NovelToon NovelToon
DIAM DIAM SUAMIKU NIKAH SIRIH

DIAM DIAM SUAMIKU NIKAH SIRIH

Status: sedang berlangsung
Genre:Pihak Ketiga / Suami Tak Berguna / Selingkuh
Popularitas:10.1k
Nilai: 5
Nama Author: Hasri Ani

"Loh, Mas, kok ada pemberitahuan dana keluar dari rekening aku tadi siang? Kamu ambil lagi, ya, Mas?!"

"Iya, Mai, tadi Panji WA, katanya butuh uang, ada keperluan mendadak. Bulan depan juga dikembalikan. Maaf, Mas belum sempat ngomong ke kamu. Tadi Mas sibuk banget di kantor."

"Tapi, Mas, bukannya yang dua juta belum dikembalikan?"

Raut wajah Pandu masih terlihat sama bahkan begitu tenang, meski sang istri, Maira, mulai meradang oleh sifatnya yang seolah selalu ada padahal masih membutuhkan sokongan dana darinya. Apa yang Pandu lakukan tentu bukan tanpa sebab. Ya, nyatanya memiliki istri selain Maira merupakan ujian berat bagi Pandu. Istri yang ia nikahi secara diam-diam tersebut mampu membuat Pandu kelimpungan terutama dalam segi finansial. Hal tersebut membuat Pandu terpaksa harus memutar otak, mencari cara agar semua tercukupi, bahkan ia terpaksa harus membohongi Maira agar pernikahan ke duanya tidak terendus oleh Maira dan membuat Maira, istri tercintanya sakit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasri Ani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TERNYATA MEREKA MENGANGGAP KU BODOH

"Viona? Viona udah nggak di garmen lagi. Pindah dia."

"Hah? Kapan? Kok, dia nggak ngomong?" tanyaku kaget bukan kepalang.

Viona dan Arin adalah dua orang hebat yang dipercaya oleh Pak Sasongko. Pemindahan mereka berdua adalah wujud dari pencapaian sebuah prestasi yang membuat perusahaan garmen ini berkembang pesat hingga luar negeri, sehingga mereka mendapat kenaikan jabatan secara bersamaan. Bagaimana aku tidak terkejut? Posisi Viona bahkan sudah sangat bagus, bagaimana bisa Viona melepas karier yang cemerlang itu?

"Udah hampir 6 bulanan. Kabarnya sih ikut suaminya."

"Hah? Viona udah nikah?! Kok, nggak undang-undang?" Lagi-lagi aku dibuat terkejut oleh Arin.

"Iya, emang nggak ngundang-ngundang. Ijab qobul aja katanya. Aku aja nggak diundang. Katanya suaminya orang sibuk jadi nunggu waktu buat acara besarnya. Tapi dengar-denger dari karyawan sih, dia mau ngadain acara tujuh bulanan kehamilan."

Mendengar hal itu seketika aku termangu, bahkan aku sudah menikah lebih dahulu dari Viona, tapi belum pernah mengadakan acara seperti itu, sedangkan Viona,baru menikah sudah dikaruniai rezeki yang begitu luar biasa.

"Mai, kenapa?" Goncangan di pundakku membuatku kembali tersadar. Kuusap bulir bening yang sempat meluncur tanpa permisi dengan segera.

"Mai, maaf, aku nggak bermaksud ...."

"Nggak papa, Rin. Kapan acaranya?"

"Katanya besok."

"Kebetulan Mas Pandu nggak di rumah, aku bosen. Arin, gimana kalau kita ke sana lihat prosesinya. Mau, ya? Aku pengen banget lihat prosesi kayak gitu. Siapa tau ketularan," ujarku seraya mengusap perut yang masih rata.

"Kamu mau nggak?" Aku menggoncang lengan Arin saat tak kudengar jawaban darinya.

