Gadis berusia dua puluh tahun harus merelakan impian pernikahannya dengan sang kekasih demi memenuhi keinginan terakhir sang ayah. Ia di jodohkan dengan bujang lapuk berusia empat puluh tahun yang hidup dalam kemiskinan.
Namun siapa sangka, setelah enam bulan pernikahan Zahira mengetahui identitas asli sang suami yang ternyata seorang milyarder.
Banyak yang menghujatnya karena menganggapnya tidak pantas bersanding dengan sang suami hingga membuatnya tertekan. Akan kah Zahira tetap mempertahankan pernikahan ini atau ia memilih untuk meninggalkan sang suami?
Dukung kisahnya di sini!
Terima kasih buat kalian yang mau suport author.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon swetti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENGHIBUR HIRA KE PASAR MALAM
" Aaaaaaaaa"
Aarav yang mengira Hira masih tidur langsung nyelonong masuk ke kamar Hira. Tidak tahunya Hira baru selesai mandi, dengan memakai handuk yang ia lilit sebagai pembungkus tubuhnya membuat sebagian tubuh mulusnya terekspos dengan sempurna.
Glek...
Bukannya langsung pergi, Aarav justru terpaku memandang pahatan Tuhan yang paling sexy menurutnya. Ia menatap Hira dari atas sampai bawah. Bahu mulusnya serta leher jenjangnya membuat sesuatu dari dalam tubuh Aarav menggebu. Tidak lupa, ia juga memandang paha putih bersih sampai ke telapak kaki yang terlihat begitu menggoda di matanya.
" Ya Tuhan... Tubuh istriku kenapa indah sekali? Rupanya kau ingin menyiksaku nona manis." Ujar Aarav dalam hati.
" Dasar mesum!!! Keluar sekarang kamu om." Teriak Hira menunjuk Aarav yang masih terpaku di tempatnya.
Tidak ada pergerakan dari Aarav, Hira berniat untuk mengusirnya. Ia berjalan mendekati Aarav namun naas, kakinya yang masih basah justru membuatnya terpeleset.
" Aaaaaa." Tubuh Hira terhuyung ke belakang. Bahkan tidak lama lagi tubuhnya mendarat sempurna di lantai. Namun...
Hap...
Dengan sigap Aarav merengkuh tubuhnya.
Deg....
Jantung keduanya bertalu talu ketika manik mata mereka bertemu.
Glek...
Dapat Hira lihat jakun Aarav naik turun menelan kasar salivanya. Mata Aarav melotot sempurna ketika sesuatu menyembul di balik lilitan handuk di dada Hira.
" Benda itu? Ah sepertinya kenyal sekali. Ibarat buah Hira masih ranum ranumnya. Rasanya pasti manis, segar dan renyah." Otak mesum Aarav mulai bekerja dengan sempurna. Ia sedang menikmati keindahan yang ada di depan mata.
" Om Aarav ganteng juga. Tidak terlihat seperti pria matang pada umumnya. Wajahnya cute seperti baru berumur dua puluh lima tahunan. Bahkan sama mas Rama saja gantengan om Aarav." Puji Hira dalam hati sampai tiba tiba..
" Kamu kenapa Hi.... " Bu Hesti menjeda ucapannya ketika melihat pemandangan yang sangat luar biasa baginya. Bu Hesti jadi ingat ketika ia masih muda dulu.
Hira yang sadar lebih dulu langsung menepuk lengan sang suami.
" Lepas om!!!" Ucap Hira.
" Nggak apa apa Hira, kalian lanjutkan saja. Mama mau ke belakang lagi." Bu Hesti langsung menutup pintunya. Ia tersenyum senang melihat perkembangan hubungan mereka.
Di dalam kamar, Hira segera membenarkan posisinya. Keduanya nampak salah tingkah.
" Lain kali kalau masuk kamarku ketuk dulu om. Aku nggak mau kejadian seperti ini terulang lagi." Ucap Hira melilitkan selimut menutupi seluruh tubuhnya. Jujur, ia merasa sangat malu kepergok Aarav dalam kondisi seperti sekarang ini.
Aarav segera membelakangi Hira, " Ah maaf! Mas tidak sengaja. Mas tunggu di ruang tamu ya, mas ingin mengajakmu jalan jalan. Katanya ada pasar malam di alun-alun kota. Kamu segera bersiap ya." Ujar Aarav.
" Hmm. Sekarang om keluar sana." Titan Hira.
Tanpa mengucapkan sepatah kata, Aarav segera keluar dari ruangan yang begitu menyiksa dirinya. Ia bersandar di balik pintu.
" Ya Tuhan, apa tadi? Juniorku jadi bangun dari tidurnya. Kamu yang sabar ya jon, suatu hari nanti pasti kamu bisa masuk ke kandangnya." Aarav segera berlalu dari sana.
Tidak beda jauh dengan Hira. Jantungnya masih berdetak kencang saat ini. Ia duduk di tepi ranjang sambil mengelus dadanya.
" Rasanya jantungku hampir copot kalau tidak berusaha kuat tadi. Hah, kenapa juga dia harus masuk ke kamar segala? Aku kan jadi salah tingkah begini. Malu banget aku." Hira menutup wajahnya menggunakan tangan.
" Eh tadi om Aarav mau mengajakku ke pasar malam? Aku harus segera bersiap." Hira segera berpakaian.
Setelah siap, Hira keluar dari kamarnya menuju ruang tamu. Di sana sudah ada Aarav dan bu Hesti yang menunggu.
