Ketika perang abadi Alam atas dan Alam bawah merembes ke dunia fana, keseimbangan runtuh. Dari kekacauan itu lahir energi misterius yang mengubah setiap kehidupan mampu melampaui batas dan mencapai trensedensi sejati.
Hao, seseorang manusia biasa tanpa latar belakang, tanpa keistimewaan, tanpa ingatan masa lalu, dan tumbuh dibawah konsep bertahan hidup sebagai prioritas utama.
Namun usahanya untuk bertahan hidup justru membawanya terjerat dalam konflik tanpa akhirnya. Akankah dia bertahan dan menjadi transeden—sebagai sosok yang melampaui batas penciptaan dan kehancuran?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Slycle024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terobosan
Siang hari, tidak jauh dari danau sebelumnya, dua orang duduk berdampingan dalam keheningan—seorang laki-laki dan seorang perempuan dengan aura dingin. Mereka adalah Xu Tian dan Mu Lanxing, yang tengah menunggu Zhao Lixue.
Setengah jam kemudian, mereka melihat Zhao Lixue yang tengah menarik seorang gadis bergaun biru seolah menyeret hewan ternak yang pasrah.
“Duduk!” bentak Zhao Lixue dengan marah. Gadis itu hanya bisa menurut dan duduk dengan wajah tertunduk.
“Senior Xuan… Adik Xuan,” ucap Mu Lanxing dan Xu Tian serempak.
Namun gadis berbaju biru itu tidak menanggapinya, malah memalingkan muka.
“Buk! Bersikap sopan! Bagaimanapun juga, mereka dari sekte yang sama!” Zhao Lixue kembali membentak dengan amarah yang masih membara.
Tiba-tiba suasana berempat terlihat canggung.
Zhao Lixue menghela nafas panjang, lalu berkata:“Aku sudah mengirim pesan ke sekte, kemungkinan ibu akan datang langsung menilai situasi”
Kemudian ia menatap gadis bergaun biru. “Xuan Ying’er, apakah kamu kenal pria kecil yang hancur menjadi debu itu?” tanya Zhao Lixue.
Xuan Ying’er hanya bisa menggelengkan kepala, menetap Mu lanxing yang sedingin es, lalu mendengus kesal.
Melihat adegan ini, Zhao Lixue hanya bisa pasrah, lalu berjalan dan mengusap kepala Xuan Ying’er dengan lembut.
Dua jam berlalu dalam keheningan. Akhirnya Xu Tian berdiri dan berkata pelan, “Senior Zhao, aku akan memantau situasi di sekitar.”
Tanpa menunggu jawaban, ia melesat pergi dan menghilang dari pandangan ketiga gadis itu.
Zhao Lixue masih duduk di tempatnya, mengelus lembut rambut gadis berbaju biru yang tertidur di pangkuannya.
Setelah beberapa saat, ia menatap Mu Lanxing yang duduk di seberang dan berkata pelan, “Lanxing, jangan terlalu bersedih. Harta yang kamu cari kemungkinan besar ada di dalam alam rahasia itu. Kita masih punya kesempatan untuk mendapatkannya.”
Mu Lanxing menggeleng pelan. Nafasnya mulai tidak stabil, lalu setetes darah menetes dari sudut bibirnya.
Melihat itu, Zhao Lixue sontak panik. “Lanxing, apa yang terjadi denganmu?”
Mu Lanxing tersenyum lemah. “Aku baik-baik saja… hanya terlalu lama menahan sesak di dada.”
Zhao Lixue terdiam sejenak, lalu mengangguk perlahan. Tatapannya matanya tersimpan makna yang dalam. “Lanxing, jangan merasa terbebani. Pedang itu memilihmu karena kamu yang paling cocok dengannya. Sedangkan untuk Ying’er—”
Ia menunduk, menatap gadis berbaju biru yang masih tertidur di pangkuannya.
“Dia pasti juga akan mengerti.”
Mu Lanxing kembali mengangguk, mengatur nafas, lalu mulia bermeditasi.
Perlahan langit berubah warna, awan hitam meluas, langit yang tadinya biru mulai ditutupi awan gelap. Namun hal ini membuat cahaya surgawi yang membumbung ke langit semakin mempesona.
Segera, Zhao Lixue mengeluarkan sebuah artefak, dalam sekejap sebuah rumah bambu sederhana terbentuk.
