PERNIKAHAN TANPA CINTA

"Kenapa kau tidak membalas ciumanku, hem?", tanya Edxel terdengar begitu lembut sambil mengusap wajah cantik Sidney.

"Aku Sidney, Ed. Bukan Anatasha", balas Sidney nyaris tak terdengar. "Kau sendiri yang mengatakan jangan main perasaan di pernikahan palsu kita", sambungnya memberanikan diri menatap Edxel yang begitu dekat dengannya.

Mendengar ucapan Sidney seketika Edxel melepaskan tangannya dari wajah Sidney dan menjauh dari gadis itu. Spontan raut muka yang tadi terlihat hangat menjadi dingin tak bersahabat. "Siapa yang memberi tahu mu nama itu?", tanya Edxel terdengar ketus dan tidak suka pada kata-kata Sidney yang terlontar dari mulutnya beberapa saat yang lalu.

Sidney memberanikan diri membalas tatapan tajam seperti hendak menghunus jantungnya itu. "Kenapa kamu begitu marah, aku menyebut nama itu? Berarti Daniella benar, kau belum bisa melupakan tunangan mu, Ed", ujar Sidney dengan kedua mata berkaca-kaca menatap Edxel yang tetap memancarkan sorot tajamnya pada Sidney.

"Aku ucapkan terimakasih atas perhatian mu mengirim Anabel-Anabul kemari. Aku tidak akan kesepian lagi di tempat ini. Jangan kuatir, aku tetap menjadi istri mu di atas kertas. Aku tidak akan melupakan kewajiban ku selama kerja sama kita berlangsung dan aku tidak akan melanggar poin-poin yang telah kau tetapkan. Hingga akhir", ucap Sidney penuh keyakinan dengan suara bergetar dan menatap sayu laki-laki yang berdiri dihadapannya. Satu menit kemudian ia berlari meninggalkan Edxel sendirian yang diam terpaku tanpa kata-kata yang keluar dari mulutnya.

Edxel mencerna semua penuturan Sidney barusan. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyakiti mu, Sid. Aku menyukai mu, tapi kamu benar sekali mengatakan aku belum bisa melupakan Anatasha. Sampai kapanpun ia akan selalu ada di hatiku".

*

Pagi ini, Sidney terlihat tidak bersemangat. Sejak kejadian di pantry beberapa jam yang lalu ia tak bisa memejamkan matanya untuk melanjutkan tidur di sisa malam.

Edxel memenuhi pikirannya. Kalau mau kebenarannya, Sidney merasa begitu nyaman di dekat laki-laki itu. Suaminya. Heh. Ya suami, lebih tepatnya suami bohongan yang terjadi dengan selembar kertas dengan tanda tangan di atasnya.

Mirisnya kini ia mulai menyukai laki-laki itu. Edxel selalu bersikap baik padanya dan laki-laki itu menepati janjinya, benar-benar membantu keluarga Sidney lepas dari masalah yang membelit mereka.

Jika harus di sebut seperti pasangan sesungguhnya keharmonisan keduanya bisa terlihat dari luar. Namun sebenarnya mereka adalah dua orang asing yang bersama karena selembar kertas perjanjian. Simbiosis mutualisme, lebih tepatnya untuk mengatakan hubungan ia dan Edxel.

Edxel yang memulai semua ini. Laki-laki itu yang berhak menentukan semuanya. Namun tadi malam Sidney berani mengatakan kebenaran di hadapan Edxel. Karena tadi malam Sidney pun mengetahui bahwa perasaan Edxel telah habis pada tunangan nya. Tak menyisakan tempat satu titik pun di sudut hatinya untuk menerima hati yang lain, hanya ada Anatasha di hati laki-laki itu.

Sidney merasa Edxel menciumnya hanya karena kesepian bukan karena memiliki perasaan istimewa padanya. Sidney sadar akan hal itu. Ia tidak akan berharap dan mengikis semua perasaan yang mulai tumbuh.

Sidney menatap wajahnya di depan cermin. Ada perasaan sedih di sana.

Tok..

Tok..

Dengan tidak semangat gadis itu menolehkan wajahnya pada pintu. "Masuk!", ucapnya.

"Ceklik..

Sidney tersenyum melihat Letty yang datang membawa nampan berisi sarapan pagi.

"Selamat pagi nona Sidney", sapa pelayan itu sambil menaruh nampan di atas meja sofa.

