Warning 21+
Aku masih suci sebelum kejadian itu. Aku masih ranum dan bersih seperti namaku, Ayu.
Semuanya berubah. Kebahagiaanku runtuh. Aku harus meninggalkan laki-laki yang mencintaiku demi laki-laki lain yang bahkan tidak kukenal.
Sanggupkah aku melewati kehidupan baruku. Kehidupan bak roller coaster yang kadang menjungkirbalikkan hidupku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
"Apa alasan kedua, O?" aku terus meminta jawaban Dio yang kembali hanya diam sambil tangannya tak henti mengelus lembut rambutku.
Dio menghela nafas. Sepertinya berat baginya untuk bercerita padaku namun Ia harus mengatakannya karena cepat atau lambat aku harus tahu. "Jadi waktu kita ketahuan sama kedua orang tuaku, aku dihadapkan pada dua pilihan. Kamu tidak tahu karena kamu saat itu ada di dalam kamar mandi."
Dio kembali menatapku dalam diam. Sorot mata cokelatnya amat teduh. Tanpa kusadari tanganku terulur dan mengusap lembut wajah tampannya. Andai aku punya anak dari Dio pasti akan setampan dirinya. Hush... aku mengusir khayalan indah itu. Aku sudah tidak mau berharap lagi. Apalagi mengkhayalkan masa depan indah bersama Dio. Aku merasa diriku tak layak. Siapa aku? Keluarga Mamanya saja kaya raya seperti ini apalagi keluarga papa?
Aku hanya bisa menikmati saat-saat kebersamaan bersamanya seperti saat ini. Ya, aku menyukai Dio. Entah sejak kapan posisi Dewa tergantikan oleh Dio. Mungkin rasa suka itu hadir karena kami melewati masa susah bersama.
"Lalu?" aku kembali menagih kelanjutan cerita Dio. Jika kami dibiarkan saling pandang seperti ini bukan tidak mungkin kejadian semalam akan terulang lagi. Kami masih sama-sama muda. Masih dilingkupi hawa nafsu.
Dio tersenyum. Ia memajukan tubuhnya dan mengecup bibirku cepat.
"Papa, Mama dan aku berunding. Mencari jalan keluar dari masalah. Papa menyarankan agar kami memberi ganti rugi saja pada kamu sebesar sebuah rumah mewah. Saat Mama bilang kalau kamu masih perawan saat itu, sisi manusiawiku keluar. Aku tidak mau mengikuti saran Papa. Uang tidak bisa mengembalikan keperawanan kamu yang hilang karena ulahku."
"Aku menolak saran Papa dan mengatakan kalau aku bersedia tanggung jawab. Papa awalnya tidak setuju. Ia sudah terlanjur merencakan pernikahanku dengan Sheila, pacarku yang juga anak sahabat Papa. Papa bersikeras mengajakku ke rumah kamu untuk merundingkan dengan orang tua kamu besarnya ganti rugi yang harus Ia keluarkan. Aku beradu argumen sama Papa dan aku bilang dengan yakin kalau aku akan menikahi kamu apapun resikonya."
"Papa sudah berencana akan segera mengumumkan siapa diriku di perusahaan dan berniat mengangkat aku menjadi direktur. Kalau aku berniat menikahi kamu, jabatan itu akan Papa pending sampai batas waktu yang tidak ditentukan."
"Lalu kamu memilih tetap menikahi aku?" aku bukan bertanya tapi mempertegas perkataan Dio.
"Iya. Aku melepas jabatan itu. Papa marah besar padaku. Ia bilang kalau semua bisa selesai dengan uang, lalu aku akan menikahi Sheila saat Ia pulang nanti dan hubungan persahabatannya dengan Papa Sheila tetap terjaga, itu jalan keluar terbaik menurutnya. Aku bersikukuh dengan pilihanku. Kalau kamu bukan gadis baik-baik pasti aku akan memilih menuruti perkataan Papa. Tapi kamu gadis yang kuambil sendiri keperawanannya, yang sudah kamu jaga selama ini. Aku akan dihantui perasaan bersalah seumur hidup jika menuruti Papa."