***
Di sisi lain hutan, angin kencang mulai bertiup, pasir dan bebatuan bergulung-gulung disertai guntur dan kilat saling beradu, perlahan tetes demi tetes membasahi pepohonan.
Hujan menerpa wajah, dinginnya mencekam, seolah kekacauan akan segera terjadi. Zhang Hao berlari, tak kuasa menahan erangan rasa sakit yang menusuk.
Hujan semakin deras, sudah turun selama dua jam penuh namun belum ada tanda-tanda akan mereda, walaupun masih siang hari tetapi saat ini awan hitam menyelimuti seluruh daratan.
Untungnya, dengan badai yang tiba-tiba ini, ia berhasil menghindari niat pihak lain. Hanya saja, tubuhnya kacau saat ini, seolah merobek paru-paru dan jantungnya. Setiap langkah, rasa sakit yang ia rasakan membuatnya berkeringat dingin, dan mulutnya mengeluarkan suara mendesis.
Badai semakin mengamuk!
Akhirnya, Zhang Hao menemukan sebuah gua yang terbengkalai, bahkan gua itu dipenuhi sarang laba-laba yang menandakan tidak ada pihak lain. Segera, ia masuk dan mulai menyembuhkan diri.
Satu jam….dua jam….akhirnya malam tiba.
Perlahan, Zhang Hao membuka mata, lalu menghela nafas panjang.
“Sepertinya efek samping metode perampasan ini terlalu mengerikan, aku tidak bisa terus mengorbankan umurku hanya untuk sebuah harta karun.” gumamnya, lalu mengeluarkan teratai api dan mulai menyerapnya.
Tengah malam, Zhang Hao membuka matanya. Suara hujan yang semakin deras membuat udara di dalam gua terasa lembap dan dingin. Ia hendak memejamkan mata kembali, namun tiba-tiba merasakan kehadiran asing.
“Siapa di sana? Tunjukkan dirimu!” serunya dingin sambil mencabut belatinya.
Dari balik kegelapan, terdengar suara akrab.
“Adik kecil, kamu masih sewaspada dulu rupanya.” Suara itu disusul dengan nada menggoda, “Kenapa tidak menyalakan api unggun? Apa kamu tidak kedinginan?”
Sekejap kemudian, beberapa batang kayu tersusun rapi, dan api unggun menyala terang, kemudian tampak sosok seorang gadis yang sangat dikenalnya —Mu Huan.
Zhang Hao tersenyum tipis. “Kak Huan, silakan duduk. Dan untuk kalian berdua…terserah kalian.”
Perlahan, ketiga gadis itu duduk di sekitar api unggun. Mu Huan tampak tetap anggun dan tenang seperti biasanya, sementara dua orang di belakangnya masih menunjukkan wajah kesal—mengingat bagaimana Zhang Hao membuli mereka sebelumnya.
Mu Huan terkekeh melihat kedua saudarinya, lalu menambahkan: “Apakah kamu datang untuk alam rahasia?”
Zhang Hao hanya mengangguk pelan.
Keheningan menyelimuti mereka.
Zhang Hao menghela nafas panjang, lalu menatap Mu Huan.“ Kak Huan, aku ingin menerobos ranah. Apakah kamu bisa melindungiku?”
Mendengar itu, Mu Huan sedikit terkejut, lalu mengangguk setuju.
Melihat itu, Zhang Hao langsung berjalan ke batu lain tidak jauh darinya, segera, belasan formasi sekali pakai muncul, Ia masuk, lalu duduk tenggelam dalam kultivasi.
Tiga jam berlalu, Zhang Hao masih duduk dan menyerap energi spiritual langit dan bumi secara gila-gilaan, wajahnya sedikit kesakitan, namun auranya terus meningkat dari waktu ke waktu.
Sedangkan disisi lain, ketiga gadis itu duduk menatapnya dengan menahan nafas seolah takut mengganggu proses terobosan tersebut.
Setelah beberapa saat, gua tersebut diselimuti warna kuning, lalu hijau, biru, dan akhirnya berhenti di ungu.
Zhang Hao membuka mata, menghela nafas panjang, lalu menatap Mu Huan dengan tatapan terima kasih. Dan Mu Huan juga hanya mengangguk perlahan sebagai respon.
Entah karena penasaran, atau karena ingin mencoba peningkatan keterampilannya.
Zhang Hao perlahan membentuk segel tangan, lalu mengulurkan kedua tangan untuk meraih kedua gadis dibelakang Mu Huan, dan tiba-tiba dua buah ikat pinggang biru bersulam bunga anggrek dan mawar muncul di tangannya, bahkan ia masih merasakan sisa kehangatan di sana.
