Wira, pria pemalas yang sering membuat orang tuanya marah. Selain pemalas, Wira juga seorang pengangguran dan hobby menyaksikan film dewasa.
Suatu hari, Wira mengalami peristiwa yang membuatnya tiba-tiba berada di dunia lain dan terjebak dalam masalah tujuh wanita cantik yang menganggap mereka adalah bidadari.
Untuk memecahkan misteri keberadaannya di dunia itu, mau tidak mau Wira harus menjadi pelindung tujuh bidadari tersebut.
Berbagai masalah pun menghampiri Wira, termasuk masalah asmara terlarang antara manusia dan para bidadari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menikmati Air Terjun
"Wahh, air terjunnya indah sekali," puji Dewi Ungu begitu dia dan Wira telah sampai di tempat tujuannya.
Mata Dewi Ungu langsung berbinar, menatap keindahan alam yang terpampang di depan matanya. Bidadari itu segera saja melangkah dari satu batu ke batu lain agar bisa lebih dekat dengan air terjun yang cukup besar tersebut.
"Jangan terlalu dekat, Dek! Bahaya!" seru Wira memperingati.
Pemuda itu memilih duduk di atas rumput untuk melepas lelah setelah menempuh perjalanan yang cukup menantang kala menuju air terjun tersebut.
Jaraknya memang tidak terlalu jauh dari rumah rumah yang Wira huni, tapi jalan yang agak terjal membuat pria itu selalu bersikap hati hati sampai dia benar benar berada di tempat tujuan dengan selamat.
Dewi ungu melempar senyum. Meski mulutnya tidak bersuara, Dewi Ungu tetap menuruti perintah Wira agar tidak terlalu dekat dengan air terjun karena memang airnya begitu besar. Dewi ungu hanya berdiri di atas batu besar, tak jauh dari keberadaan Wira.
Setelah puas menikmati air terjun, Dewi itu kembali beranjak mendekat ke tempat Wira. "Kang, kang Wira sudah mandi belum?"
Wira yang memang sedang memandang kedatangan Dewi ungu sontak menggeleng. "Belum lah. belum sempat. Kenapa? Kamu mau ngajak mandi bareng?" tanya Wira iseng.
Namun, diluar dugaan, Dewi Ungu malah mengangguk. "Iya, mandi bareng yuk, Kang."
Sontak saja Wira langsung membelalak tak percaya. "Kamu serius?" tanya Wira memastikan. Dia takut saja kalau ajakan Dewi Ungu juga candaan belaka.
"Serius, Kang, Ayo!" Wira semakin tercengang dengan mata menatap Dewi Ungu yang nampak bersemangat.
"Tapi, kita kan tidak membawa pakaian ganti, Dek," Wira kembali melempar pertanyaan untuk menguji keseriusan Dewi Ungu. Awalnya bidadari itu terdiam, tapi tak lama setelahnya dia tersenyum dan memberi jawaban yang membuat Wira terasa sesak saat akan menghirup nafasnya.
"Ya, kita sama sama lepas baju saja," jawab Dewi Ungu dengan santainya tapi sukses membuat Wira ternganga mendengarnya.
Dia bahkan mengorek telinganya sendiri karena takut salah mendengar. Tapi gerakan tangan Dewi Ungu yang mulai melepas kain ditubuhnya, membuat Wira yakin kalau ajakan Dewi Ungu memang sungguh-sungguh.
Wira mematung dengan mata yang hampir tidak berkedip saat menyaksikan Dewi Ungu mulai kain yang menutup tubuhnya. Meski agak sedikit canggung, terlihat Dewi ungu berusaha untuk tetap santai melepaskan pakaiannya di hadapan Wira.
Dada Wira bergemuruh. Perlahan namun pasti isi kolornya menegang begitu kain yang menutupi tubuh Dewi ungu terlepas semua.
Wira seakan kesulitan menelan salivanya sendiri, menyaksikan kemolekan tubuh bidadari tanpa sehelai benang yang menutupi tubuhnya. Rerimbunan di bawah perut dan juga benda kembar yang menggantung indah di dada Dewi, membuat Wira ingin menyentuhnya.
"Kang Wira, ayo!" suara ajakan Dewi Ungu seketika langsung mengejutkan Wira yang pikirannya sedang kemana mana. "Kok diam aja sih? cepat buka celananya!"
Wira terkesiap. "Eh, iya," jawabnya gugup dan dia langsung menjalankan perintah itu.
Wira juga sebenarnya agak canggung, berada di depan wanita tanpa mengenakan busana. Namun sebagai pria, Wira juga tidak mau menyia nyiakan kesempatan yang bagus seperti sekarang ini.