"Tak lama kamu keluar dari kamar mandi. Perundingan kami batal. Dan betapa kagetnya aku ternyata Papa langsung menikahkan kita hari itu juga. Berarti Papa menyetujui keputusanku. Aku merasa sangat senang karena pada akhirnya Papa menghargai keputusan yang kuambil padahal selama ini aku hanya dipandang sebelah mata."
Dio menghadapkan tubuhnya menatapku. Secercah perasaan bersalah dan menyesal terpancar di matanya.
"Ternyata setiap keputusanku ada konsekuensinya. Aku baru tahu setelah pernikahan kita. Papa bilang kalau pernikahan kita hanya sebatas pernikahan siri semata. Kalau aku mau meresmikan pernikahan kita, aku harus menikahi Sheila terlebih dahulu dan menjadikan Sheila istri pertamaku. Aku tidak punya pilihan Yu. Kalau aku tidak melakukannya Papa akan menghancurkan harga dirimu dan keluargamu dengan membayarnya seharga rumah mewah. Aku tidak akan terima itu." Mata cokelat Dio sekarang berkaca-kaca.
"Tapi aku gak nyesel Yu dengan keputusanku itu. Menikahi kamu adalah keputusan terbaik yang pernah kubuat. Kamu udah buat aku semangat menggapai cita-citaku membuat furniture. Aku aja gak yakin bahwa furniture aku layak jual. Ya walau baru 1 buah aja yang laku itu udah bikin aku senang." kali ini mata Dio berbinar-binar senang.
Berbeda dengan Dio, aku yang sekarang gantian menjadi murung. Dio langsung menyadari perubahan suasana hatiku.
"Kenapa?"
"Lalu bagaimana dengan rumah tangga kita nantinya? Papa pasti akan melaksanakan rencana awalnya menikahkan kamu dengan Sheila. Kamu akan berbuat apa?" pertanyaan ini yang sudah mengganjal di pikiranku beberapa bulan ini akhirnya kuluapkan juga.
"Aku belum tahu, Yu. Tapi satu yang pasti, apapun yang terjadi aku pasti tidak akan melepaskanmu. Kamu udah sah menjadi istriku di mata Tuhan. Selamanya kamu menjadi tanggung jawab aku."
"Kalau Sheila pulang kamu akan menikahi Dia seperti permintaan Papa?"
Lama Dio diam tak menjawab sampai akhirnya Ia menganggukan kepalanya. Tes.... setitik air mata yang sejak tadi kutahan akhirnya menetes juga. Ternyata benar, sampai akhir Dio tetap akan memilih Sheila, bukan aku. Aku sadar diri, tak mungkin aku bisa bersaing dengan model internasional seperti Sheila.
Dio mengusap air mata di pipiku. "Maaf, Yu. Itu sudah kesepakatanku dengan Papa."
"Tapi kan kamu bisa saja tidak menuruti kemauan Papa. Ini hidup kamu. Dan kamu yang menjalaninya." aku sadar perkataanku sekarang sudah mengandung emosi. Romansa romantis diantara kami sudah hilang. Berganti dengan perang ego dan emosi.
"Aku bisa saja tidak menuruti Papa, Yu. Tapi ini Sheila, Yu. Sheila pacar aku. Kami sudah berpacaran lebih dari 4 tahun lamanya. Maaf, Yu... tapi aku mencintai Sheila."
Aku shock dengan perkataan Dio. Kutarik diriku menjauh darinya. Aku langsung bangun dan berdiri. "Aku mau mandi dan bersiap-siap."
Aku langsung masuk ke dalam kamar mandi. Tak kuhiraukan Dio yang memanggil-manggil namaku seraya mengucap kata maaf berkali-kali.
Aku duduk di kloset duduk. Kututup wajahku dengan kedua tanganku. Mencoba menghentikan air mata yang sejak tadi menetes.
Ayu bodoh. Sampai kapanpun Dio tidak akan mencintai kamu. Sadarlah, Yu. Dio sudah memiliki Sheila di hatinya. Kamulah yang datang di kehidupan Dio dan merusak hubungan mereka. Jangan pernah kamu berharap Dio akan membalas perasaanmu.