"Ah!"
"Ah!"
Teriak kedua gadis itu terdengar secara bersamaan. Saat ini–tubuh kedua gadis gemetar hebat, seakan mereka juga merasakan ada sesuatu yang hilang.
Mendengar itu, Mu Huan membuka mata dan menatap kedua gadis itu yang wajahnya sudah merah padam, lalu ia mengikuti pandangan mereka dan menatap dua ikat pinggang biru di tangan Zhang Hao dengan ekspresi aneh.
Di sisi lain, Zhang Hao hanya memperhatikan benda itu sebentar. Setelah tak menemukan keistimewaan apa pun, ia menghela napas pelan dan —tanpa pikir panjang— melemparkan ikat pinggang itu ke dalam api unggun.
Sekejap, ketiga gadis itu menatapnya dengan mata membara. Wajah mereka memerah karena marah, terutama dua gadis di belakang Mu Huan yang kini menatap Zhang Hao seolah ingin melahapnya hidup-hidup.
Jika sebelumnya mereka mungkin tidak punya alasan marah ketika di buli sebelumnya, namun kali ini berbeda, sekejap, amarah mereka benar-benar memuncak.
Kedua gadis itu akhirnya menatap Mu Huan dengan tatapan penuh harap. Mu Huan menghela napas panjang, lalu mengangkat tangannya perlahan.
Seketika, seutas tali spiritual melayang di udara dan langsung melilit tubuh Zhang Hao yang masih duduk tenang di tempatnya.
Mu Huan kembali menghela napas kecil, lalu mengeluarkan sebuah pil beraroma lembut. Dengan gerakan ringan, ia memaksa Zhang Hao menelannya.
“Tidurlah sebentar,” ucapnya lembut. “Besok kau akan merasa segar kembali.”
Begitu Zhang Hao akhirnya terlelap, kedua gadis di belakang Mu Huan saling berpandangan, senyum tipis muncul di wajah mereka.
Tanpa ragu, mereka berjalan mendekat dan mulai melampiaskan amarah yang selama ini ditahan—menjatuhkan pukulan, cubitan, bahkan pecutan ke tubuh Zhang Hao yang tertidur, sementara Mu Huan hanya menggeleng pelan melihat pemandangan itu.
Pagi, sinar matahari menembus celah pepohonan, jatuh lembut melewati celah-celah gua.
Kedua gadis yang semalam melampiaskan amarahnya masih tertidur pulas, wajah mereka tampak tenang dan puas seolah beban hati telah terangkat. Sesekali salah satu dari mereka bergumam kecil sambil tersenyum dalam mimpi.
Sementara itu, Mu Huan masih terjaga di sisi mereka. Mata lembutnya menatap api yang perlahan padam, sesekali menoleh ke arah Zhang Hao yang masih terbaring tak sadar, dengan tubuhnya dipenuhi bekas luka.
Ia menarik nafas pelan, kemudian tersenyum tipis.
“Dia masih polos… bahkan setelah semua ini,” gumamnya lirih.
Angin pagi berhembus lembut, membawa aroma tanah basah dan ketenangan setelah hujan. Di tengah keheningan itu, hanya Mu Huan yang tetap berjaga, seperti penjaga malam yang tak pernah lelah mengawasi mereka.
Zhang Hao bangun dan merasakan tubuhnya sakit dan penuh luka, lalu menatap tajam Mu Huan.
“Jangan menatapku seperti itu, aku tidak tahu metode apa yang kamu gunakan, tapi mengambil barang pribadi milik perempuan itu tidak bermoral” ujar Mu Huan.
Zhang Hao hanya pasrah dan menganggap semua itu kesalahannya, lalu tersenyum tipis, “Tapi kalo tidak ketahuan, Tidak salahkan?”
Mendengar itu, Mu Huan tersentak dan langsung menutupi bagian dadanya, lalu ia menghilang.
Melihat Mu Huan berlari ketakutan, ia menatap kedua gadis yang masih tertidur, lalu menghela nafas panjang.
"Seperti masih banyak belum ia ketahui" gumamnya pelan, lalu menghilang.
Setelah beberapa saat, kedua gadis itu bangun. Zhang Hao dan Mu Huan juga telah kembali, lalu mereka bergegas bersama menuju tempat pembukaan alam rahasia.