Terjebak dalam sebuah pernikahan yang tidak pernah dia impikan membuat kehidupan Anik Saraswati menjadi rumit.
Pernikahannya dengan seorang dokter tampan yang bernama Langit Biru Prabaswara adalah sebuah keterpaksaan.
Anik yang terpaksa menjadi mempelai wanita dan Dokter Langit pun tak ada pilihan lain, kecuali menerima pengasuh putrinya untuk menjadi mempelai wanita untuknya membuat pernikahan sebuah masalah.
Pernikahan yang terpaksa mereka jalani membuat keduanya tersiksa. Hingga akhirnya keduanya memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka.
Jika ingin membaca latar belakang tokoh bisa mampir di Hasrat Cinta Alexander. Novel ini adalah sekuel dari Hasrat Cinta Alexander
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Putri761, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Langit Pun Terkejut
Setelah mendengar cerita tentang seseorang yang sering mengunjungi putrinya di sekolah. Ke-esokan harinya Langit berniat untuk mendatangi kembali sekolah tempat Ana belajar.
Pria yang selalu disibukkan dengan pekerjaannya di rumah sakit itu sengaja meluangkan waktu untuk pergi ke sekolah putrinya. Tentu untuk mencari tahu tentang siapa yang sering mengunjungi putrinya.
Mobil melaju dengan kecepatan penuh menuju sekolah Ana. Kaca mata hitam yang bertengger di pangkal hidung mancungnya itu seolah meredam silaunya mentari yang sangat terik pada siang itu.
Mobil terhenti sejenak hingga security sekolah membukakan pintu gerbang. Dengan kaca jendela setengah terbuka, Langit pun melajukan sedan mewahnya masuk ke halaman sekolah.
Langkah kakinya yang tergesa pun tertuju pada ruang guru. Kali ini dia akan mengorek keterangan dari gurunya.
Beberapa menit Langit menunggu dengan gelisah. Hingga akhirnya seorang wanita bertubuh gempal dengan baju batik yang dipadu dengan jilbab segi empat yang menjuntai hingga di bawah dada itu masuk ke dalam ruangan.
"Assalamualaikum, Pak Langit." ucap salah satu guru kelas Ana saat masuk ke dalam ruangan.
" Waalaikumsalam salam." jawab Langit, sementara itu suasana sedikit kaku. Ibu guru pun merasa pasti adalah masalah serius yang ingin dibicarakan wali muridnya, hingga orang sesibuk Langit pun meluangkan waktu untuk berkunjung.
"Begini, Bu. Saya hanya ingin tahu, apa ada seseorang yang sering mengunjungi Ana?" tanya Langit dengan menatap tajam sosok guru di depannya.
Bu guru itu terdiam sejenak dan kembali menatap Langit, mempertimbangkan jawaban apa yang seharusnya dia berikan pada pria yang tengah menatapnya dengan sorot mata menuntut.
" Saya sebagai walinya Ana. Saya berhak tahu kondisi putri saya disekolah, Bu." desak Langit dengan suara yang terdengar dingin.
" Saya bisa saja, memindahkan Ana dengan alasan keselamatan putri saya karena sekolah membiarkan orang asing bertemu putri saya." lanjut Langit dengan suaranya yang terdengar lebih tajam.
"Jangan, Pak!" sergah Ibu guru tersebut. Beliau memang tidak ingin nama baik sekolahnya tercoreng.
"Tapi bisakah Pak Langit berjanji untuk tidak melukai mamanya Ana? Dia memang sudah bersalah dengan melakukan perselingkuhan itu, tapi sepertinya ibu yang baik dan Ana sangat merasa nyaman. Maaf, bukannya saya mencampuri urusan rumah tangga Bapak, tapi saya bicara seperti ini karena semua akan berimbas pada perkembangan Ana."
Mendengar penjelasan Ibu guru Langit mengernyitkan dahi dan memiringkan sedikit kepala. Kali ini lirikannya begitu menghujam diiringi rasa penasaran dalam pikirannya. Dia benar-benar tidak faham tentang siapa yang dimaksud guru putrinya.
" Ana juga lebih ceria setelah bertemu mamanya dan terlihat sangat nyaman saat mereka sedang berdua. Apapun itu, saat menyangkut murid kami di lingkungan sekolah, kami akan sangat memperhatikannya, Pak!" lanjut wanita berkerudung itu.
"Apa dia menggunakan mobil mewah?" lirih Langit dengan penuh keraguan. Dia tidak akan bertanya siapa nama Mama Ana, karena itu terkesan akan lucu bagi orang yang tidak mengerti detail cerita tentang kehidupannya.
"Nggak, Pak. Setiap datang Mbak Anik selalu naik taxi." jelas guru Halimah.
Seketika Langit terhentak kaget. Dia bisa saja menyembunyikan perasaan terkejutnya saat mendengar nama Anik. Tapi, tidak dengan perasaannya, jantungnya berdetak lebih kencang, hatinya jadi tak menentu hingga tanpa sadar dia pun mematung saat jiwanya sedang bergejolak.