Tunggu, perasaan? Jadi yang membuat hatiku amat sakit saat ini karena aku memiliki perasaan pada Dio. Oh Tuhan.... kenapa aku sampai membiarkan diriku membuka hati pada Dio?
Aku mengguyur tubuhku dengan air dingin. Berharap dinginnnya air dapat mendinginkan pikiran dari hatiku yang panas terbakar emosi. Ternyata benar jika marah maka mandilah, emosiku perlahan hilang. Aku mengeringkan tubuhku dan memakai kebaya di kamar mandi. Aku mau keluar dari kamar mandi sudah berpakaian rapi dan tinggal make-up saja.
Kubuka perlahan pintu kamar mandi. Dio masih menungguku di dalam kamar.
"Yu..." Dio menghampiriku dan memegang tanganku.
"Sudahlah. Aku tidak mau membahasnya lagi. Semua keputusan kuserahkan sama kamu. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku juga minta maaf sudah terbawa emosi. Seharusnya aku lebih tau diri lagi." aku melepaskan pegangan tangan Dio dan berjalan menuju meja rias.
"Kamu jangan ngomong kayak gitu, Yu. Walau bagaimanapun sekarang kamu tuh istri aku. Mau nikah siri atau resmi tetap saja kamu istri aku. Kamu tetap tanggung jawabku, Yu. Aku-"
Aku langsung memotong ucapan Dio. Aku tak mau menangis lagi dan merusak make up. "Gak usah dilanjutkan, please. Semua keputusan aku serahin sama kamu. Kalaupun pada akhirnya kamu memilih tetap bersama Sheila, aku ikhlas. Aku juga akan kembali pada Dewa."
"Maksudnya? Dewa udah nikah, Yu. Kamu akan menjadi istri keduanya gitu dan merelakan pernikahan kita?"
Aku menaruh maskara yang sejak tadi susah kupakai karena terus mengerjapkan mata menahan air mata.
"Terakhir aku ketemu Dewa, Dia bilang akan menceraikan istrinya demi kembali denganku. Posisi kami sekarang sudah 1-1. Tak ada dendam karena penghianatanku dulu. Setelah kamu melepaskanku, aku akan menggenggam tangan Dewa seperti dulu. Dan... tak akan kulepaskan lagi."
Perkataanku seperti pukulan telak untuk Dio. Ya walau itu hanya berupa ancaman saja tidak akan benar-benar kulakukan. Mana mungkin aku tega merusak rumah tangga Dewa hanya demi kebahagiaanku saja. Aku lalu meninggalkan Dio yang terdiam sejak tadi. Aku bergabung dengan keluarga Dio di tempat resepsi dan mencegah air mataku tumpah karena gejolak emosi di dada.
dr cerita ini qta belajar ikhlas menerima keadaan, belajar menekan ego demi kelangsungan hidup dn belajar kesetiaan....
benar2 nih cerita bagus pake bgt,,qta g d bikin emosi hanya karena kelakuan pelakor yg bikin naik darah, d sini hanya bercerita tentang perjuangan seorang anak yg mo merintis usaha nya tanpa mendompleng nama besar ayah nya,,,perjuangan seorang suami yg bekerja keras demi menghidupi kluarga nya tanpa meminta bantuan kluarga nya yg kaya raya,,perjuangan seorang pria utk selalu setia pada istrinya yg meninggalkan suami nya dn perjuangan seorang istri yg mo menerima suami nya apa ada nya bukan ada apa nya,,dengan segala kekurangan dn kelebihan nya....dn cerita nya g lebay kaya cerita2 pada umum nya,,aq benar2 speechless utk novel yg satu ini..
rasa nya bintang 5 dn 4 jempol rasa nya kurang utk cerita sebagus ini,,makasih banyak2 ka Author udh bikin cerita sebagus ini 👍👍👍👍❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Pilih mundur✊️
ntar papanya meninggal kan akhirnya warisan buat dia juga