Alana terpaksa menikah dengan seorang CEO dingin bernama Adam Pratama atas permintaan saudara kembarnya, yang kabur satu hari sebelum pesta pernikahan.
Seiring berjalannya waktu, Adam menunjukkan rasa pedulinya pada Alana dan mulai melupakan mantan kekasihnya.
Akankah muncul benih-benih cinta diantara mereka berdua? Apalagi mengingat kalau ini adalah pernikahan yang terpaksa semata?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 29
Tok... Tok...
Clara membuka pintu dan terkejut saat melihat keadaan Alana yang basah kuyup karena kehujanan.
Ditambah lagi sahabatnya itu menangis dan berlari ke dalam pelukannya.
"Astaga, Al! Apa yang terjadi padamu?" pekik Clara, mengajak Alana masuk namun wanita itu menggeleng.
"Tubuhku basah kuyup, Ra. Gimana kalau rumahmu kotor nanti," ucap Alana menolak ajakan Clara.
"Kamu ini bicara apa? Kita sudah bersahabat sejak kecil, jadi jangan sungkan." Clara mengajak Alana masuk dan memapahnya untuk duduk di sofa. "Tunggu sebentar, aku ambilkan handuk dan membuatkan mu teh hangat."
Alana mengangguk. Padahal, ia ingin sekali kembali ke apartemen milik Sherly dimana mereka berdua pernah tinggal bersama dulu.
Tapi, itu tidak mungkin terjadi. Apalagi setelah Sherly kembali pada Adam. Mereka pasti akan segera tinggal berdua disana dan tidak menginginkan kehadirannya.
Sebelum menikah, Sherly sering mengajak Adam ke apartemennya untuk menghabiskan waktu liburan mereka bersama. Saat itu, Alana memilih pergi dan berkunjung ke rumah Clara.
Jadi, selama itu Adam tidak tahu kalau Sherly memiliki saudara kembar.
"Keringkan tubuhmu lalu minum teh ini," ucap Clara memberikan handuk kering dan juga secangkir teh hangat.
"Terima kasih, Ra." Alana meletakkan teh itu di atas meja dan mengeringkan rambutnya dengan air mata yang terus menetes.
Clara mengusap punggung Alana, berusaha menenangkan sahabatnya itu. "Katakan, kenapa kamu bisa asah kuyup begini. Sudah tahu hujan masih saja nekat? Bagaimana kalau kamu sakit?"
Alana mendongak, menatap Clara dengan mata berkaca-kaca. "Ra, semuanya sudah berakhir."
Clara mengernyit bingung. "Apa yang berakhir? Katakan, aku tidak mengerti maksud ucapan kamu, Al." tentu saja ia mengerti, tiba-tiba Alana berkata yang membuatnya harus berpikir ulang.
Alana menjelaskan semuanya perlahan-lahan pada Clara. Sepertinya ini adalah saat yang tepat bagi sahabat baiknya itu untuk tahu.
Alana tidak peduli jika nanti Clara marah dan membencinya.
"A-apa? Jadi selama ini kamu sudah menikah dengan om-om itu?!" pekik Clara dengan bibir menganga lebar tidak percaya.
Alana mengangguk dengan rasa bersalah. "Maaf karena aku sudah menyembunyikan rahasia sebesar ini darimu..."
Clara mengerti apa yang Alana rasakan. Sejak dulu, Sherly memang selalu bertindak semaunya sendiri tanpa memikirkan perasaan orang lain.
"Tidak apa-apa. Ini bukan salahmu, Al. Sekarang ikut aku, ganti pakaianmu dan istirahatlah. Ini sudah malam."
"Tapi bagaimana dengan kak Adam? Dia pasti—"
Clara berdecak kesal. Sudah jelas-jelas Adam memilih Sherly kenapa dia masih mengingatnya.
"Jangan bilang kalau kamu sudah jatuh cinta pada om tampan itu?" Alana menunduk, enggan menjawab pertanyaan Clara. "Pantas saja, aku merasa ada yang aneh di antara kalian."
Alana menghela nafas kasar. "Aku tidak hanya jatuh cinta padanya, Ra. Tapi juga sudah memberikan segalanya," lirih Alana meremas jari-jari tangannya sendiri.
"M-maksudmu?"
"Aku hanya khawatir bagaimana jika nanti aku hamil." Alana menggigit bibit bawahnya sendiri, selama melakukan hubungan suami istri dengan Adam, ia sama sekali tidak menggunakan pengaman.
"Hah?" lagi, Clara dibuat shock dengan pengakuan Alana. "Dasar bodoh! Kenapa kamu melakukan itu? Sudah tahu pernikahan kalian tidak akan bertahan lama."
Alana menyandarkan kepalanya di sofa, menatap langit-langit dengan mata terpejam. Memang benar ucapan Clara, bukankah seharusnya Alana menolak sejak awal saat Adam mengajaknya melakukan hubungan suami istri?
Dan dengan bodohnya semakin kesini Alana malah menikmatinya dan sengaja menggodanya.
"Aku tidak punya kuasa untuk menolak. Jika kamu jadi aku, apa yang akan kamu lakukan, Ra?" tanya Alana menatap serius Clara.
Clara mengidikkan bahu acuh. "Entahlah. Aku juga bingung," jawab Clara. "Masuklah ke kamar, aku akan mengunci pintunya dulu."
Clara berjalan ke arah pintu dan hendak menguncinya, namun belum sempat wanita itu melakukannya pintu sudah di ketuk lebih dulu oleh seseorang.
Clara bergegas membukanya.
"Hai cantik, kita bertemu lagi." Kenan mengedipkan sebelah matanya.
"K-kamu? Apa yang kamu lakukan—" belum selesai Clara bicara, Kenan sudah lebih dulu mengecup bibirnya dan menariknya keluar.
Alana bangkit dan menghampiri Clara yang tak kunjung masuk.
"Ra, kenapa lama sekali." kini giliran Alana yang dia mematung melihat sosok pria yang ada di hadapannya. "Kak Adam..."