Sagala terkejut bukan main saat tetangga depan rumah datang menemuinya dan memintanya untuk menikah dengan putri mereka secepatnya. Permintaan itu bukan tanpa alasan.
Sagala mendadak pusing. Pasalnya, putri tetangga depan rumah adalah bocil manja yang baru lulus SMA. Gadis cerewet yang sering mengganggunya.
Ikuti kisah mereka ya. Ketika abang adek jadi suami istri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F.A queen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Familiar Tapi Asing
Pesanan mereka semua datang. Yeyy.
"Makan yang banyak ya. Kalau kurang nanti pesan lagi. Om yang traktir," ucap Sagala.
"Yeyyyy." Mereka bersorak. Selain ganteng, Abang Sagala juga baik.
Sagala menatap Annisa yang hanya diam. Dia mengira jika Anisa tengah memikirkan keadaan Nenek. Jadi dia tidak mengganggunya.
"Nisa kenapa diam saja. Ayo makan," ucap Alika.
"Iya, biasanya suka banget kalau ada yang traktir." Sahut Nurul.
"Mungkin Nisa sedih mikirin nenek," sahut Rohmah. Dan kemudian mereka tidak mengganggu Nisa lagi. Mereka makan dengan lahap.
Ketiga teman itu pamit setelah selesai makan. Mereka menyemangati Nisa dan berdoa untuk kesembuhan Nenek.
Makanan Nisa utuh.
"Kenapa nggak dimakan?" tanya Sagala perhatian setelah teman-teman Annisa pergi.
"Nggak laper." Nisa menjawab singkat. Suaranya ketus.
"Nenek pasti sembuh. Sudah ada dokter yang menangani. Jangan dipikirin lagi. Makan dulu."
Nisa menoleh menatap Sagala. 'Aku tuh mikirin Abang lho.' batinnya.
"Temen-temen kayaknya suka sama Abang," ucap Nisa.
Sagala terkekeh. "Anak-anak memang suka ditraktir," jawabnya.
"Abang suka traktir cewek-cewek juga?" tanya Nisa lagi. Dia seperti tengah cemburu.
"Kalau Abang habis gajian, pasti Abang bakal traktir temen-temen." Sagala menjawab santai.
"Hmmm." Anisa berpaling. Dia memperhatikan mainan yang ada di tengah alun-alun.
'Kupikir, aku istimewa karena Abang sering ngasih aku hadiah tapi ternyata kesemua temen Abang juga.' batinnya.
Dari kecil hingga sekarang, Sagala memang sering memberinya hadiah atau sekedar sekotak jajan anak-anak. Itu karena Nisa seperti adiknya sendiri. Sagala anak laki-laki tunggal. Jadi dia sayang sama Annisa sedari Nisa lahir. Itu sungguh antara kakak dan Adik. Saat Annisa belajar berjalan, Sagala bahkan yang paling rajin menuntun kedua tangannya.
Sementara Annisa adalah putri tunggal jadi dia sangat bahagia mendapatkan segala perhatian dari Sagala. Baginya Sagala adalah Abang yang selalu bisa ia andalkan.
"Abang pesenin yang baru ya," ucap Sagala menawari.
"Nggak mau." Nisa berdiri. Dan hendak pergi tapi tangannya tertahan oleh genggaman tangan Sagala.
"Tunggu. Abang bayar dulu."
Sesampainya di rumah.
"Nisa nginep di sini aja ya, Nak. Di rumah ntar siapa temennya. Di sini aja ya, mau kan?" Bu Yuni menawari dengan perhatian. Dia sudah tahu jika Nisa pulang dengan Sagala. Bu Hanifah sudah meneleponnya.
Nisa menoleh menatap Sagala. Laki-laki itu terlihat sibuk membalas chat di ponselnya.
"Abang boleh kan Bang?" Bu Yuni meminta izin pada putranya setelah tahu Annisa menatap Sagala.
"Kenapa, Bu?" Sagala tidak mendengarkan pembicaraan mereka. Dia mendongak menoleh menatap ibunya.
"Nisa boleh nginap di sini kan, Bang. Pinjem kamar Abang bentar, ya." Bu Yuni mengulangi kalimatnya.
"Eh." Sagala enggan tapi tidak tega untuk menolak mentah-mentah di depan Annisa.
"Kasihan kalau Nisa tidur di rumah sendiri. Nggak ada temennya dan takut nanti malah sedih." Bu Yuni menjelaskan.
"Terserah Ibu aja lah." Sagala melangkah keluar. "Aku ke rumah temen dulu."
"Jangan pulang malam-malam," pesan Bu Yuni sebelum Sagala menghilang di balik pintu utama.
Bu Yuni kemudian menggandeng tangan Nisa untuk masuk ke kamar Sagala. Nisa ragu dan enggan. Sepertinya Abang keberatan.
"Bude, Nisa pulang saja lah. Ntar subuh saudara yang dari kota nyampe," ucap Annisa pelan merasa tidak enak.
"Di sini saja. Bude nggak tega kamu di rumah sendiri." Bu Yuni tetap pada pendiriannya.
"Tapi nanti Abang tidur di mana?"
Bi Yuni tersenyum lebar. "Abang bisa tidur di sofa atau depan tv atau tempat sholat. Laki-laki gampang tidur di mana aja. Dah jangan dipikirin." Bu Yuni mengusap punggung Annisa dengan sayang.
Annisa mengangguk. Dia berdiri di ambang pintu kamar, ragu-ragu untuk melangkah masuk. Sudah bertahun-tahun sejak terakhir kali ia berada di depan pintu kamar ini, di kamar yang dulu sering ia datangi tanpa izin saat masih kecil. Dulu, ia akan memanjat ranjang Sagala, mengacak-acak bukunya, atau sekedar bergelayut manja di lengannya. Tapi kini, semuanya terasa berbeda. Dia dan Abang tidak sedekat dulu.
"Mikirin apa," ucap Bu Yuni setelah menatap Annisa hanya diam. Bu Yuni segera membuka pintu kamar Sagala. "Ayo masuk dan segera tidur. Tidur yang nyenyak ya." Bu Yuni kembali menutup pintu setelah Annisa masuk ke dalam kamar.
Annisa berdiri diam di balik pintu. Udara di dalam kamar dipenuhi aroma khas yang asing namun tetap familiar, maskulin, sedikit kayu, dan wangi sabun yang terasa hangat.
Kamar ini masih sama seperti dalam ingatannya, hanya saja kini terasa lebih dewasa. Lemari kayu di sudut ruangan masih berdiri kokoh, meja belajarnya tertata rapi, dan ada rak buku yang berisi koleksi lama yang mungkin sudah usang.
Dengan langkah pelan, Annisa memasuki ruangan, menelusuri setiap detail yang dulu tidak ia sadari. Ada foto Sagala bersama teman-temannya di rak, ada beberapa sertifikat yang tergantung di dinding, dan kasur yang terlihat begitu besar untuknya seorang diri.
🌱🌱🌱
😁😁😁
tiati lho bang gala nanti kalo Nisa gak manja lagi ke Abang,Abang yg kelimpungan lho🤣