Devan Ganendra pergi dari rumah, karena iri dengan saudara kembarnya yang menikah dengan Dara. Karena dia juga menyukai Dara yang cantik.
Ia pergi jauh ke Jogja untuk sekedar menghilangkan penat di rumah budhe Watik.
Namun dalam perjalanan ia kecelakaan dan harus menikahi seorang wanita bernama Ceisya Lafatunnisa atau biasa dipanggil Nisa
Nisa seorang janda tanpa anak. Ia bercerai mati sebelum malam pertama.
Lika-liku kehidupan Devan di uji. Ia harus jadi kuli bangunan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bersama Nisa.
Bagaimana penyelesaian hubungan keluarga dengan mantan suaminya yang telah meninggal?
Atau bagaimana Devan memperjuangkan Nisa?
Lalu apakah Devan menerima dengan ikhlas kehadiran Dara sebagai iparnya?
ikuti kisah Devan Ganendra
cusss...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon si ciprut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sah
"Saya terima nikah dan kawinnya Ceisya Lafatunnisa Binti Sabar Khoirudin dengan mas kawin uang dua juta rupiah di bayar tunai!"
"SAHH..!!
"Sahhh..!!
"Alhamdulillah!" Pak Kaum pun membacakan doa setelah kata sah disambut oleh saksi dan warga yang ikut acara.
Hingga selesai doa, semua warga bubar dan bersorak-sorai. Meski sorakannya seperti mengolok-olok Nisa yang kini tidak bebas seperti hari kemarin, karena sudah bersuami.
Kini tinggal Hasan dan keluarganya serta pak Kaum yang masih tetap singgah sementara. Pak kaum Sobri memang akrab dengan Hasan. Karena sering memakai jasa Hasan yang jadi tukang bangunan.
"Le, aslimu sebenarnya mana?" Tanya pak Kaum yang memang belum kenal baik dengan Devan.
"Jakarta pak ustad!" Sahut Davin.
"Aku duduk(bukan) ustad yooo. Cuma kadang di suruh jadi imam masjid. Tapi mereka panggilnya pak Kaum!, ohhh Jakarta!" kata pak kaum Sobri. Ia memang seorang guru di salah satu pesantren dekat sini. pesantren Pabelan namanya.
"Nggih pak kaum!" Sahut Devan sambil menahan perih.
"Jadi gini le!, maaf sebelumnya saya tidak bisa bantu banyak. Sebab warga sini memang lagi gampang tensinya naik gara-gara ulah maling, sama tukang judi online. Jadi kalau masalah sepele seperti tadi membuat sampeyan sengsara di amuk warga!" Ungkap pak Kaum Sobri.
"Sepele bagaimana pak Kaum, lha wong saya di hajar sampai begini. Masih disuruh nikah lagi. Saya aja engga kenal sama Nisa ini!" Sahut Devan dengan kesal.
Pak Sobri hanya cengengesan mendengar perkataan Devan.
"Namamu tadi siapa?" Tanya Hasan di sebelah pak Sobri.
"Evan!" Sahut Devan ketus. Ia masih mangkel, jengkel tapi tidak bisa berontak karena badannya sakit semua, gara-gara warga salah paham.
"Nisa, bantu Evan obatin lukanya. Engga kasihan sama suami?" Canda Hasan kepada Nisa namun membuat Devan semakin jengkel.
"Wes wes wes, mas Ono ngono!" ucap Jannah yang mengabulkan baskom berisi air hangat untuk mengompres Devan.
"Wes Kono Nang kamar!" ucap Jannah kepada adik iparnya itu.
"Mbak samanya, sama mas Hasan!" Gerutu Nisa kemudian masuk ke kamar membawa baskom.
"Lho Iki Evan nya diajak masuk!" Teriak Jannah sambil berkacak pinggang ke arah Nisa.
"Iya iya, mas Evan sayang masuk sini!" Ucap Nisa tapi wajahnya cemberut. Membuat Devan berdebar tidak karuan karena di panggil sayang oleh Nisa.
"Bisa mlaku tidak?" Tanya pak Sobri yang melihat Devan merintih karena sakit di kakinya. Apalagi wajah Devan semakin bengkak.
Devan melangkah perlahan menuju kamar Nisa, kemudian mengutuk pintu sebelum masuk ke kamar Nisa.
Hal sederhana ini membuat Nisa menahan nafas sejenak karena haru. Sebab perilaku Devan yang mengetuk pintu meski keadaan pintu terbuka, membuatnya salut akan Devan, yang mempunyai perilaku baik menurutnya.
"Masuk sini mas, tak apa!, kan udah muhrim!" Ucapnya malu-malu, meski hal itu sebenarnya terpaksa. Sangat terpaksa menghadapi situasi saat ini.
"Terimakasih!" Sahut Devan kemudian duduk di sebelah Nisa.
"Boleh aku kompres lukanya. Maaf kalau sakit!" ucap Nisa kemudian memulai memasukkan handuk kecil ke baskom yang ia bawa tadi.
perlahan Nisa membersihkan luka Devan, terutama bagian wajah.
Devan menatap sekeliling kamar, karena terlihat rapi dan banyak buku-buku di rak.
