Shinkai. Sosok lelaki berusia 25 tahun. Ia tinggal di sebuah rumah sewa yang terletak tepat di sebelah toko bunga tempat ia berada saat ini. Toko bunga itu sendiri merupakan milik dari seorang wanita single parent yang biasa dipanggil bu Dyn dan memiliki seorang anak laki-laki berusia 12 tahun. Adapun keponakannya, tinggal bersamanya yang seringkali diganggu oleh Shinkai itu bernama Aimee. Ia setahun lebih tua dibanding Shinkai. Karena bertetangga dan sering membantu bu Dyn. Shinkai sangat dekat dengan keluarga itu. Bahkan sudah seperti keluarga sendiri.
Novel ini memiliki genre action komedi yang memadukan adegan lucu yang bikin tertawa lepas, serta adegan seru yang menegangkan dari aksi para tokoh. Adapun part tertentu yang membuat air mata mengalir deras. Novel ini akan mengaduk perasaan pembaca karena ceritanya yang menarik.
Yuk, baca kisah lengkap Shinkai dengan aksi kerennya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29
Misi penyelamatan bu Dyn dan Neptune. Dini hari tadi, Hoshi memimpin sebagai penunjuk arah melewati rintangan sulit dan menantang. Mereka melewati tumbuh-tumbuhan berduri, hewan-hewan buas hingga jurang yang dalam. Aimee selalu tertinggal, namun mereka dengan sabar menuntun. Sekalipun Luisa selalu melontarkan kata-kata pedas. Tak ada yang luput dari cemong pada kulit. Semua sudah seperti petualang sejati.
Dalam perjalanan itu pula Shinkai bisa melihat kemampuan orang-orang yang baru-baru ini ia jumpai seperti May, Luisa dan Egan. Selain ahli racun, May juga pandai bersembunyi dan mengelabuhi musuh seperti beruang besar yang menghadang mereka. Luisa adalah pemanah hebat dan selalu tepat sasaran. Egan, sang mata-mata ahli manipulasi. Ia pandai menyerang mangsa saat lengah dan mengincar titik fatal. Egan tipe petarung yang tidak suka berjangka panjang.
“Bagaimana jika mereka mengetahui keberadaan kita jika kita nekat ke pemukiman?” tanya Aimee.
“Masih terlalu dini untuk mereka mengetahui keberadaan kita. Kau pikir kami siapa?” ketus Luisa.
Mereka mengambil jalan sulit untuk melewati jalur yang aman dari penjagaan. Dapat dipastikan bahwa pasukan Gloine saat ini sudah dilepaskan ke banyak titik. Sehingga, tidak sembarang arah yang bisa ditempuh.
Perjalanan panjang berikutnya. Shinkai tetap berlari mantap dengan tubuh yang belum benar-benar pulih. Hoshi tidak pernah sedikitpun melihat belakang. Tidak juga bersuara. Ia fokus penuh untuk mendapatkan jalan yang tidak salah. Shinkai tentu paham akan itu. Hoshi, sosok yang akan melakukan yang terbaik. Terutama ketika ditunjuk untuk memimpin. Fokus penuh, tanpa peduli akan hal yang tidak penting.
Terdapat jurang lagi di depan sana. Tugas Luisa. Si gadis pemanah itu meluncurkan serangan ke seberang dengan mengikat tali pada ekor anak panah hingga terlilit pada ranting. Keahlian yang tidak semua orang mampu mempelajarinya.
Satu persatu mencari ranting kuat untuk meluncur. Di jurang sebelumnya, Aimee menangis karena rasa takut. Belum habis rasa takut itu, kini ia bertemu lagi dengan jurang lain.
“Silakan jadi yang pertama, tuan putri,” ujar Luisa kepada Aimee.
Tatapan tajam Shinkai terarah ke si gadis pemanah karena jengkel. Ia tahu betul bahwa Luisa sedang mengejak Aimee. Namun, sejak awal Luisa memanglah orang seperti itu.
Aimee menoleh ke Shinkai.
“Berat badan kalian berdua tidak akan mampu ditahan tali itu. kau pikir kau seringan May,” lanjut Luisa.
Tiba-tiba Shinkai yang mendekat, “Aku lebih dulu. Lalu, berikan giliran kedua untuk Aimee.”
Luisa mengangkat bahu, “Terserah kau.”
Maka Shinkai langsung meluncur dengan ranting pohon.
Muak dengan ocehan Luisa, Aimee langsung melaju mantap dengan rantingnya. Padahal, kakinya sangat gemetar. Namun, ia tidak mau lagi menujukkan sisi lemahnya, sebab ia satu-satu yang tidak punya kemampuan bertarung dan kemampuan bertualang.
Maka Aimee mulai meluncur dengan jeritan super kuat. Sampai seberang sana, Shinkai menangkap Aimee.
“Kau tak harus berusaha membuat si pemanah aneh itu terkesan, Aimee,” ucap Shinkai.
“Aku hanya muak menjadi orang lemah.”
Dua menit setelah mereka menyeberang. Perjalanan dilanjutkan. Sampai matahari mulai meninggi. Akhirnya dari kejauhan, tampak salah satu rumah warga.
