27 : Makan Malam
28 Bab 28 : Kemesraan Di ujung Perpisahan
29 Bab 29 : Rencana
30 Bab 30 : Beruang Madu
31 Bab 31 : Sembunyikan Dea
32 Bab 32 : Mencari Kerja
33 Bab 33 : Wang 'Macho'
34 Bab 34 : Gema Kerinduan
35 Bab 35 : Kebenaran Yang Tersumbat
36 Bab 36 : Posesif
37 Bab 37 : Cermin Luka
38 Bab 38 : Dendam
39 Bab 39 : Malam Sendu
40 Bab 40 : Move On
41 Bab 41 : Jalan Buntu Kebahagiaan
42 Bab 42 : "Abang, Aku Hamil!"
43 Bab 43 : Sama-sama Terluka
44 Bab 44 : Undangan Pernikahan
45 Bab 45 : Cinta Untuk Dea
46 Bab 46 : Kebohongan Dona
47 Bab 47 : Cucu Laki-laki
48 Bab 48 : Hey, Malaikat kecil!
49 Bab 49 : Maaf. Aku Masih Mencintaimu...
50 Bab 50 : Anak Spesial
51 Bab 51 : Memori Yang Kembali
52 Bab 52 : Parkit Hijau
53 Bab 53 : Demi Bara
54 Bab 54 : Tanya Yang Menguap
55 Bab 55 : Rasa Kamu
56 Bab 56 : Perpisahan Sementara
57 Bab 57 : Ablasio Retina
58 Bab 58 : Kematian Palsu
59 Bab 59 : Belum Sepenuhnya Yakin
60 Bab 60 : Orang Asing
61 Bab 61 : Induk Yang Marah
Episodes

Updated 61 Episodes

1
Bab 1 : Prologue
2
Bab 2 : Malam Tragedi
3
Bab 3 : Hidup Tetap Berjalan
4
Bab 4 : Serba Salah
5
Bab 5 : Harus Bangkit.
6
Bab 6 : Romantisme Palsu
7
Bab 7 : Mr. Macchiato
8
Bab 8 : Barista Kecil
9
Bab 9 : Kesepian
10
Bab 10 : Sentuhan
11
Bab 11 : Selamat Malam, mamas!
12
Bab 12 : Kenangan Yang Berputar
13
Bab 13 : Celah
14
Bab 14 : Rindu
15
Bab 15 : Kita Selesai.
16
Bab 16 : Penjajah VS Pencuri Kecil
17
Bab 17 : Tamu Untuk Mama
18
Bab 18 : Rumit
19
Bab 19 : Perpisahan Sementara
20
Bab 20 : Happy birthday, Ca!
21
Bab 21 : Bukit Sikunir
22
Bab 22 : Pengabdi Alam
23
Bab 23 : POV Kasandra (1)
24
Bab 24 : POV Kasandra (2)
25
Bab 25 : POV Devano
26
Bab 26 : Kerinduan
27
Bab 27 : Makan Malam
28
Bab 28 : Kemesraan Di ujung Perpisahan
29
Bab 29 : Rencana
30
Bab 30 : Beruang Madu
31
Bab 31 : Sembunyikan Dea
32
Bab 32 : Mencari Kerja
33
Bab 33 : Wang 'Macho'
34
Bab 34 : Gema Kerinduan
35
Bab 35 : Kebenaran Yang Tersumbat
36
Bab 36 : Posesif
37
Bab 37 : Cermin Luka
38
Bab 38 : Dendam
39
Bab 39 : Malam Sendu
40
Bab 40 : Move On
41
Bab 41 : Jalan Buntu Kebahagiaan
42
Bab 42 : "Abang, Aku Hamil!"
43
Bab 43 : Sama-sama Terluka
44
Bab 44 : Undangan Pernikahan
45
Bab 45 : Cinta Untuk Dea
46
Bab 46 : Kebohongan Dona
47
Bab 47 : Cucu Laki-laki
48
Bab 48 : Hey, Malaikat kecil!
49
Bab 49 : Maaf. Aku Masih Mencintaimu...
50
Bab 50 : Anak Spesial
51
Bab 51 : Memori Yang Kembali
52
Bab 52 : Parkit Hijau
53
Bab 53 : Demi Bara
54
Bab 54 : Tanya Yang Menguap
55
Bab 55 : Rasa Kamu
56
Bab 56 : Perpisahan Sementara
57
Bab 57 : Ablasio Retina
58
Bab 58 : Kematian Palsu
59
Bab 59 : Belum Sepenuhnya Yakin
60
Bab 60 : Orang Asing
61
Bab 61 : Induk Yang Marah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!