Sementara kamar Nisa ini tidak terlalu sempit jika berdua seperti saat ini.
Devan kemudian menatap Nisa. Wajah cantik yang di balut jilbab warna krem, serta baju putih, dan celana panjang warna putih. Seakan Nisa adalah seorang perawat pribadinya.
"Kamu perawat?, apa dokter?" Tanya Devan, tapi matanya tidak lepas dari bibir dan mata Nisa yang tampak sayu. Sayu habis menangis karena harus menikah mendadak malam ini.
"Perawat mas!, di rumah sakit deket sini. Tadi aku baru pulang!" Sahut Nisa, tangannya dengan telaten mengobati wajah Devan.
Devan merintih karena perih obat yang di berikan Nisa.
"Maaf ya mas, kalau omongan warga tidak mengenakkan!" Ucap Nisa sambil menunduk, memeras handuk di baskom.
"Tak apa!, mereka berkata sesuai asumsi mereka. Yang penting, yang diasumsikan tidak sesuai dengan kenyataannya. Biar Allah yang melihat, mana yang benar atau tidak!"
"Masyaallah mas..!"
"Aku juga minta maaf kejadian tadi, karena tidak sengaja menyerempet sepedamu. Aku lagi banyak melamun akhir-akhir ini. Engga fokus di jalanan."
"Sama-sama mas. Sudah sekarang istirahat. Semoga besok lekas sembuh. Aku tidur di sebelah!"
"Engga tidur sini?"
Deg..!!
"Aku tidurnya kayak kuda. Kamu kan lagi sakit!, takutnya nanti ketendang aku!" Alasan Nisa yang di buat-buat.
"Gapapa!, ketendang kamu mah ga masalah. Asal jangan ketendang kuda!" Celetuk Devan yang kemudian merebahkan badannya yang lelah.
Nisa hanya melotot kesal, meski baru kenal. Tapi Devan berani membalikkan kata-katanya.
"Asik juga ini cowok!" Batin Nisa, namun ia segera pergi ke kamar sebelah untuk istirahat, serta meratapi nasibnya.
"Lha kok tidur di sebelah Nis?, Yo kelonin suaminya itu!' Ucap Pak Sobri yang masih bercengkrama dengan Hasan.
"Takut ketendang pak lek!" Sahut Nisa kemudian masuk ke kamar.
Hahahahha....!!
Tawa Hasan dan Pak Kaum bersamaan di ruang tamu. keduanya berlanjut sampai malam. Hingga pak kaum pun pamit undur diri.
Hasan menghela nafas panjangnya, memikirkan adiknya Nisa, yang sering mendapatkan ejekan dan perlakuan buruk dari warga sekitar.
Meski kadang Nisa membantah, bahkan menghajar orang yang menghinanya, namun itu tidak membuat kapok warga yang selalu berkata buruk tentangnya.
Hasan kemudian masuk ke kamar yang sudah di tempati istrinya. Kemudian merebahkan tubuhnya yang lelah.
"Mas..!"
"Hemm!"
"Nisa bagaimana?" Tanya Jannah yang sebenarnya kasihan dengan Nisa saat ini.
"Bagaimana apanya?"
"Itu?, menurut mas, Evan itu bagaimana?, mau menerima Nisa yang seorang janda atau tidak. Terus dia kerjaannya apa?, kenapa kok engga di pikirkan dulu gitu?" Tanya Jannah panjang lebar. Sebab memang belum tahu Devan itu seperti apa. Kerja atau tidak, terus aslinya orang mana?. Keluarganya bagaimana. Macam-macam lah menurut Jannah itu.
Apalagi Devan baru dikenalnya. Biasa jdi ia orang yang pura-pura baik. Dan aslinya jahat.
"Kebanyakan nonton Drakor ya kayak gitu Jan!" Sahut Hasan yang kemudian menutup mata.
"Mas yakin Evan itu anak baik Jan!, bahkan yang dituduhkan warga itu tidak benar. Aku kasihan misal ga jadi nikah sama Nisa. Malah Evan yang akan di arak keliling kampung ga pakai pakaian. Udah di hajar, di permalukan lagi. Aku jaga-jaga itu. Apalagi Nisa pasti juga kena!" Jelas Hasan kepada Jannah istrinya.
Memang warga sini tanpa tendeng aling-aling akan menghakimi masa tanpa pandang bulu. Sebab sering kejadian yang maling ayam aja di hajar sampai koma. apalagi yang di tuduh berbuat zina kayak Nisa dan Devan.
"Tinggal keduanya mau lanjut atau tidak, kita serahkan ke mereka!, Toh sekarang ga bakal bisa anuin Nisa dalam kondisi seperti itu!" Lanjut Hasan.
"Anu apa mas?"
"Anuu?, bikin adik buat Hanifa yuk sayang!"
"Helehhhh!, maunya!"
.
.
.
BERSAMBUNG
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
ibu tirinya, Nisa???
lanjut thor ceritanya
lanjutkan
jadi semangat bacanya deh
kog bisa2nya kek gitu
kan mayan ada devan yg jadi jaminan
cwek tuh perlu bukti ucapan juga lhooo
pokoknya yg bilang habiskan semua nya 😅😅😅😅