carol sebagai anak pungut yang di angkat oleh Anton memiliki perasaan yang aneh saat melihat papanya di kamar di malam hari Carol kaget dan tidak menyangka bila papanya melakukan hal itu apa yang Sheryl lakukan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
Sampai Carol ingin ke kelas, dia dihadang oleh pria yang paling malas dia temui.
“Mario, kenapa sih terus ganggu aku? Gak capek gitu gangguin aku terus?” tanya Carol.
“Kamu kenapa sih ngehindar terus? Kan kita pacaran. Emang kamu tidak mau mengakuinya?” jawab Mario.
“Bicara apa sih? Gak usah aneh-aneh, ya.”
Carol merasa kesal dengan sifat Mario yang terus mengganggu tanpa henti. Carol bukan bermaksud melawan — dia hanya tidak mau cari masalah saja.
Bodyguardnya ingin maju tapi ditahan oleh Carol. Carol tidak mau membuat masalah karena dia sadar kalau sering membuat masalah, guru-guru jadi tidak suka padanya.
Carol masuk ke kelas walau Mario terus mengikuti. Fitri, selaku guru yang dekat dengan Carol, langsung menarik tas Mario.
“Mario, kamu masuk ke ruangan. Ibu mau bicara sama kamu,” kata Fitri.
Mario bingung. Ada apa? Bu Fitri mencarinya; sepertinya dirinya tidak pernah mencari masalah, tapi kenapa Bu Fitri memanggilnya seperti ada yang aneh?
Apa Bu Fitri sengaja mencari salah dari dirinya agar dapat menghukumnya? Mario sudah memikirkan strategi agar dapat terhindar dari Bu Fitri.
“Duduk, Mario.”
Mario duduk dan nurut kepada Fitri karena dia belum tahu permasalahannya. Mario juga harus tahu apa permasalahannya. Dia tidak mau langsung menuduh Fitri yang aneh-aneh; yang ada nanti dirinya malah kena masalah sama Fitri.
Walau Fitri guru yang baik, Mario tetap waspada karena Fitri merupakan guru BK sekaligus wali kelas Carol.
“Ibu panggil kamu ke sini mau nanya kenapa kamu tidak kumpul tugas. Ibu emang kamu udah tidak mau lulus ya? Kamu itu kelas 12, Mario — kenapa masih malas aja? Apa perlu ibu panggil orangtua kamu?” tanya Fitri.
“Jangan dong, Bu. Saya kan nggak sengaja nggak ngumpulin tugas ibu. Lagian kayaknya saya ada ngumpul deh. Emang nggak ada nama saya di situ,” jawab Mario.
“Kalau ada nama kamu, ngapain ibu panggil kamu ke ruangan BK? Lagian ibu juga nggak suka kali ngehukum murid. Ibu juga maunya murid-murid itu baik semua, tapi kamu malah bandel sendiri. Benar-benar deh kamu itu ya. Ibu pokoknya akan dari sekarang terus memantau kamu. Pokoknya kalau kamu sampai bandel lagi, liatin aja — nggak akan ibu lulusin kamu di mata pelajaran ibu.”
Mario yang mendengar itu merasa takut dan tidak bisa berbuat apa-apa, akhirnya menurut saja kepada Fitri.
Setelah selesai berbicara, Mario keluar dari ruangan Fitri. Namun tiba-tiba ada yang mengetuk pintu dan mau masuk ke ruangan BK.
Fitri bingung, sepertinya dia tidak pernah ada janji dengan siapapun. Tetapi Fitri mengizinkan orang itu untuk masuk.
Ketika orang itu masuk, Fitri hanya diam dan senyum lalu kaget, tidak bisa berbicara apa-apa. Ternyata orang itu—
“Permisi, Bu. Saya Carol dari kelas 10. Saya mau berbicara sama ibu, apakah boleh?” sapa Carol.
“Boleh, sayang. Duduk aja. Silakan. Kamu ada apa kok tiba-tiba mau ketemu ibu? Maksudnya, ada urusan apa gitu?” tanya Fitri.
“Ibu sibuk ya? Kalau ibu lagi mau ngajar gak papa, Bu. Nanti aja pas istirahat pertama atau kedua, karena saya juga gak terlalu penting-penting banget sih berbicaranya,” jawab Carol.
“Nggak papa, sayang. Bicara aja, ibu pasti akan membantu masalah kamu kok. Tenang aja. Lagian guru-guru di sini juga udah nggak pada jahat kok sama kamu, kan Bu Ana dan Pak Beno sudah keluar dari sekolah ini, jadi biang keroknya udah gak ada,” jelas Fitri.
Carol yang mendengar itu hanya tersenyum dan tertawa, merasa Bu Fitri sangat lucu.
“Maaf ya, perkataan ibu selalu spontan. Emang ibu kadang-kadang kesel juga sih sama mereka, makanya ibu berbicara begitu,” kata Fitri.
“Enggak kok, Bu. Ibu justru mewakili perasaan saya, makanya saya senang ketika ibu berbicara begitu. Ternyata Bu Fitri bener-bener orang yang baik ya,” sahut Carol.
Fitri yang mendengar itu merasa sedih, memahami bagaimana perasaan Carol — pasti tidak enak ketika dijauhi oleh orang yang padahal sudah berniat baik.
