Satu kesalahan di lantai lima puluh memaksa Kirana menyerahkan kebebasannya. Demi menyelamatkan pekerjaan ayahnya, gadis berseragam putih-abu-abu itu harus tunduk pada perintah Arkan, sang pemimpin perusahaan yang sangat angkuh.
"Mulai malam ini, kamu adalah milik saya," bisik Arkan dengan nada yang dingin.
Terjebak dalam kontrak pelayan pribadi, Kirana perlahan menemukan rahasia gelap tentang utang nyawa yang mengikat keluarga mereka. Di balik kemewahan menara tinggi, sebuah permainan takdir yang berbahaya baru saja dimulai. Antara benci yang mendalam dan getaran yang tak terduga, Kirana harus memilih antara harga diri atau mengikuti kata hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29: Pengakuan yang Mengejutkan
Helikopter hitam itu terbang sangat rendah hingga embusan angin dari baling-balingnya membuat gondola yang dinaiki Kirana berayun-ayun dengan sangat liar. Pria bertopeng naga emas itu melompat turun dari pintu helikopter dengan gerakan yang sangat tangkas dan mendarat tepat di atas papan besi gondola. Getaran keras akibat pendaratan itu membuat kabel baja yang sudah rusak semakin terkikis dan mengeluarkan suara derit yang sangat mengerikan.
"Serahkan buku catatan itu sekarang juga, Kirana, atau saya akan membiarkan tangan pengawal setiamu ini lepas dari pegangannya!" ancam pria itu dengan suara yang berat dan berwibawa.
Kirana melihat Indra yang sudah bermandi peluh, wajahnya sangat pucat karena menahan beban tubuh mereka berdua di tengah angin kencang lantai lima puluh. Ia menggenggam buku catatan ibunya dengan sangat erat, namun matanya menatap tajam ke arah balik topeng naga emas yang tampak sangat mewah tersebut. Aroma parfum kayu cendana yang sangat khas mulai tercium oleh indra penciuman Kirana, sebuah aroma yang sangat ia kenali selama ini.
"Tuan Arkananta? Apakah itu benar-benar Anda di balik topeng yang sangat menyeramkan ini?" tanya Kirana dengan suara yang bergetar hebat karena rasa tidak percaya.
Pria itu terdiam sejenak, ia perlahan membuka topeng emasnya dan menampakkan wajah yang sangat tegas namun dipenuhi oleh guratan bekas luka bakar yang masih sangat merah. Kirana terpekik kaget sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan, hatinya hancur melihat kondisi wajah sang bos muda yang dulu sangat sempurna. Namun, bukan rasa kasihan yang ia terima, melainkan sebuah tatapan dingin yang sangat menusuk ke dalam sukmanya.
"Arkananta yang kamu cintai sudah mati di muara itu, Kirana, yang berdiri di depanmu sekarang hanyalah seorang pria yang ingin menuntut haknya kembali," jawab Arkan dengan nada suara yang sangat hambar.
Indra terbelalak melihat tuannya sendiri yang kini justru menodongkan senjata ke arah Kirana di tengah situasi yang sangat berbahaya ini. Ia mencoba memberikan peringatan kepada Kirana, namun napasnya sudah terlalu sesak untuk mengeluarkan suara yang cukup jelas didengar. Arkan melangkah mendekat, mengabaikan goyangan gondola yang sewaktu-waktu bisa saja jatuh menghantam aspal jalanan yang sangat keras di bawah sana.
"Kenapa Anda berubah menjadi sangat jahat seperti ini, Tuan? Bukankah Anda yang menyuruh saya untuk lari melalui pesan suara tadi?" tanya Kirana sambil terisak-isak menahan tangis.
Arkan tertawa sinis, sebuah tawa yang terdengar sangat asing bagi telinga Kirana yang selama ini selalu mendengarkan perintah tegas yang penuh perlindungan. Ia menjelaskan bahwa pesan suara itu hanyalah sebuah umpan untuk memastikan Kirana membawa buku catatan tersebut keluar dari gedung yang akan meledak itu. Ternyata, Arkananta memiliki rencana yang jauh lebih besar yang melibatkan harta warisan keluarga Kirana sebagai modal utama untuk menghancurkan Clarissa dan Bagas.
"Buku itu berisi sandi rahasia untuk mengakses brankas pusat milik kakek saya, dan hanya keturunan Sekar yang bisa membukanya dengan sidik jari," ungkap Arkan sambil merampas buku tersebut secara paksa.
Kirana merasakan perih di hatinya yang jauh lebih menyakitkan daripada luka-luka di tubuhnya akibat serpihan kaca dan benturan keras tadi. Ia tidak menyangka bahwa seluruh perhatian dan perlindungan yang diberikan Arkan selama ini hanyalah bagian dari sebuah sandiwara yang sangat rapi. Seluruh kenangan manis di kantor dan momen-momen saat Arkan menyelamatkannya seolah berubah menjadi sampah yang sangat tidak berharga.
"Jadi, Anda mendekati saya hanya untuk mendapatkan sandi ini? Anda benar-benar seorang pria yang sangat licik dan tidak punya perasaan!" teriak Kirana dengan penuh amarah yang membara.
Arkan tidak memedulikan makian tersebut, ia segera memberikan kode kepada pilot helikopter untuk menurunkan tangga tali guna menjemputnya kembali ke atas. Namun, tepat saat ia akan memanjat, sebuah tembakan peringatan terdengar dari arah atap gedung yang dilakukan oleh pasukan keamanan Clarissa yang baru saja tiba. Suasana menjadi semakin kacau saat peluru-peluru mulai menghujani badan helikopter dan area sekitar gondola yang sangat terbuka tersebut.
"Ambil ini dan simpan baik-baik, jangan pernah percayai siapa pun bahkan bayanganmu sendiri, Kirana!" bisik Arkan tiba-tiba sambil menyelipkan sebuah kalung perak ke dalam saku jas Kirana.
Sebelum Kirana sempat bertanya lebih lanjut, Arkan mendorong tubuh Kirana dan Indra masuk ke dalam sebuah lubang ventilasi besar yang terbuka di dinding gedung. Kirana terjatuh berguling-guling di dalam lorong gelap yang dipenuhi oleh debu, sementara suara ledakan kembali terdengar dari arah luar. Ia merangkak kembali ke arah lubang ventilasi dan melihat gondola tadi sudah jatuh terhempas ke bawah karena kabelnya benar-benar putus total.
"Tuan Arkaaan!" jerit Kirana sambil menggapai udara kosong yang hanya dipenuhi oleh kepulan asap hitam yang sangat pekat.
Di dalam lorong ventilasi yang sangat sunyi, Kirana hanya bisa mendengar suara detak jantungnya sendiri yang berdegup-degup sangat kencang. Ia merogoh sakunya dan menemukan kalung perak yang diberikan Arkan, yang ternyata memiliki sebuah penyimpan data kecil di dalam liontinnya. Di dalam liontin itu terdapat sebuah foto masa kecil Kirana bersama seorang anak laki-laki yang memiliki tanda lahir yang sama persis dengan Arkananta.
Kirana terdiam seribu bahasa saat menyadari sebuah fakta yang selama ini terkubur sangat dalam di bawah tumpukan dokumen rahasia keluarga mereka. Foto itu menunjukkan bahwa Arkananta sebenarnya adalah kakak kandungnya yang telah lama hilang akibat penculikan massal di panti asuhan belasan tahun yang lalu. Air mata Kirana mengalir semakin deras, menyadari bahwa takdir sedang mempermainkan hidupnya dengan cara yang paling kejam dan paling menyedihkan di dunia ini.