Pernikahan yang terjadi karena hamil duluan saat masih SMA, membuat usia pernikahan Ara dan Semeru tidak berjalan lama. Usia yang belum matang dan ego yang masih sama-sama tinggi di tambah kesalah pahaman, membuat Semeru menjatuhkan talak.
Setelah 7 tahun berpisah, Ara kembali bertemu dengan Semeru dan anaknya. Namun karena kesalah fahaman di masa lalu yang membuat ia diceraikan, Semeru tak mengizinkan Ara mengaku di depan Lala jika ia adalah ibu kandungnya. Namun hal itu tak membuat Ara putus asa, ia terus berusaha untuk dekat dengan Lala, bahkan secara terang-terangan, mengajak Semeru rujuk, meski hal itu terkesan memalukan dan mudahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CARI KADO
Setelah mendapatkan sepatu untuk Jani, Ara dan Juno singgah di toko aksesoris. Ara yang tak punya uang berlebih, namun ingin memberi Jani kado, menjatuhkan pilihan pada aksesoris. Benda tersebut rasanya masih terjangkau oleh kantongnya.
"Yang mana Jun yang bagus?" Ara berkeliling dengan Juno, melihat-lihat aksesoris di sebuah toko.
"Lucu-lucu sih, tapi apa nanti si Rinjani bawel itu, gak ngambek kalau cuma dikasih aksesoris," tangan kanannya, membuat tanda kutip.
"Aku mau ngasih sepaket Jun, gak kayak kamu cuma gantungan kunci 20 ribu," Ara cekikikan kalau bahas itu. Ia berniat membelikan beberapa jepitan rambut, bando, gantungan kunci, juga beberapa printilan kesukaan cewek, tak seperti Juno, yang hanya ngasih sebuah gantungan kunci. "Jun, cantik gak?" Ara mencoba sebuah bando, sambil tersenyum, menunjukkan pada Juno.
"Cantik, cantik banget. Kak Ara pakai apa aja cantik. Awww. " Juno kaget saat ada yang mendorong kepalanya ke depan.
"Meru!" Ara terkejut melihat suaminya tiba-tiba muncul. "Kok ada disini?"
Juno membalikkan badan, keningnya mengkerut memperhatikan penampilan abangnya dari atas ke bawah. Cowok itu masih memakai kaos team futsal. lengkap dengan sepatunya. "Cepet banget futsalnya?"
Meru tak menjawab, melepas bando di kepala Ara, meletakkan kembali ke tempatnya. "Haus validasi banget. Apa semua cewek kayak gitu, haus validasi, haus pengakuan? Pengen banget ya, mendengar orang lain muji cantik?"
"Apaan sih, gak jelas banget," Ara malah nyengir.
Meru mengambil sebuah jepitan rambut, lalu membuka plastiknya.
"Meru!" Ara panik, mencoba menghentikan Meru. "Gak boleh dibuka sebelum dibayar," takut dimarahin penjual.
"Bawel," Meru menepis tangan Ara yang berusaha menghalanginya.
"Mas, kok dibuka plastiknya," tegur penjaga toko, mendekati Meru. "Sudah ada keterangan gak boleh dibuka sebelum dibayar."
"Tenang aja, aku bayar." Meru menarik poni Ara kesamping, lalu menjepitnya. Gerakannya yang cepat, membuat Ara tak bisa menahannya. "Buruan bayar!" melihat tempelan harga pada kemasan. "Sepuluh ribu."
"Kok aku," Ara menunjuk dirinya sendiri, bingung.
"Kan kamu yang pakai," sahut Meru santai, tanpa rasa bersalah. "Buruan bayar, nurut kata suami."
"Su-suaminya?" penjaga toko tersebut tampak heran, telunjuknya mengarah pada Meru, sedang matanya menatap Ara. Mereka terlihat seperti masih remaja.
"Kayak gak pernah kecil aja," celetuk Meru. "Biasa, main suami istri suami istrian," ia tersenyum tipis. "Kamu kecilnya kurang bahagia ya Mbak?" masih bisa meledek meski habis ditegur.
Ara membuka tas slempangnya, mengeluarkan uang sepuluh ribu lalu menyerahkan pada penjaga toko. Setelah wanita itu pergi, ia lanjut memilih kado untuk Jani.
