NovelToon NovelToon
PEMILIK HATI TUAN MUDA MAFIA

PEMILIK HATI TUAN MUDA MAFIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Gadis nakal / Identitas Tersembunyi / CEO / Mafia / Romansa / Iblis
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: TriZa Cancer

"𝘽𝙧𝙚𝙣𝙜.. 𝙗𝙚𝙣𝙜.. 𝙗𝙚𝙣𝙜.. "
𝘼𝙙𝙪𝙝 𝙖𝙬𝙖𝙨... 𝙝𝙚𝙮𝙮𝙮... 𝙢𝙞𝙣𝙜𝙜𝙞𝙧.. 𝘼𝙡𝙖𝙢𝙖𝙠..

𝘽𝙧𝙪𝙠𝙠𝙠...

Thalia putri Dewantara gadis cantik, imut, berhidung mancung, bibir tipis dan mata hazel, harus mengalami kecelakaan tunggal menabrak gerbang, di hari pertamanya masuk sekolah.

Bagaimana kesialan dan kebarbaran Thalia di sekolah barunya, bisakah dia mendapat sahabat, atau kekasih, yuk di simak kisahnya.

karya Triza cancer.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TriZa Cancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TERLAMBAT

Malam itu, suasana rumah Lily terasa tenang. Lampu ruang tamu telah diredupkan, dan hanya suara detik jam dinding yang terdengar di antara kesunyian.

Thalia baru saja selesai mandi, rambutnya masih sedikit basah, dan aroma sabun lembut memenuhi kamarnya. Ia merebahkan diri di atas kasur, memeluk bantal sambil menatap langit-langit. Tapi bukannya segera tidur, senyumnya malah muncul perlahan.

“Wajahnya tuh… datar banget waktu gue tendang,” gumamnya pelan, lalu terkekeh sendiri.

“Pasti sekarang dia gak bisa tidur deh. Hihi rasain, itu akibat karna bikin gue kesel..”

Tawanya lirih, tapi penuh kepuasan khas Thalia. Setelah puas mengingat ekspresi pria datar itu, ia akhirnya memejamkan mata, bersiap menuju alam mimpi.

Sementara itu, di sisi lain Athar baru saja tiba di mansion keluarga Manggala. Lampu-lampu mewah menyala lembut di sepanjang koridor. Ia berjalan pelan melewati ruang tamu, tapi langkahnya tampak kaku, sedikit mengangkang membuat satu sosok di dapur spontan menatap heran.

Devina yang baru saja menuang air ke gelas langsung berhenti. “Loh, Bang... kamu kenapa jalan kayak gitu?”

Athar menatap bundanya sekilas, ekspresinya tetap datar. “Jatuh.”

“Jatuh?” Devina menaikkan alis. “Jatuh dari apa sih sampai jalannya kayak orang habis disunat?”

Athar hanya menunduk, lalu tanpa menjawab ia berlalu. Devina memiringkan kepala, menatap punggung anaknya yang menghilang di balik pintu lift.

Dalam hati, ia bergumam lirih, “Dulu ayahnya juga jalan gitu pas habis aku tendang... jangan-jangan…”

Devina menutup mulutnya menahan tawa kecil. “Gawat juga kalau beneran di tendang, tapi siapa yang berani nendang dia ya...”

Tak lama Athar sampai di kamar, Athar segera melepaskan jaketnya dan langsung duduk di tepi ranjang, menarik napas panjang. Ia meraih segelas air, meminumnya perlahan, lalu mengerang pelan sambil memegang perut bawahnya.

“Gadis absurd…” gumamnya dengan nada datar, tapi di ujung bibirnya ada senyum miring yang samar.

Ia bersandar, mencoba mengabaikan rasa nyeri itu, namun pikirannya malah kembali memutar kejadian tadi panggilan “Nona” dari pasukan berpakaian hitam.

Reaksi mereka terhadap Thalia. Dan keberanian gadis itu menendang dirinya, seorang Athar pemimpin Golden Blood tanpa rasa takut sedikit pun.

“Kenapa mereka panggil dia Nona?” pikir Athar pelan. “Apa dia ketua mereka? Atau cuma kebetulan saja mereka di sewa?”

Penasarannya tumbuh. Ia lalu menarik laptop dari meja, menyalakannya, dan mulai mengetik cepat. Jari-jarinya menari di atas keyboard, menembus berbagai lapisan keamanan data.

Namun ketika hampir sampai di inti berkas, layar laptopnya berubah muncul wajah Thalia dengan ekspresi konyol, lidah menjulur, dan tulisan besar di tengah layar.

‘Kepo ya?’

Athar terdiam beberapa detik.

Lalu, perlahan, ia menutup laptop itu sambil tersenyum kecil.

“Menarik…” gumamnya.