“Kamu tenang aja, sayang. Nggak bakal ada kok orang yang ngejauhin kamu. Kalau seandainya ada, biar ibu yang bakal ngehukum mereka. Sekarang ibu udah punya jabatan; jabatan ibu adalah guru BK,” kata Fitri menenangkan.
Carol kembali tertawa mendengar perkataan itu, seolah-olah Bu Fitri seperti tangan kanan kepala sekolah.
“Ibu berbicara begitu seperti kayak kepala sekolah, Bu. Kepala sekolah juga sering berbicara begitu sama saya, tapi saya cuma ketawa aja sih,” ujar Carol.
Fitri hanya tersenyum dan tidak mau berbicara terlalu lanjut, takutnya mengganggu perasaan dan pikiran Carol.
“Tujuan kamu ke sini ada apa? Coba kau bicara,” tanya Fitri.
“Saya ke sini cuma mau terima kasih doang sama ibu, karena tadi Bu panggil Mario saya benar-benar merasa terganggu. Dia itu selalu gangguin saya padahal saya gak suka kalau dia gangguin saya. Saya juga pengennya di sekolah ini tuh bener-bener lulus tepat waktu, Bu, dan tidak ada mata pelajaran yang jelek sama sekali karena saya tidak suka mengulang. Makanya saya belajar dengan sungguh-sungguh, Bu,” jelas Carol.
“Emang si Mario itu kurang ajar banget. Pokoknya kalau kamu ada apa-apa sama dia, kasih tahu ibu aja ya. Tadi itu pas banget ibu lihat kamu sama dia, makanya ibu langsung panggil dia. Kebetulan dia memang belum ngumpulin tugas ibu juga sih, makanya ibu panggil,” jawab Fitri.
“Saya kira ibu marahinnya gara-gara gangguin saya, tapi nggak papa deh. Makasih ya, Bu. Saya merasa lega. Kalau gitu saya ke kelas deh, soalnya bentar lagi saya ada pelajaran lagi. Nanti saya bakal info lagi ke ibu kalau saya memiliki hal-hal yang mengganjal yang saya tidak bisa menceritakan ke papa saya,” kata Carol.
“Silakan, nggak apa-apa nak. Kamu kan di sini sekolah. Kalau misalkan ada kendala atau apapun, cerita saja kepada ibu. Ibu akan siap membantu kamu. Walaupun kamu merasa sulit untuk berbicara, tidak apa-apa. Pikirkan saja perlahan; kamu akan menceritakan semuanya dengan pelan-pelan seperti itu,” jawab Fitri.
Carol yang mendengar itu merasa senang dan tidak menyangka — apakah begini rasanya memiliki mama? Dia ingin sekali memiliki mama, tetapi sejak lahir dia tidak memiliki mama sama sekali dan hanya memiliki papa yang berjuang menjadi mama dan papa sekaligus.
Apakah Carol seperti anak yang tidak tahu bersyukur ketika dimiliki oleh papa yang baik seperti Anton? Padahal Anton sudah menjadi orang tua yang baik untuk Carol, tetapi Carol masih merasa belum cukup karena tidak memiliki mama.
Carol langsung keluar dari ruangan BK tanpa berpikir apa-apa karena dia juga bingung harus berbicara apalagi kepada Fitri.
Fitri yang melihat Carol langsung tidak bisa berbicara apa-apa. Mungkin Carol adalah anak yang lembut dan tidak bisa disakiti. Maka dari itu Fitri juga merasa kesal kalau melihat Carol disakiti oleh siapapun — Fitri jadi teringat masa lalu.
Tetapi karena Fitri sekarang sudah menjadi guru, tidak boleh ada pikiran tentang masa lalu lagi. Biarkan masa lalu menjadi masa lalu, dan masa depan menjadi masa depan.
Fitri juga tidak mau terhanyut dengan masa lalunya karena masalahnya begitu kelam. Saat Fitri keluar dari ruangan BK, bertemulah dia dengan sahabatnya, yaitu Dinda.
“Oi, ke mana aja lu? Bukannya ngajar, malah di ruangan BK terus. Kayaknya ruangan BK enak ya. Gimana kalau kita main-main aja di ruangan BK?” goda Dinda.
Fitri langsung menepuk pelan pundak Dinda, dan Dinda pura-pura kesakitan ketika Fitri melakukan itu.
“Lebay lu, orang. Gue pelan doang, mana mungkin sih gue kenceng-kencang. Mau ke sahabat gue yang cantik ini nanti kalau sahabat gue cantik ini gue pukul-pukul, nanti gue gak punya sahabat lagi,” canda Fitri.
Dinda langsung tersenyum mendengar hal itu, walau tadinya dia pura-pura kesakitan biar Fitri merasa bersalah kepada dirinya.
“Kok lu tau sih? Gue cuma bercanda doang. Nggak seru ah, padahal kan gue pengen bikin lo panik gitu biar lo nganterin gue ke ruangan BK. Kayaknya ruangan BK bener-bener kayak ruangan yang spesial gitu. Mau dong ibu Fitri, saya mau masuk ke ruangan BK dong, biar bisa dikonsultasiin perasaan saya,” kata Dinda.
Fitri yang mendengar itu merasa kesal kepada Dinda, tetapi kesalnya itu bukan kesal yang beneran — melainkan cuma kesal yang bikin Fitri nggak bisa berbuat apa-apa kepada Dinda.