Begitu inginnya aku melihat acara yang aku idamkan itu, membuatku yang sebelumnya tidak terlalu ingin bertemu Viona berubah sebaliknya. Lagipula apa yang aku khawatirkan? Bukankah rumah memang sudah mulai tahap renovasi. Justru dengan bertemu dengan Viona aku bisa meluruskan bahwa apa yang ia lihat di bank tidaklah benar. Akan aku katakan padanya, bahwa Mas Pandu hanya ingin mengalihkan tabungan atas namaku saja.

"Nggak, ah, Mai. Nanti kamu nangis-nangis."

"Ye, mana mungkin lagi acara bahagia nangis. Ayo lah, Rin, please." Kutautkan kedua tangan di depan dada sebagai bentuk permohonan.

"Janji, nggak nangis?"

Masih terlihat sorot keraguan di mata Arin maka aku pun mengangguk cepat untuk meyakinkan.

"Tapi aku nggak tau rumah Viona yang baru, Mai.

Viona tu susah banget dihubungi sekarang."

"Jangan khawatir, aku yang akan menghubunginya.

Kebetulan beberapa waktu lalu dia sempet menghubungiku."

Dahinya mengerut seolah tak percaya bahwa Viona menghubungiku. Aku pun mendesah lelah.

"Rin, aku pas nikah dulu dia kasih amplop lumayan tau, seenggaknya aku bisa balikin di acara ini, Rin, karena nikahan juga dia nggak ngundang." Seraya tersenyum aku berucap, mencoba untuk mencairkan suasana, senyum yang akhirnya disambut tawa oleh Arin.

***

Viona benar-benar mengangkat teleponku, dengan berbagai cara akhirnya aku berhasil mendapat alamat barunya tanpa ia tahu bahwa aku akan ke sana. Bisa dikatakan kami ingin memberi kejutan pada ibu hamil itu.

Setelah membeli beberapa perlengkapan bayi sebagai kado, kami pun bergegas ke rumah Viona sebelum petang menyapa.

Ya, Viona adalah teman SMA kami. Meski saat memasuki janjang perguruan tinggi kami memilih berbeda universitas namun aku dan dia akhirnya dipertemukan kembali di perusahaan yang sama yaitu garmen milik Arin. Kami cukup dekat selama kami bekerja di tempat orang tua Arin. Tak heran jika amplop yang ia berikan di acara pernikahanku dan Mas Pandu cukup besar juga, sehingga membuatku merasa berhutang padanya.

Selama kami bekerja di tempat yang sama, hubungan kami menjadi semakin dekat karena kebetulan kami ditempatkan di divisi yang sama. Namun, sejak pemindahannya di cabang lain bersama Arin, sejak itu juga kami jarang lagi berkomunikasi.

"Mai, kamu udah pamit sama Pandu?"

"Mas Pandu di luar kota, Rin. Nanti aku kirim pesan aj"

Ia mengangguk paham.

"Kamu sama Pandu baik-baik aja, kan?"

"Baik, kok."

Perbincangan kami hanya seplutar itu-itu saja, sedangkan Arin terus mengutarakan ketertarikannya pada lelaki bergelar S2 itu. Ia berkeinginan untuk segera bertunangan dan menikah setelah sang pujaan hati kembali ke Jakarta dalam waktu dekat.

Sekitar satu jam perjalanan, aku dan Arin akhirnya memasuki sebuah perumahan elit. Banyak rumah yang tak jauh dari impianku terlihat berjajar rapi di kanan dan kiri jalan yang saat ini kami lewati. Rasa takjub menyelimuti. Hingga pada akhirnya, Arin berhenti di depan sebuah rumah berlantai dua dengan dinding berwarna putih dan pagar besi yang kokoh.

"Ini kayaknya, Mai," ucap Arin seraya mencocokkan alamat yang ada di ponselku. Ya, aku memang tak meminta share lokasi, karena tak ingin Viona curiga.

"Kalau menurut alamat, sih, bener, coba masuk aja, tanya." Aku memberi ide. Arin pun segera melajukan mobil ke arah gerbang.

"Maaf, Pak, bener ini rumah Viona?" tanya Arin begitu mobil memasuki pagar tinggi tersebut dan diberhentikan oleh dua orang bertubuh tegap berseragam hitam.