Ia merebahkan diri di atas kasur, tangan terlipat di belakang kepala. Tatapannya mengarah ke langit-langit kamar yang remang.

“Thalia...”

Senyum miring itu kembali muncul.

“Kita lihat... seberapa jauh lo bisa bikin gue penasaran.”

Sementara di rumah Lily, layar laptop kecil di meja samping ranjang Thalia berkedip tanda ada upaya peretasan. Gadis itu membuka matanya setengah, mendecak pelan.

“Huh, dasar kepo,” ucapnya datar. Tanpa melihat siapa yang berusaha meretasnya.

Ia menutup laptopnya lagi, membenamkan diri ke bantal, dan tertidur dengan senyum tipis di bibirnya. "Pasti si datar, tanda peretasan dari anggota mafia" Gumamnya pelan.

Pagi harinya ketika semua penghuni bumi sudah rapi untuk menuju tujuan masing- masing, tapi suasana kamar Thalia justru jauh dari kata “cerah”. Hening.. Karena pemiliknya masih diam.

Gadis itu masih meringkuk di bawah selimut, rambut acak-acakan, dan napasnya teratur tanda masih tenggelam dalam mimpi. Di luar kamar, Lily sudah mondar-mandir sambil melihat jam tangannya berkali-kali.

“Duh nona Thalia... jam segini belum bangun juga,” gumam Lily sambil mendesah panjang. “Aku juga harus ke kantor L Group mewakili dia, tapi bosku malah ngorok damai kayak bayi.”

Setelah beberapa kali memanggil dari luar tanpa hasil, Lily menatap ke arah dapur, dan sebuah ide jahil muncul di kepalanya. Dengan cepat ia mengambil mangkuk dan sendok logam, lalu berjalan pelan ke arah kamar Thalia.

“Sekali lagi gak bangun, siap-siap aja, Nona,” ucapnya dengan senyum licik.

Dan

“TOK! TENG! TOK! TENG!”...

Suara benturan mangkuk dan sendok logam bergema nyaring di seluruh rumah, diiringi teriakan khas pedagang bakso:

“So baksooo....! Bakso neng...,bakso panas..., bakso urat..., bakso kejuuu..baksoooooo!”

Refleks pintu kamar terbuka dengan cepat, menampakkan Thalia dengan mata setengah terbuka, rambut berantakan, dan bantal masih di peluknya.

“Tu-tunggu, Mang! Jangan pergi dulu, Thalia mau beli... zzz...,” ucapnya sambil setengah tertidur.

Namun ketika suara tawa terdengar, Thalia mengerjap dan menatap ke belakanya, ada Lily berdiri di sana sambil memegang mangkuk kosong dan tertawa terpingkal-pingkal.

Wajah Thalia langsung berubah masam.

“Kaaakkk.....! Ichiihhh...! Kenapa ngerjain Thalia! Kirain beneran tukang bakso!”

Lily menahan tawa sambil mengelus perutnya. “Ya biar anda bangun nona. Kalau enggak gini, jam dua belas juga belum buka mata.”

Thalia menghentakkan kakinya keras-keras, ekspresinya antara kesal dan malu.

“Huh! Kakak jahat! Thalia ngantuk tau...” gumamnya dengan suara manja, lalu berbalik mau merebahkan kembali badan nya ke atas kasur.

Namun sebelum sempat badanya mendarat Lily langsung menarik tangannya.“Eits, gak bisa! Nona..Anda harus ke sekolah. Udah hampir jam tujuh, mau terlambat lagi kayak kemarin?”

Thalia langsung membeku.“Jam tujuh?!”

Ia menoleh ke arah jam dinding dan benar saja, jarum pendeknya sudah menembus angka 7.

“Kyaaa...!! Telat lagi!” jeritnya panik, langsung berlari masuk kamar mandi sambil bergumam, “Kenapa dunia kejam banget sama anak ngantuk kayak gue!”

Lily hanya bisa menggeleng dengan senyum kecil di wajahnya.“Kalau bukan bos sendiri, udah aku tinggal dari tadi.”

Beberapa menit kemudian terdengar suara gaduh dari kamar mandi, suara hairdryer, lemari dibanting, dan keluh kesah khas Thalia

“Roknya nyelip lagi, dasi mana dasi! Kaus kaki gue sebelah mana!?”

Lily memijit pelipisnya. “Tiap pagi kayak nonton sinetron aksi...” gumamnya lelah.

Namun begitu Thalia keluar kamar dengan seragam lengkap, rambut kuncir tinggi, dan wajah masih mengantuk tapi tetap cantik, Lily tak bisa menahan tawa kecil.

“Minimal nona masih bisa tampil gaya meskipun bangun setengah mati.”

Thalia mendengus, mengambil tasnya, lalu meraih roti di meja sambil berjalan cepat.

“Pokoknya abis sekolah, Thalia balas dendam. Kakak siap-siap aja...”