"Wahh, punya Kang Wira berdiri tuh!" seru Dewi Ungu saat matanya menangkap benda dibawah perut Wira yang sudah sangat menegang. "Nanti aku boleh memegangnya tidak Kang?"
"Kenapa mesti nanti? Sekarang juga boleh, Dek," jawab Wira yang sudah bisa menguasai gemuruh dalam benaknya.
"Nanti saja lah, selepas mandi," tolak Dewi Ungu. "Ayo, Kang, kita turun."
Wira mengangguk sembari tersenyum. Pemuda itu lalu melangkah mengikuti bidadari yang mendahuluinya. Wira sempat menggelengkan kepalanya beberapa kali dengan mata terus memandangi tubuh polos bidadari.
Begitu sampai di aliran sungai, mereka memilih airan air yang tidak terlau dalam agar bisa berendam. Begitu tubuh mereka memasuki air, keduanya pun langsung berendam membasahi tubuh mereka.
"Dek duduk sini," pinta Wira.
Dewi Ungu tidak menolak. Dia berpindah dan duduk di depan Wira dengan posisi memunggungi. Wira langsung kegirangan. Dia bergeser maju sedikit agar tubuhnya menempel pada tubuh bidadari dan tangannya bisa memeluk bidadari dari belakang.
"Pemandangannya indah banget ya, Kang?" Dewi Ungu kembali memuji keindahan yang ada di depan matanya. Dia malah seakan tidak peduli dengan tangan Wira yang mulai nakal, menggerayangi tubuhnya.
"Iya, indah banget," balas Wira. "Dan pemandangannya semakin indah karena di sini, ada bidadari secantik kamu, Dek."
"Ihh, bisa aja kamu, Kang," sahut Dewi Ungu. Wira pun tersenyum. Dia sama sekali tidak ada kata untuk membalas ucapan Dewi Ungu. Pikirannya terlalu fokus menikmati tubuh mulus di depannya dengan segala pikiran liar yang sudah merasukinya.
Dewi Ungu juga terdiam. Entah apa yang sedang dia pikirkan, tapi saat semua sisi tubuhnya dijamah tangan kekar Wira, bidadari itu malah seperti pasrah dan hanya diam saja. Bahkan saat dia merasakan bibir Wira menempel pada pundak dan leher belakangnya, Dewi ungu sama sekali tidak marah.
Wira sebenarnya juga terkejut. Dewi ungu sama sekali tidak menghindar saat tangan Wira mulai meraba ke semua bagian tubuhnya.
"Kang?" panggil Dewi Ungu beberapa saat kemudian.
"Hum," balas Wira yang suaranya sudah berat karena hasratnya sudah sangat tinggi.
"Saat Kang Wira melihat tubuhku tanpa busana dan menyentuhnya seperti ini, apa yang ada dalam pikiran Kang Wira?"
Wira sontak tertegun. Mendengar pertanyaan dari Dewi Ungu, Wira seketikabmenghentikan gerakan tangannya. "Apa aku boleh menjawabnya dengan jujur?"
Dewi Ungu menoleh ke belakang sejenak menatap wajah sayu Wira lalu kembali menghadap ke depan, menyaksikan air terjun. "Tentu saja boleh. Aku memang ingin mendengar kejujuran dari Kang Wira."
Wira lantas tersenyum dan dia menaruh dagunya di pundak bidadari. "Sebagai pria normal, tentu saja aku sangat ingin menikmati tubuh kamu, Dek. Kamu sangat cantik dan tubuh kamu juga sangat indah. Aku ingin menyentuh dan menciuminya. Apa lagi benda kembar dan celah berbulu kamu sangat menggoda, aku ingin sekali memasuki celah di bawah perut kamu, Dek. Tadi kamu lihat kan, dibawah perutku sudah sangat menegang? Itu tandanya kalau di bawah perutku sudah sangat ingin memasuki punya kamu, Dek."
Dewi Ungu kembali tersenyum. "Kang Wira serius ingin memasukinya?"
"Serius lah, Dek. Tapi kan itu tidak mungkin," jawab Wira lesu.
"Kenapa tidak mungkin?" tanya Dewi ungu.
"Kan kamu bidadari, aku manusia yang ada di bumi. Tidak mungkin, kalau punyaku masuk ke dalam punya kamu. Nanti kamu dapat masalah yang lebih besar bagaimana?"
Seketika Dewi ungu kembali tersenyum sembari mengangguk beberapa kali, memahami kegundahan pria di belakang tubuhnya.
"Tapi, kalau aku yang menawarkan diri agar punya Kang Wira masuk ke dalam punyaku, Kang Wira mau tidak?"
"Apa!"
... lanjut...lanjut trus...