"Oh, iya, Mbak. Dari mana ya, Mbak?"

"Kami rekan kerja Viona," jawabku ramah.

"O... iya, silahkan masuk, acara sudah mau dimulai.

Silahkan," ucapnya memberi jalan. Arin segera melajukan mobilnya dengan pelan, kemudian memarkirnya berjajar dengan mobil para tamu yang lain.

Aku bergegas keluar, sedangkan Arin masih terlihat sibuk karena ponselnya berdering beberapa detik setelah mesin mobil dimatikan.

"Kamu duluan, Mai. Ini ada yang menghubungi, calon imam," ujarnya sedikit selengekan diikuti wajah bersemu merah.

Tak mau mengganggu kebahagiaan yang begitu terpancar dari sinar mata karena sang pujaan hati sedang berbicara di seberang sana, aku pun bergegas masuk sesuai perintah Arin. "Ya udah, jangan lama-lama, buruan. Acaranya udah mau mulai."

"Iya, iya."

Kutinggalkan wanita yang sedang kasmaran itu di dalam mobil, sedangkan aku segera melangkah masuk ke dalam rumah mewah bergaya eropa.

Ruang tamu terlihat sepi, namun terdengar suara canda tawa dari kejauhan, tampaknya acara dilaksanakan di halaman belakang.

"Mbak, tamunya...."

"Viona, saya sahabatnya Viona." Aku menyahut pertanyaan dari seorang wanita muda yang kebetulan lewat. Sepertinya dia dari pihak keluarga.

"Oh, tamunya Mbak Vio, aku Caca, sepupunya Mbak Vio. Acaranya ada di belakang. Mbak langsung ke sana aja. Kebetulan udah dimulai," ujarnya, aku pun menganggukkan kepala paham lantas kemudian Caca pamit pergi keluar menemui pihak catering katanya.

Aku segera melangkah menuju tempat yang Caca beritahukan, sembari melangkah netraku tak mau melewatkan pemandangan di setiap sudut rumah yang menurutku indah dan tak jauh berbeda dengan impianku selama ini. Impian rahasia yang hanya ada di angan sejak aku masih remaja. Impian mempunyai rumah dengan gaya modern. Impian tingkat tinggi yang mungkin tak akan pernah terwujud lagi. Aku sadar, kemampuan Mas Pandu dan aku tak akan menuntut hal di luar kemampuannya.

Melewati ruang tengah, netraku disuguhi pemandangan menakjubkan, hiasan-hiasan berbahan keramik nan mewah tertata rapi di dalam lemari kaca yang mewah pula, kemudian berbagai foto dipasang berjajar di dinding dan di atas meja nakas berbahan kayu yang dipoles begitu mengkilap, memberi kesan hangatnya sebuah keluarga bahagia.

Rentetan foto keluarga Viona dan masa kecilnya yang terlihat begitu manis sekaligus serba berkecukupan itu memanjakan indera penglihatan. Sejenak, aku teringat akan masa kecilku yang hidup serba sederhana. Lalu di detik selanjutnya ingatanku beralih pada dua sosok orang hebat dalam hidupku, ayah dan ibu, sosok yang dengan kerja keras dan pengorbanan di tengah hidup sederhana kami namun kebahagiaanku selalu menjadi prioritas mereka.

Kuusap mata yang mulai basah oleh kenangan orang terkasih. Lalu aku lanjutkan tujuan semula dengan langkah yang kupercepat. Namun, langkahku seolah tersendat ketika foto terakhir tak sengaja tersapu oleh pandangan.

Jantungku berdegup kencang, ketika foto pernikahan Viona seolah mengunci kedua mata hingga tak mampu lagi berpaling ke tempat yang lain. Mata yang bahkan terus menyipit sebagai bentuk ketidak percayaan atas apa yang tampak di hadapan. Foto pernikahan sahabat dengan ... lelakiku? Ya, suamiku.