"Letty...Apa suami ku sudah turun makan pagi? Kenapa kau membawa sarapan ku ke kamar?".

"Sebelum pergi tuan Edxel memintaku mengantarkan makanan nona. Menjelang fajar tuan sudah pergi bersama Roland asistennya nona. Tadi saya sempat mendengar percakapan mereka akan mengunjungi proyek di Palermo", ujar Letty tersenyum sambil menyisir rambut indah Sidney di depan cermin.

Sidney tak bergeming. Namun gadis itu berpikir, apa Edxel akan selalu menghindarnya dengan pergi secara tiba-tiba begitu setelah menyentuhnya? Entahlah.

"Aku akan makan, kemudian bisakah kau meminta pekerja menyiapkan kuda untuk ku Letty? Aku ingin berkeliling perkebunan, karena kemarin aku tidak jadi melaluinya.

"Tentu saja bisa nona. Kalau begitu selagi nona sarapan, saya akan meminta Bruno menyiapkan kuda nona", ujar Letty minta izin turun ke bawah.

Kini Sidney duduk di sofa menatap nampan dengan makanan dan susu hangat di atas. Namun yang membuat berbeda dari hari-hari lainnya di nampan terdapat setangkai bunga mawar putih.

Sidney mengambilnya, mencium bunga itu begitu harum khas menyejukkan suasana hati gadis itu.

Bukan hanya itu saja, Sidney mengambil amplop putih yang ada di tatakan. Gadis itu segera membuka dan membacanya.

"Good morning. Jangan lewatkan makan pagi mu, gadis pembangkang. Aku tidak mau melihat istri ku kelaparan seperti semalam"

Sidney menghela nafas, dengan kedua mata melebar melihat kertas putih di tangannya yang tidak ada nama siapa pun di sana. Namun Sidney menduga itu tulisan tangan Edxel. Karena hanya laki-laki itu yang memanggilnya gadis pembangkang seperti yang tertera di kertas itu.

Senyum simpul menghiasi sudut bibirnya. Kejadian semalam begitu membekas di kepalanya. Sidney mengira Edxel akan marah dan tidak menyapanya lagi setelah kejadian semalam di mana ia menyinggung nama Anatasha yang membuat raut wajah laki-laki itu seketika berubah.

"Tapi ternyata ia tidak mendiamkan aku dengan pesan dan bunga ini", gumam Sidney berdiri mengganti bunga di dalam vas dengan setangkai bunga mawar putih pemberian Edxel pagi ini yang membuat perasaan gadis itu senang.

*

Sidney tengah bermain dengan kucing-kucingnya di lantai bawah yang sejak pagi kucing-kucing lucu itu di pindahkan ke tempat yang lebih baik sesuai perintah Edxel pada Letty.

Matahari sudah mencapai puncaknya. Sidney baru saja selesai makan siang.

"Akhirnya kita bertiga berkumpul lagi. Aku berharap segera berkumpul bersama mommy, daddy dan Matilda. Aku merindukan mereka yang kini tinggal sangat jauh dari ku", ucap Sidney pelan sambil mengusap punggung Anabel.

"Kita harus bersabar, karena mom sedang menjalani pengobatan terbaik. Menurut daddy kondisi mommy saat ini stabil dan tubuhnya bisa menerima obat-obat baru yang di berikan dokter si sana.

"Tidak lama lagi kita bersama mom", ucap Sidney tersenyum. Namun sebenarnya gadis itu menangis, nampak dari ia mengusap bawah matanya yang berkaca-kaca dan memerah.

Beberapa menit kemudian..

"Nona Sidney maaf mengganggu anda, tuan Edxel mengirim sopirnya menjemput nona untuk datang ke perusahaan sekarang juga".

Brigitta berdiri di belakang Sidney yang tengah duduk di sofa dengan kaki di luruskan sambil memangku Anabul.

Mendengar penuturan Brigitta, Sidney mengangkat wajahnya menatap pelayan itu. "Ke perusahaan Edxel? Kenapa ia memintaku ke sana?", gumamnya.

"Maaf nona Sidney, saya hanya menyampaikan perintah tuan", jawab Brigitta permisi melanjutkan pekerjaannya di pantry.

Sidney berdiri dari tempat duduknya. "Ada apa Edxel meminta aku ke perusahaannya. Huhh... ada-ada saja, bahkan aku tidak membawa pakaian formal. Aku harus memakai apa ke sana?", gumam Sidney dengan wajah kebingungan menuju kamarnya.

...***...

To be continue