“Berhenti!” tegas Hoshi, setelah berjam-jam tanpa bersuara.
Seorang wanita tua keluar dari pintu belakang dengan sebuah ember berisi pakaian basah.
“Luisa dan May keluar lebih dulu sambil membawa beberapa kayu bakar. Tunggu kami di tempat yang ramai. Kalau kau melihat pasar, berhentilah di sana bersama kerumunan orang,” pinta Hoshi.
Luisa dan May mengangguk.
Tak lama, kedua gadis itu keluar dari hutan dan melintas di rumah wanita tua itu seolah habis mengambil kayu bakar.
“Taza dan Egan. Keluar dari sebelah sana. Tampakkan senjata itu seperti dua orang pemburu,” lanjut Hoshi.
Selang satu menit, “Sisa kalian. Kau keluar sendiri!” Hoshi menunjuk Aimee.
Kalimat yang membuat Aimee melirik panik pada Shinkai. Justru ia sebagai satu-satunya orang yang tidak bisa bertarung malah diminta untuk keluar sendiri.
“Kau tidak akan menjadi tersangka. Kau menghilang dalam keadaan diculik dan keracunan,” jelas Hoshi.
“Kenapa aku tidak bersama Shin?”
“Kau khawatir jika aku menghabisinya di sini?”
Raut wajah Aimee berbuah sebal.
“Tak jauh dari sini pasti ada keramaian. Empat teman yang lain pasti ada di sana,” timpal Shinkai.
“Shinkai terluka dengan banyak perban di sekujur tubuhnya. Dia yang paling mencurigakan. Jadi serahkan dia padaku,” ucap Hoshi.
Aimee masih bergeming.
“Cepatlah! Kau membuang banyak waktu. Kau mau teman-teman kita keburu tertangkap, hah?” tegas Hoshi.
“Kita akan bertemu lagi. Tenang saja.” Shinkai berkata.
Mau tidak mau. Aimee akhirnya berlari dan keluar dari hutan itu sendirian.
“Di mana ini?” tanya Shinkai.
“Entahlah. Kita sudah menjelajah hutan selama berjam-jam. Entah seberapa jauh wajah kita akan terpampang sebagai buronan.”
Hoshi tiba-tiba berlari kencang meninggalkan Shinkai yang belum mampu berlari sekencang itu. Namun Shinkai tetap berjalan mengikutinya dengan perlahan.
Tak lama, wajah Hoshii muncul lagi. Ia kembali dengan membawa sebuah pakaian panjang yang tampak lusuh.
“Cepat, pakai ini untuk menyembunyikan perban-perban itu.”
“Di mana kau mencurinya?”
“Kembalikan saja nanti saat kau sudah tak membutuhkannya.”
Akhirnya, Shinkai hanya bisa menurut dan melanjutkan langkah.
Lengang sejenak.
Embusan angin menemani tapak dua pemuda itu. Sudah sangat lama sejak terakhir kali mereka berdua berjalan beriringan tanpa niatan untuk saling menyerang.
“Kenapa kita masih bisa berjalan beriringan?” Shinkai memecah hening.
“Karena kau pengecut.”
“Itu lagi yang masih bisa kau ucapkan?”
Pertikaian dan perpisahan Shinkai dan Hoshi terjadi akibat perbedaan tujuan mereka usai terbunuhnya Tevy. Hoshi ingin melanjutkan perjalanan dan menjalankan misi panjang untuk membalas pihak-pihak yang terlibat dalam Tragedi Bunga Soka. Di mana mereka kehilangan banyak orang-orang berharga. Hoshi memiliki tekad kuat untuk merebut keadilan yang dirampas para penguasa yang tamak. Sebab ia juga kehilangan seseorang yang dianggap ibunya dalam tragedi itu.
Sebaliknya, Shinkai tidak mau lagi untuk melanjutkan apapun yang berkaitan dengan pemberontakan. Ia memimpikan kehidupan yang tentram dengan cukup melindungi orang-orang yang berharga bagii Tevy. Ia tidak memikirkan tujuan lagi setelah merenungkan betapa seringnya Tevy bercerita banyak hal tentang keluarga tercintanya.
Oleh sebab itu, Shinkai dan Hoshi mulai bertikai dan mendebatkan banyak hal. Taza yang tidak bisa memilih antara satu temannya itu hanya bisa menengahi dan menasihati. Bahwa Tevy tidak akan menyukai ketika anak-anak murid kesayangannya berkelahi. Namun, Shinkai malah menyerang Hoshi karena tidak terima dengan perkataan pemuda itu tentang keluarga Tevy yang disebut orang-orang lemah dan beban pikiran Tevy.
“Apa lagi yang bisa aku ucapkan, tuan pembunuh Tevy?”
“Tenang saja. Aku tidak akan mengamuk lagi dengan panggilan itu.”
“Aku juga tidak berniat membuatmu mengamuk. Hanya saja, mulutku terasa kering jika tidak mengatakan hal buruk padamu.”
“Aku tahu, makanya mulutmu bau.”
Sampai di pemukiman warga. Tempat itu sepertinya tidak asing namun tidak juga dikenali. Barangkali, itu adalah salah satu desa yang dilewati saat berkelana dulu.