Aku melangkah maju, mendekati nakas yang di atasnya terdapat foto dari prosesi lamaran hingga ijab kabul. Foto yang mampu membuat hawa tubuhku berubah panas. Dalam ayunan langkah pelan aku masih meyakinkan diri bahwa mataku lah yang sedang bermasalah. Namun, tepat di dekat nakas tubuhku semakin gemetar, tanganku meraih foto berukuran sedang itu, memastikan. Kuraba kaca yang menghiasi bingkai berukir bunga. Lalu tubuhku luruh ke lantai berbahan marmer, seluruh tulangku lolos, air mataku tumpah tak tertahankan, tubuhku lemah. Aku bahkan tak bisa menopang tubuh yang tak seberapa ini. Bagaimana tidak berdenyut dada ini? Kala melihat suami dan sahabat sendiri mempermainkan aku sejauh ini.

Dengan derai air mata, aku masih mencoba menenangkan diri. "Hanya mirip," lirihku mengusap kasar air mata yang tak kunjung mereda.

Sekuat tenaga aku bangkit, kutinggalkan semua barang yan ikut luruh bersama tubuhku di lantai, kado, tas, agar tubuhku yang terasa lemah ini bisa berjalan lebih mudah. Hingga detik ini aku masih percaya bahwa lelaki itu bukan Mas Pandu, namun hanya mirip saja. Bukankah menurut sains hal itu sangat mungkin terjadi?

Harapanku kembali melambung tinggi.

Kini, aku mengayunkan langkah menuju jendela kaca besar yang menghubungkan antara ruang tengah dan halaman belakang, sebuah tempat yang saat ini sudah dipadati begitu banyak wanita dengan kebaya dan pria dengan baju batik.

Dari sini aku bisa melihat, dua orang sedang ada di tengah lingkaran manusia tersebut. Namun, aku tak bisa melihat wajah mereka karena jarak masih lumayan jauh dan posisi mereka memunggungiku.

Baru beberapa langkah aku menuju ke tempat acara tersebut, namun, aku tercekat dengan apa yang kulihat saat ini, langkah ini terhenti tiba-tiba saat mereka mulai berbalik ke arahku untuk melanjutkan prosesi siraman, terlihat dua insan manusia dengan balutan busana khas Jawa dan hiasan rangkaian melati di bagian pundak hingga menutupi dada sang wanita yang sudah pasti Viona sedang melakukan prosesi siraman. Sedangkan di sisi sebelah kanan berdiri seorang pria gagah berbalut busana khas Jawa pula dengan blangkon dan terlihat begitu

Menawan. Awalanya, aku masih percaya bahwa lelaki itu hanya mirip dengan suamiku bahkan sampai detik aku melihat wajah itu sendiri. Entah tak mau menerima atau hanya menghibur diri.

Namun, keyakinanku mulai runtuh, saat netraku menjumpai dua sosok yang sudah kukenal dengan sangat baik berdiri di belakang pasangan tersebut. Mbak Rani dan juga Mas Tama terlihat tersenyum bahagia memandang pasangan yang saat ini menjadi pusat perhatian. Lalu netraku kembali menemukan sosok paruh baya dengan tampilan glamornya, senyum merekah terpancar di wajah cantik wanita bernama Miranti Sanjaya. Ya, akhirnya aku ingat, siapa Miranti yang sejak tadi siang aku berusaha keras mengingat, tapi tak kunjung aku mengingatnya. Miranti Sanjaya. Viona Restu Sanjaya. Rupanya inilah jawabannya.

Tanganku mengepal erat, hawa panas menjalar ke seluruh tubuh. Ini di luar nalar, Permainan Mas Pandu bahkan sangat sempurna, tersusun rapi tanpa celah.

Aku terisak di balik jendela kaca, sendiri, seolah ingin mati. Jantungku terus berdentam, tubuhku gemetar hebat. Membayangkan tangan yang selama ini mendekapku nyatanya dia juga lah yang menusukku. Membayangkan tubuh yang selalu menghangatkan aku setiap malam, nyatanya menjadi penghangat tubuh wanita lain. Menjijikkan. Ini benar-benar menjijikkan.