"Jadi, jika ada masalah diantar orang tua saya harap bisa di selesaikan dengan baik-baik, hingga tidak menjadi beban anak." lanjut Bu Halimah menyadarkan Langit dan segala rasa yang tiba-tiba menyergap dalam hatinya.
"Iya, Bu. Oh ya, setiap hari apa mamanya Ana mengunjungi putri kami?" tanya Langit tanpa sadar menyebut Ana sebagai putri mereka.
" Tidak bisa dipastikan, Pak! Tapi, lebih sering saat weekend." jawab Bu Halimah.
Langit hanya mengangguk faham hingga akhirnya bel pulang pun berbunyi. Suara riuh doa dan nyanyian anak-anak menjelang pulang pun terdengar hingga di kantor.
" Baiklah saya ucapkan terima kasih, Bu. Hari ini, Anak akan pulang bersama saya saja." ucap Langit. Itu artinya dua hari ini Ana tidak pulang dengan mobil jemputan sekolah.
Mereka berdua pun mengakhiri pembicaraan itu. Dan kini, berjalan bersama menuju kelas Ana.
###
"Kamu yakin aku turunkan di sini?" tanya Rini kembali meyakinkan saat Anik turun dari motor buntutnya di depan warung soto.
"Iya, Mbak. Nanti aku bisa pulang naik taxi." jawab Anik sambil tersenyum.
" Baiklah, aku balik dulu, ya!" pamit Rini.
"Terim kasih, Mbak. Hati-hati dijalan." sambut Anik saat Rini kembali men stater motornya.
Anik pun melambaikan tangan, mengiringi kepergian Rini.
Hari ini, dia memang sangat menginginkan makan soto di salah satu warung soto yang terkenal enak di kota itu. Hingga akhirnya sepulang kerja dia memutuskan menuntaskan keinginannya yang terus mendesak hingga membayangkannya saja air liurnya rasanya ingin menetes.
Sekilas dia menatap suasana di luar, sore itu nampak sudah mulai petang. Hingga akhirnya niatnya yang ingin makan di tempat pun diurungkan.
"Bungkus satu ya, Pak!" ucap Anik kemudian mencari tempat duduk. Kakinya merasa sangat pegal jika kelamaan berdiri.
Tidak butuh waktu lama, akhirnya salah satu pelayanan membawakan pesanannya.
Dengan menenteng plastik hitam Anik pun keluar dari warung soto yang cukup ramai. Tatapannya mengedar mencari tempat yang nyaman untuk memesan taxi online.
" Tin...tin...." sebuah klakson menyita perhatiannya hingga akhirnya mobil Pajero putih yang sangat dia hafal milik Biru pun berhenti tepat di depannya.
Anik membuang nafas kasar, tapi dia tidak bisa pergi begitu saja saat pemilik Pajero itu berlari berjalan ke arahnya.
" Ayo, aku antar pulang!" ucap Biru yang tengah berdiri di depan Anik.
" Ini sudah hampir magrib, tidak baik ibu hamil berada di jalan saat waktu petang." desak Biru dengan bujukan mautnya yang tidak memberi kesempatan Anik untuk mengelak.
" Tapi, aku udah mau pesan taxi." jawab Anik masih berusaha bertahan.
" Baru akan, berarti belum, kan?" goda Biru membuat Anik tak lagi bisa menolak apalagi pria itu langsung membuka pintu mobilnya.
Anik kembali menatap Biru dengan ragu, tapi pria itu malah tersenyum sopan dan mengangguk. Perlakuan Biru membuat Anik yang awalnya merasa gamang pun akhirnya berani masuk ke dalam mobil.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Sesekali dia melirik jari-jari wanita di sebelahnya yang terus saling meremas.
" Apa yang kamu takutkan?" tanya Biru memecahkan kebisuan diantar mereka.
" Nggak ada, Mas." jawab Anik singkat.
"Jika ada masalah atau sesuatu yang mengganjal kamu bisa cerita ke aku." lanjut Biru.
Banyu Biru yang katanya sudah selesai dengan masa mudanya yang sangat pintar menaklukkan hati wanita, kini keahliannya sebagai play boy pun berada pada mode On saat bertemu Anik.
" Nggak ada kok, Mas." jawab Anik masih dengan menundukkan pandangannya.
"Kamu bisa percaya padaku, Saras." sambut Biru hingga membuat Anik menoleh dan tersenyum padanya.
Tak terasa mereka sudah sampai di depan kontrakan Anik, tepatnya di rumah Naira. Tapi kali ini Biru tidak ikut turun dengan alasan ingin cepat sampai rumah.
Anik menatap mobil Biru yang sudah semakin menjauh. Dalam hatinya pun berbisik, mungkin Biru pria yang baik, apalagi Mbak Naira juga sangat baik.