Ivy Cecilia, seorang perawat yang bertugas di salah satu rumah sakit harus rela kehilangan sang suami dalam kecelakaan tunggal saat pulang dari rumah sakit. Pesan terakhir suaminya adalah jasadnya harus dikebumikan di tanah kelahirannya, Tondo, di negara Filipina. Demi rasa cintanya, Ivy pun menyanggupi. Dengan membawa dua anak mereka yang masih kecil, Ivy mengurus keberangkatannya membawa jenazah suaminya ke Filipina. Karena belum pernah bertemu sebelumnya, Ivi berniat tindak lama di sana. Selesai misa pemakaman Ivi akan kembali ke Indonesia.
Namun, yang menanti Ivy di sana bukanlah sesuatu yang mudah. Bukanlah pertemuan dengan keluarga mertua yang seperti biasa. Kegelapan, darah, amarah, dan jebakan paling menyiksa sepanjang hidupnya sudah menanti Ivy di Tondo, Filipina.
Apakah Ivy berhasil melalui itu semua dan kembali ke Indonesia?
ataukah Ivy terjebak di sana seumur hidupnya?
Ayo, temani Ivy berpetualang di negeri seberang, Filipina, melaksanakan pesan terakhir mendiang suami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ericka Kano, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 : Dicemburui...
Lukas menuruni tangga. Dia ingin membuat kopi lagi. Dalam hatinya berharap saat itu Ivy sedang membuat kopi juga agar Ivy juga membuatkan kopi untuknya. Di lidahnya, kopi buatan Ivy lebih enak dari buatannya sendiri.
Langkah Lukas terhenti ketika melihat pintu kamar Ivy masih terbuka dan lampu masih menyala. Lukas melongok ke pintu kamar.
Dia melihat Ivy sedang menggendong Aiden. Sepertinya Aiden belum tidur.
"Kenapa? Aiden sakit?," Lukas melangkahkan kakinya masuk.
Ivy menengok ke arah suara Lukas.
"Tidak. Dia hanya gelisah dan tidak bisa tidur. Biasanya setelah dibacakan buku cerita dia langsung tertidur," jawab Ivy sambil mengusap punggung Aiden.
Lukas memperhatikan Ivy. Tubuh Aiden semakin berisi pasti berat untuk ukuran tubuh Ivy.
"Mau gantian?," Lukas mengangkat tangannya, ingin mengambil Aiden dari gendongan Ivy.
"Dia berat Lukas. Kamu istirahat saja. Hari ini kamu sudah bekerja keras di kantor,"
Lukas maju dan mengambil Aiden.
"Tubuh ku lebih besar dari mu. Berat Aiden bukanlah apa-apa untukku," ujar Lukas yang sekarang sudah menggendong Aiden dan mulai mengusap punggung Aiden seperti yang Ivy lakukan.
"Bernyanyilah Lukas supaya dia cepat tertidur?,"
"Bernyanyi? Aku tidak tahu menyanyi,"
"Asal saja yang penting ada bunyi nyanyian,"
Lukas pun mulai bernyanyi asal-asalan. Ivy tertawa dengan suara tertahan mendengar nyanyian Lukas. Lukas pun tertawa tertahan sambil terus bernyanyi lagu karangannya sendiri.
Dan mereka bertiga pun menghabiskan malam di kamar itu. Ivy dan Aiden tidur di tempat tidur, sedangkan Lukas tertidur di kursi di samping tempat tidur. Posisinya berada di samping Aiden. Lukas tidur dengan posisi tidur sambil telapak tangannya di atas dada Aiden. Lukas terbangun merasakan ada sesuatu di atas tangannya. Dia membuka mata perlahan. Ternyata tangan Ivy berada di atas tangannya Lukas dan Ivy tidak sadar itu karena dia sudah terlelap.
Lukas memilih tidak bergerak sama sekali agar tangan Ivy tetap menyentuh tangannya.
Demi merasakan kulitmu aku rela kaki dan tanganku kebas malam ini, (Lukas).
**
"Sepertinya Tuan tidak tidur dengan baik," Damon menyerahkan dokumen sambil memperhatikan wajah Lukas.
"Begitukah?," Lukas tidak terlalu menanggapi. Dalam hatinya seperti ada bunga-bunga bermekaran gara-gara hampir semalaman tangannya bersentuhan dengan tangan Ivy. Berulang kali kaki dan tangannya kebas tapi dia berusaha tetap tidak bergerak agar Ivy tidak bangun.
"Anda minum-minum lagi, Tuan?," Damon menyelidik.
"Minum? Tentu saja tidak. Aku tidak akan melakukan hal yang Ivy tidak suka,"
Damon tersenyum mendengarnya.
"Damon,"
"Ya Tuan?,"
"Bagaimana caranya kita bisa tahu bahwa seseorang itu juga menyukai kita?,"
"Mungkin.. Dengan cara membuat dia cemburu. Kalau dia menunjukan cemburunya berarti dia menyukai kita. Tapi kalau dia terlihat biasa-biasa saja, berarti dia tidak ada perasaan apa-apa,"
"Membuatnya cemburu ya...," Lukas menganggukan kepala seraya tersenyum nakal.
**
Hari itu berlangsung dengan membosankan bagi Ivy. Dia belum mendapat ritme kerja yang pas sehingga waktunya hanya terbuang dengan percuma. Lukas melarangnya berkeliling kantor. Jadi aktivitas nya sangat terbatas.
Ivy melihat jam di hp nya. Sebentar lagi jam pulang kantor. Dia memutar-mutar kursi kerjanya.
Pintu connecting terbuka. Lukas muncul. Dia sudah tidak mengenakan jas nya lagi. Dia hanya mengenakan kemeja putihnya yang lengannya sudah digulung.