Dadaku bergemuruh hebat, pemandangan ini benar-benar membuat dadaku semakin terasa sesak, hatiku teremas.

Kuusap kasar air mata yang terus berjatuhan. Rasa

lemah yang sebelumnya mendera seolah sirna, berubah menjadi kobaran api yang membakar jiwa. Bagaimana tidak? Lelaki yang kuanggap sebagai lelaki paling menjunjung tinggi kesetiaannya pada wanita nyatanya telah melakukan pengkhianatan sedemikian rupa. Lalu, wanita yang kuanggap sahabat baik tak ubahnya seorang pencuri di rumah yang bahkan tak pernah terkunci untuknya, bermain di belakangku hingga sejauh ini. Bahkan hingga berbadan dua.

Aku melangkah cepat menuju tempat yang memancarkan kebahagiaan di atas luka. Tanganku mengepal dengan kuat, rasanya ingin menghantam kedua manusia tak bermoral di depan sana. Pasangan yang sudah menghancurkan hidup seorang wanita tanpa orang tua.

"Maira!" Langkah ini tetap lurus meski namaku disebut entah oleh siapa. Rasanya aku tak bisa mengendalikan hati yang sudah diliputi api amarah atas pengkhianatan dua manusia tak tahu diri itu.

Aku terus melaju. Pandanganku tak beralih dari pasangan terkutuk yang saat ini saling menatap dengan bibir melengkung, seolah tanpa beban.

"Maira!" Panggilan lebih keras diikuti tangan yang meraih tanganku dengan kasar, lalu menarikku akhirnya berhasil membuatku berbalik badan.

"Hentikan, Maira!"

Kini pandanganku bertemu dengan tatapan tajam wanita paruh baya bersanggul dan berkebaya merah.

"Hentikan, Mai!" ulangnya dengan nada penuh penekanan. Kilat kemarahan terlihat jelas di kedua mata wanita yang sudah banyak kerutan di bagian wajahnya itu.

Sedangkan aku, hanya bisa termangu dengan lidah yang kaku.

"Ibu?!" lirihku tak percaya, dengan susah payah aku akhirnya bisa mengeluarkan suara. Ya, di hadapanku telah berdiri wanita yang sudah kuanggap sebagai orang tua sendiri, bahkan wanita ini juga lah yang selalu memberiku kekuatan untuk tidak menyerah di tengah kondisiku sekarang. Wanita yang selalu memelukku dengan hangat ketika pertama kali aku divonis kista endometriosis oleh dokter. Tak kusangka, ia justru menjadi pendukung dalam cerita memilukan ini.

Ini bagaikan sebuah mimpi bagiku, ternyata bukan hanya Mbak Rani dan Mas Tama saja, akan tetapi ibu pun ikut serta dalam prosesi ini. Persekongkolan tanpa hati ini membuatku hampir mati berdiri.

"Untuk apa ada di sini, Maira?!" tanya ibu seraya menghempaskan tanganku yang sudah memerah oleh cengkeramannya.

"Memberi pelajaran orang-orang yang sudah mempermainkan aku, Bu!" Dengan nada tinggi aku berujar.