Lily hanya melambaikan tangan santai. “Siap, nona bakso...”

Thalia menatapnya sekilas dengan ekspresi sebal, tapi ujung bibirnya justru terangkat, senyum geli yang sulit disembunyikan.

Thalia mengendarai motor sportnya menuju sekolah, namun saat Ia sampai di depan sekolah suasana sekolah sudah sepi, semua murid tampak sudah di dalam kelas, bel tanda pelajaran pertama baru saja berbunyi beberapa menit lalu.

Tapi di depan gerbang MHS, masih ada satu makhluk kecil dengan seragam sedikit berantakan, helm masih menempel di kepala, dan motor sportnya terparkir miring, siapa lagi kalau bukan Thalia.

Ia menatap gerbang besar itu dengan dahi berkerut.“Yah, ditutup… telat lagi deh,” gumamnya pasrah, lalu menatap jam tangannya. “Cuma lima belas menit, masa langsung ditutup sih… pelit banget sekolah ini.”

Thalia memutar pandangan ke sekeliling, mencoba mencari solusi.“Kalau di novel yang gue baca, biasanya tokohnya manjat tembok belakang buat nyusup ke kelas,” ucapnya sambil menepuk-nepuk dagu.

Ia mengedarkan pandangan dan…

Matanya berbinar.

Di sudut pagar, berdiri sebatang pohon tinggi, dengan dahan yang menjulur ke arah lantai dua gedung sekolah.

“Ha! Ini dia kesempatan emas,” bisiknya penuh semangat. “Cantik gini gue harus cosplay jadi monyet dah...!”

Dengan cekatan dan agak absurd Thalia mulai memanjat. Rok seragamnya sempat tersangkut ranting, tapi dia tetap melanjutkan dengan gerakan lincah seperti monyet kecil yang sedang berpetualang.

“Sedikit lagi… haaaah..!” serunya sambil menarik napas dan meloncat ke arah balkon lorong kelas lantai dua.

Dan berhasil!

Setengah berhasil, tepatnya. Karena saat ia berdiri di tepi balkon sambil ingin berteriak “YES!”, pandangannya bertemu dengan seseorang yang sudah berdiri di depannya, bersedekap dada.

Wajah datar. Tatapan menusuk. Aura dingin.

Siapa lagi kalau bukan, Athar, ketua OSIS MHS yang terkenal kejam kalau urusan disiplin.

Thalia langsung kaku di tempat.

“Uh oh…”

Athar menatapnya tanpa ekspresi.

“Ngapain?” tanyanya datar.

Thalia dengan refleks memasang senyum canggung.“Eh… lagi lihat pohon…” jawabnya cepat.

Alis Athar terangkat sedikit. “Lihat pohon?”

“Uh-uh, iya. Pohon ini unik loh. Dahan-dahannya menjulur artistik banget, kayak di film-film Jepang gitu.”Ucap Thalia dengan segala keabsurannya.

Athar masih diam.

“Bukan naik?” tanyanya tenang tapi tajam.

Thalia cepat-cepat menggeleng. “Naik? Mana bisa cewek secantik gue manjat pohon. Gue cuma berdiri di sini, kebetulan aja pohonnya nempel.”

Athar menatap ke arah belakang Thalia, lalu menunjuk dengan dagunya."Itu.. "

Thalia refleks menoleh, dan menatap sweternya yang tadi dipakai setengah badan kini melambai-lambai di ranting pohon seperti bendera kekalahan.

“…..”

Wajahnya langsung merah padam.

“Eh itu… angin, ya angin yang jahat banget, suka nyolong baju orang,” jawab Thalia gugup sambil mencoba meraih sweternya, tapi gagal.

Athar hanya menatapnya lama, lalu berbalik.

“Ikut.”

Thalia mematung. “Ikut? Ke mana?”

“Ruang Osis” jawab Athar datar sambil berjalan menjauh.

Thalia yang masih menggantung setengah di balkon segera melompat turun dengan kesal, menyusul di belakang sambil bergumam keras,“Ya ampun, hidup gue gak jauh-jauh dari dihukum. Dasar ketos datar, gak punya rasa iba sama gadis cantik yang telat dikit kayak gue..”

Athar menoleh sedikit, menatap sekilas, lalu berkata tanpa ekspresi, "Brisik.. "

Thalia langsung menutup mulutnya rapat-rapat tapi dalam hati misuh-misuh

“Dasar ketos datar, dingin, ngeselin banget sumpah…”

1
Nagisa Furukawa
Gak sabar nih nungguin kelanjutannya, update cepat ya thor!
TriZa Cancer: siap kak di tunggu ya😍
total 1 replies
🌻🍪"Galletita"🍪🌻
Nggak sabar buat lanjut ceritanya!
TriZa Cancer: makasih kak sudah mampir di tunggu ya😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!