"Ivy, kamu akan diantar Damon pulang. Aku akan ke suatu tempat dulu," ujar Lukas.
Ivy mendongak,
"Aku ikut?," tanya Ivy.
"Tidak usah. Ini bukan kerjaan. Aku hanya mau mencari angin segar,"
Ivy mengernyitkan keningnya,
"Kemana?,"
"Ada janji minum dengan teman di salah satu club," selesai menjawab Lukas langsung berbalik ke ruangannya.
Ke salah satu club? Duh, Ivy, apa yang kamu harapkan. Lukas seorang mafia. Club malam adalah tempat biasa yang didatangi para mafia. Kamu pikir dia pria normal yang tidak kenal dunia malam? Tentu tidak. (Ivy).
**
"Pak Damon,"
"Ya Nyonya?," Damon mengendarai mobil dan Ivy duduk di belakangnya.
"Ke club mana biasanya Lukas pergi?," tanya Ivy.
"Beberapa club besar di distrik ini milik keluarga Vergara. Ada juga club lain milik kolega keluarga Vergara. Jadi, Tuan bebas memilih ingin pergi ke club mana," jawab Damon sambil terus menyetir.
Mendengar itu, Ivy menopang dagu dan menatap ke jalanan.
**
Ivy mulai menyantap makanannya.
Makanan ini hambar atau leherku sedang bermasalah? (Ivy).
Ivy makan malam dengan tidak bersemangat.
Malam ini terasa lambat. Ivy sudah menidurkan Aiden. Biasanya di jam 10 malam dia sudah merasa sangat mengantuk. Tapi kali ini beda. Dia pun menelpon Bella sekadar mengobati kerinduannya akan Indonesia. Bella juga menyambungkan panggilan Ivy ke keluarga Ivy sehingga rasa rindu Ivy bisa terobati malam ini.
Setelah menghabiskan waktu satu jam lebih menelpon, Ivy mengakhiri panggilannya. Sebagian lampu sudah dimatikan. Aiden sudah tertidur. Maya juga sudah di kamarnya.
Ivy memilih duduk di sebuah sofa bed yang berada di samping jendela yang menghadap gerbang luar. Malam semakin dingin. Lampu di ruangan itu sudah dimatikan. Yang tersisa hanya lampu baca di meja kecil dekat Ivy. Ivy mengenakan piyama panjang, kaos kaki, dan selimut katun. Kedua kaki nya diangkat dan menopang kepalanya sambil memandang ke luar kaca jendela.
"Nyonya, nyonya belum tidur?," Tala menghampiri Ivy dan menyentuh pundak Ivy perlahan.
Ivy mengangkat kepalanya dan menengok ke arah Tala.
"Sebentar lagi. Aku belum mengantuk,"
Nyonya pasti menunggu Tuan (Tala).
"Nyonya tidak keberatan saya tidur duluan?,"
"Tidur saja Tala. Lagipula, Lukas bawa kunci pintu utama. Dia bisa masuk sendiri,"
"Baik Nyonya," Tala berlalu ke kamarnya.
Ivy menarik napas lalu mengembalikan posisinya seperti tadi sebelum Tala datang.
**
Lukas melihat keadaan dalam rumah sudah gelap. Hanya lampu di halaman dan lampu taman kecil yang tetap menyala terang benderang. Dia memarkirkan ferrari nya di garasi. Dia melirik jam tangannya. pukul 01.30. Penghuni rumah pasti sudah tertidur.
Lukas membuka pintu utama dengan perlahan. Beberapa lampu hias di meja console menjadi penerangan baginya. Lukas memutuskan tidak menghidupkan lampu utama. Dia berjalan perlahan menjaga agar sepatunya tidak membangunkan penghuni rumah.
Lukas mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia tidak salah lihat. Di sofa bed di sudut ruangan Ivy tertidur dengan kedua kaki yang diangkat menopang kepalanya. Lukas berjalan perlahan mendekati Ivy. Sepertinya dia terlelap. Lukas mengangkat tangannya ingin mengusap kepala Ivy tapi sekilas dia ragu. Akhirnya dia tetap mengusap kepala Ivy perlahan. Ivy tidak bergerak. Lukas berinisiatif menggendong Ivy ke kamar. Saat hendak mengangkat tubuhnya, Ivy terbangun.
"Lukas?," mata Ivy belum terbuka sepenuhnya.
"Kenapa tidur di sini?,"
Ivy menurunkan kakinya dan berdiri.
"Aku ketiduran. Kamu kenapa baru pulang?,"
"Kamu sengaja menungguku?," Lukas tersenyum.
"Jangan terlalu percaya diri. Aku hanya ketiduran tidak bermaksud menunggu mu. Bagaimana malam mu? Menyenangkan?," Ivy memakai sandal pink-nya bersiap menuju kamarnya.
"Menyenangkan sekali," jawab Lukas santai, "Bahkan yang menemaniku malam ini cukup banyak,"
Pantas bahagia. Ternyata ditemani banyak wanita.
Ivy tidak menanggapi lagi. Dia berjalan ke kamarnya.
"Kamu mau kemana?,"
"Ke kamar. Tidur," jawab Ivy
"Aku belum selesai bicara,"
"Bicara saja dengan wanita-wanita yang menemani kamu minum," Ivy tiba di kamar dan menutup pintu.
Lukas masih berdiri di tempatnya.
Gadis bodoh. Apa dia tidak sadar tidak ada bau alkohol di tubuhku. Dia percaya begitu saja kalau aku menghabiskan malam dengan minum-minum dan ditemani wanita-wanita. Apa ini namanya di cemburui? (Lukas)
Lukas mengangkat pundaknya, tersenyum, lalu menuju kamarnya.