Lagi, Aarav memandang Hira tanpa berkedip mengagumi kecantikan Hira saat ini. Dengan memakai gaun merah maroon di bawah lutut membuat Hira nampak cantik paripurna. Kulit putihnya terlihat begitu kontras dengan gaun yang di pakainya. Jiwa mesum Aarav mendadak berkelana.
" Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya menyentuh tubuh yang indah ini. Hanya melihatnya saja bisa membuatku panas dingin begini. Apalagi kalau aku benar benar menyentuhnya." Pikir Aarav.
" Ehem!!" Dehem bu Hesti membuyarkan lamunan Aarav.
" Gimana? Menantu mama cantik kan?" Goda bu Hesti.
" Iya ma, sangat cantik." Ucap Aarav tanpa sadar membuat mata Hira terbelalak sempurna. " Em maksud mas, memang cantik." Ralat Aarav takut ketahuan kalau dirinya begitu mengagumi Hira. " Kan kamu perempuan makanya cantik. Kalau mas laki laki ya ganteng." Imbuh Aarav menghilangkan kegugupannya.
" Owh." Sahut Hira.
" Kamu sudah siap?" Tanya Aarav.
" Udah om." Sahut Hira.
" Kok om sih Hira." Ucap bu Hesti. " Sekarang kan Aarav sudah jadi suami kamu, jadi jangan panggil om donk! Nanti kalau ada yang dengar di kira kamu lagi main sama om om. Kamu paham kan maksud mama." Imbuh bu Hesti.
" I.. Iya... "
" Mama." Sahut bu Hesti memotong ucapan Hira. " Kamu juga harus memanggilku dengan sebutan mama, sama seperti Aarav memanggilku." Sambung bu Hesti.
Lidah Hira cukup kesulitan mengucapkan panggilan itu. Rasanya kurang tepat kalau untuk masyarakat miskin sepertinya memanggil ibu dengan sebutan mama. Tapi untuk menghormati ibu mertuanya, ia akan melakukannya.
" Iya ma." Ucap Hira.
" Ya sudah sana kalian pergi! Selamat bersenang senang sayang. Ingat! Jangan lupa panggil Aarav mas, bukan om." Ujar bu Hesti.
" Siap ma." Sahut Hira.
" Ma kami pergi dulu ya." Pamit Aarav.
" Iya hati hati! Jagain istri kamu dengan baik jangan sampai di culik orang." Ujar bu Hesti.
" Tentu ma." Sahut Aarav. Ia menggandeng tangan Hira. " Ayo!"
Hira sempat terpaku namun sedetik kemudian ia mengikuti langkah Aarav.
Keduanya naik motor menuju alun alun kota. Rupanya benar, di sana ada pasar malam yang menyediakan berbagai wahana. Mata Hira berbinar melihatnya, mendadak ia lupa akan kesedihannya.
" Gimana Hira? Apa kamu suka?" Tanya Aarav.
" Iya om." Sahut Hira.
" Kok om lagi sih." Ujar Aarav.
" Eh i.. Iya.. Mas." Sahut Hira membuat Aarav tersenyum senang.
" Ayo kita naik kora kora!" Ajak Aarav menggandeng tangan Hira.
" Nggak mau!" Jawab Hira menggelengkan kepala.
" Kenapa? Apa kamu takut? Kan ada mas." Ujar Aarav.
" Tetap saja aku takut." Sahut Hira.
" Terus kamu mau naik apa? Wahana ombak?" Hira menggelengkan kepala.
" Roller coster?" Lagi lagi Hira menggelengkan kepala.
" Kincir angin?" Hira menggelengkan kepala lagi.
" Oh kamu mau naik kapal selam?" Hira kembali menggelengkan kepala.
" Terus wahana apa yang ingin kamu naiki?" Tanya Aarav memastikan karena semua wahana yang ada sudah ia sebutkan.
" Komedi putar."
" Apa?????" Pekik Aarav terkejut.
" Apa mas tidak salah dengar? Itu wahana untuk anak anak kan." Imbuh Aarav.
" Pokoknya aku mau naik itu aja. Wahana yang lain ekstrem semua. Aku takut jatuh, kan nggak lucu kalau aku mati sebelum menikmati malam pertama."
Plak..
Hira langsung menepuk mulutnya yang ia rasa remnya sudah blong. Ia merutuki kebodohannya sendiri sambil memejamkan matanya.
" Apa kamu bilang?" Tanya Aarav menggoda Hira. Ia tersenyum jahil menatap Hira yang nampak salah tingkah.
" Emang aku bilang apa mas?" Hira balik bertanya.
" Mas dengar kamu sedang membahas malam pertama." Sahut Aarav. " Kamu sudah tidak sabar ya ingin merasakannya hmm?" Aarav menatap Hira sambil menaik turunkan alisnya.
" Eh siapa juga yang ngomongin soal itu. Orang aku bilang takut jatuh, terus nanti mati." Kilah Hira.
" Jangan bohong deh Hira. Mas dengar kok kamu ngomong kayak gitu tadi." Ujar Aarav.
" Tahu ah." Karena malu, Hira berjalan meninggalkan Aarav. Aarav menatapnya sambil tersenyum.
" Mas lebih suka kamu yang seperti ini sayang, daripada kamu yang terlihat bersedih sejak kepergian ayah. Ayah, akan aku penuhi janjiku padamu. Aku akan menjaga dan membuat Hira bahagia. Terima kasih ayah karena kau telah mempersatukan kami."
TBC....