"Abang kok tiba-tiba ada disini sih?" tanya Juno, masih penasaran soal itu.
"Baru ingat, kalau belum nyari kado buat Jani," Meru beralasan. "Tahu sendiri, kakak kamu itu bakal ngambek kalau ada yang lupa ngasih kado di hari ulang tahunnya."
"Adik kamu itu," Juno nyengir saat Meru menyebut Jani kakaknya. "Eh, tapi kok tahu sih, posisi kami ada disini?" rasa penasarannya emang besar.
"Lupa, Abang kamu ini pintar."
"Apa hubungannya sama pintar?"
"Banyak. Kamu belajar, pintar dulu, nanti baru tahu hubunganya."
"Kenapa gak ngasih tahu sekarang aja sih, ribet."
"Aku suka yang ribet."
Setelah mendapatkan apa yang dicari, mereka bertiga keluar dari toko tersebut. Meru yang lapar, mengajak keduanya ke foodcourt untuk mengisi perut.
"Ngapain dilepas?" Meru menahan tangan Ara yang hendak melepas jepitan di poninya.
"Aku gak suka poninya dijepit kayak gini."
"Kak Ara emang lebih cantik kalau ada poninya," Juno menyatakan pendapatnya.
"Sok tahu bocil," Meru langsung memelototi adiknya. "Hargai pemberian orang," kembali menatap Ara.
"Pemberian siapa? Perasaan aku bayar sendiri."
"Nanti aku ganti duitnya di rumah." Meru berdiri, membetulkan kembali posisinya jepit di rambut Ara. Karena Meru belum punya kado untuk Jani, selepas makan, mereka bertiga kembali berkeliling mall, kali ini yang disasar adalah toko tas.
Meru bukan tipe orang yang ribet, yang nyari kado harus sesuai banget dengan tipe Jani. Yang menurutnya bagus, kata Ara dan Juno juga bagus, langsung ia beli. Lagian males kalau masih harus berkeliling, udah capek juga.
"Beliin ini dong," Ara menunjukkan sebuah tas pada Meru. Sebenarnya uangnya ada untuk beli tas tersebut, tapi sayang, lebih baik ia tabung. Kalau bisa minta dibelikan Pak Su, kan untung.
"Dih, belum lama nikah, udah berani minta-minta."
"Pelit."
Meru tak menggubris kata-kata Ara, berjalan ke tempat kasir, membayar tas untuk Jani.
Ara berdecak kesal, mengembalikan tas tersebut ke etalase.
Karena sudah tak ada yang mau dibeli, mereka keluar dari mal, berpisah di basement. Ara tak lagi ikut mobil Pak Slamet, ia ikut mobil Meru.
"Aku ke toilet bentar ya, tiba-tiba kebelet. Kamu tunggu di dalam mobil," Meru membukakan pintu untuk Ara.
Cukup lama juga Ara menunggu di mobil. Menggerutu karena menunggu itu memang menyebalkan. Dan akhirnya, yang ditunggu datang juga, namun ada yang berbeda. Kening Ara mengkerut, memperhatikan tangan Meru. Perasaan tadi pas mau ke toilet, gak bawa apa-apa, kenapa sekarang nenteng sesuatu.
"Nih," Meru yang baru masuk ke dalam mobil, meletakkan sebuah paperbag ke pangkuan Ara.
Ara tersenyum meski belum melihat isinya. Paperbag tersebut sama dengan paperbag dari toko tempat mereka membeli tas untuk Jani. Dugaannya tepat, isinya tas yang tadi ia tunjukkan pada Meru. "Makasih Mas suami," sebuah kecupan Ara daratkan di pipi Meru.
Momen ulang tahun Jani, menjadi awal kedekatan gadis itu dengan Ara. Jani menyukai kado dari Ara, juga kue ulang tahun buatan iparnya tersebut.
Ara banjir pujian hari itu, kuenya disukai semua orang.
...----------------...
nenjadi satu keluarga yg saling menghargai...
thor...
masih ngikut..
ngakak jgaa gara2 rujak .
masih ngikut..
eh akhirnya senyum2..
teeerharu...
bisa diambil pelajarannya
berat deh klau punya ipar kyak imel
semeru.....
semangat terus thor...
aq berusaha mbaca maraton ini cerita?