1
Ma Em
Oh mungkin yg cari Sean itu suruhan istrinya Hartawan yg bos nya Pandu mantan suaminya Maira , wah seru nih nanti kalau Maira nikah dgn Sean Maira nanti akan jadi bos nya Pandu .
Ninik
berarti perusahaan yg dipegang pandu perusahaane bapak nya dokter Sean tp istri kedua nya serakah menguasai semuanya
Ninik
heh pandu beda istri beda rejeki mungkin dulu maira selalu mendoakanmu tp sekarang viona cuma butuh uangmu dasar jadi laki laki kok bego tapi bener jg yang kamu bilang kalau itu karma mu
Ma Em
Akhirnya Bu Azizah jadi salah paham dikiranya dr Sean menghamili Maira , Bu Azizah tdk tau bahwa Maira hamil anak dari mantan suaminya si Pandu bkn anak Sean 😄😄
Ninik
makasih Mak othor cantik untuk crazy up nya hari ini semoga hari2 selanjutnya terus seperti ini 💪💪💪💪 tenang aku dah subscribe juga
Hasri Ani: 😁😁mksi kembali say...
total 1 replies
Ninik
ternyata oh ternyata mas dokter anak Bu Azizah to dan apa td benihnya gak subur wah jgn2 dikawinin nih orang dua kan maira lagi hamil g ada laki pas kan jadinya Sean jadi ayah nya si baby
Ninik
pandu g melek apa ya Zahra bukan anaknya Zahra keluarga maira pasti pandu mau maksa maira rujuk menggunakan zahra karna tau sekarang maira hamil
Ninik
Rani pasti ngomong sama nanti dan pandu bakal tahu kalau maira hamil anaknya dihitung dr waktu perceraian,,,, Thor kenapa up nya dikurangi padahal di awal bab selalu crazy up nya
Hasri Ani: hehe tangan lagi kurang sehat say.. Sox UP BAB di cerita lainnya juga..
total 1 replies
Ninik
Thor kok cuma satu biasanya sekali up 3 ayo Thor semangat 💪💪💪
Hasri Ani: ditunggu ya say tangan ku kayak nya ada sedikit masalah Sox ngilu2 hehe mngkin efek ketikan Sox ada Bab dari cerita lainnya juga yang saya up hehehe
total 1 replies
Ma Em
Maira kalau pandu ngajak rujuk jgn mau lbh baik maira dgn dokter Sean saja , biarkan si pandu menyesal seumur hidupnya .
Ninik
rasanya g sabar nunggu lanjutan esok hari 💪💪💪
Ma Em
Maira mau saja nurut sama Pandu akhirnya kamu sendiri yg menyesal juga tersingkir karena maira terlalu cinta sama pandu sehingga apa yg dikatakan pandu dituruti saja tanpa melawan emang maira yg bodoh , sekarang baru menyesal setelah dibuang pandu mungkin baru terbuka matanya .setelah tau semua kebenaran nya .
Ninik
lanjut Thor 3 bab lagi bolehkah mumpung masih emosi nih mau ikut Jambak si pelakor aku rasanya
Hasri Ani: 🤣🤣🤣sabar saaay...
total 1 replies
Ninik
Thor saat maira nangis marah2 sama Alloh sebetulnya salah ya mestinya marahnya sama Mak othornya karna yg bikin sengsara kan Mak othor jgn kelamaan nyakitin maira ayo mulai kehancuran pandu dan viona aku aja yg baca nyesek rasanya
Hasri Ani: waduhhh.. 🤭🤭🤭
total 1 replies
Ninik
kpn penderitaan maira berakhir lantas kpn balas dendamnya
Ninik: jujur ini novel hampir ku hapus karna g kuat bacanya liat penderitaan maira jantung rasanya kaya mau meledak
total 2 replies
Ninik
Mai jgn lupa kamu minta bayaran untuk kamu menyumbangkan darah mu waktu itu jgn tangung2 bayarannya adalah nyawa viona karna dulu kamu kasih darah untuk viona hidup
Ma Em
Maira masa kamu ga bisa kabur dari Pandu seberapa pinter sih si Pandu sampai kamu tdk bisa berkutik , cari akal dong jgn cuma pinter ngomong doang tapi otak ga dipake .
Ninik
Thor kenapa pandu kejam sekali katanya dia taat ibadah tp kok zinah katanya adil tp kok hanya istri ke w yg dibelikan rumah dan ditransfer nafkah sedang maira malah diporotinbahka uang warisan dr keluarga nya maira taat agama dr mana DLAM Islam penghasilan istri suami g berhak lho bahkan uang mahar pernikahan jg suami g berhak sama sekali lha ini pandu apa
Makhfuz Zaelanì
maira nya terlalu lamban
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!