Lyra tak pernah menyangka bahwa orang yang paling ia percayai telah mengkhianatinya sebulan sebelum pernikahannya.
Alih-alih membelanya, ibu tirinya justru memilih untuk menikahkan tunangannya dengan kakaknya sendiri dan menjodohkannya dengan Adrian— seorang pria yang tak pernah ia tahu.
Namun, di tengah huru hara itu Adrian justru menawarkan padanya sebuah kontrak pernikahan yang menguntungkan keduanya. Apakah Lyra dan Adrian akan selamanya terjebak dalam kontrak pernikahan itu? Atau salah satunya akan luluh dan melanggar kontrak yang telah mereka setujui?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rheaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
"Ada sesuatu yang bapak butuhkan?" tanya Pak Evan dengan beberapa berkas di tangannya.
Pak Satria menggeleng, "Tidak. Aku hanya mendengar sedikit keributan tadi."
Mendengar suara pamannya, Tasya mendongak seketika. Ia menyorot pamannya dengan pandangan memelas, seolah sedang meminta bantuan.
Sontak sorot mata Pak Evan berubah menjadi dingin. Otot-otot wajahnya mengeras hanya dalam beberapa detik. "Anak ini ... pasti dia membuat masalah lagi," batinnya sambil mencengkram erat dokumen di tangannya.
"Ah mungkin mereka sedang membahas tentang proyek baru kita, kompleks apartemen itu," kelak Pak Evan dengan senyum yang terlihat dipaksakan.
Pak Satria mengangguk, "Tolong jangan membuat masalah lagi. Aku tidak ingin citra perusahaan jelek hanya karena segelintir orang," ucapnya kemudian berlalu.
Tasya bernapas lega, namun ia tak dapat menghindari tatapan orang-orang di sekitarnya. Wanita itu terduduk lemas di kursinya, tapi ia masih dapat mendengar samar bisikan-bisikan dari pekerja lain.
"Sudah kuduga dia hanya iri karena tidak tergabung dalam tim perancangan."
"Dia tidak dipilih karena tidak punya potensi. Kau ingat? Dia tidak bisa membaca skala."
"Apa?! Skala?! Kenapa dia bisa masuk ke perusahaan ini? Itu adalah kemampuan dasar. Ini benar-benar tidak masuk akal!"
"Dia bisa masuk kemari hanya karena pamannya seorang project manager di sini."
"Sssttt dia bisa mendengarmu, tahu!"
Kepala Tasya tertunduk, seolah sedang menyembunyikan wajahnya di balik helaian rambut. Tangannya mencengkram erat mouse komputernya. "Brengsek! Jika desain kalian disandingkan dengan desain milikku, desain kalian tidak ada apa-apanya!"
*
*
*
"Kau nyaris membuatku terlambat," celetuk Adrian seraya menarik tangan Lyra.
"Aku juga tidak tahu kalau akan seperti ini! Lagi pula kau bisa meninggalkanku, kan?" jawab Lyra sambil menarik tangannya dari genggaman Adrian.
Adrian refleks menoleh, alisnya bertaut tajam menatap Lyra. Ia maju selangkah, sedikit mencondongkan tubuhnya hingga kepalanya sejajar di samping kepala istrinya. "Meninggalkanmu? Apa yang akan dikatakan orang jika melihatku meninggalkanmu di kantor? Kau ingin membocorkan tentang kontrak pernikahan kita?" ucap Adrian pelan, nyaris tidak terdengar.
"Kontrak pernikahan?! Hah! Perhatian yang ia berikan beberapa hari ini hampir membuatku lupa kalau hubungan kami sebatas perjanjian di atas kertas," batin wanita itu. Matanya mulai berkaca-kaca.
Lyra menggigit bibir bawahnya, tangannya menyapu lengan yang lain dengan lembut. "Aku ... aku bisa pergi tanpa bantuanmu," ucapnya lalu beranjak pergi tanpa menoleh sedikit pun.
"Lyra! Hei! Lyra!" teriak Adrian berusaha mengejar Lyra.
Namun wanita itu tidak kunjung menghentikan langkahnya, dengan napas yang memburu pria itu tertunduk memegang lututnya, menopang tubuhnya dengan tangan. "Hhh ... apa aku barusan mengatakan sesuatu yang salah?" gumam Adrian, ia melepas kacamatanya kemudian menyeka keringat di dahinya.
Lyra terus berjalan tanpa menoleh sedikit pun. Tangan wanita itu terulur, menghentikan sebuah mobil di pinggir jalan. "Taxi! Tolong antar aku ke daerah Y sekarang," ucapnya lalu memberikan beberapa lembar uang kertas.
Perlahan mobil mulai menjauh, sosok Adrian terlihat semakin mengecil di kaca belakang. "Bodoh! Lagi pula tidak ada yang akan tahu alasanmu meninggalkanku karena membuatmu terlambat."
Tak lama kemudian, Lyra akhirnya sampai di kantor tempat mereka akan menjalankan proyek besar. "Lyra!" seru Sena sambil melambaikan tangan ke arah Lyra yang baru saja turun dari mobil.
"Kenapa lama sekali? Kau hampir saja terlambat," tanya Juan perlahan mendekati dua wanita itu.
Lyra mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Pantas saja hanya sedikit orang dari perusahaan papa yang terpilih dalam tim perancangan kompleks apartemen ini," batinnya seraya memandangi beberapa wajah yang terlihat asing baginya.
"Maaf, aku mengambil referensi yang ada di komputerku terlebih dahulu sebelum kemari," ucap Lyra sambil menggaruk belakang kepalanya.
Ketiganya kini melangkah masuk ke dalam bangunan sederhana yang nantinya akan menjadi kantor mereka selama menggarap proyek ini.
*
*
*
Jam istirahat akhirnya tiba tanpa disadari, di dalam kantor Tasya hanya bisa terdiam. Bisikan-bisikan terus terdengar di telinganya, membuat wanita itu tak mampu mengangkat kepalanya.
Ting!
Sebuah notifikasi pesan muncul dari sudut layar komputer di hadapannya. Matanya tiba-tiba melebar ketika melihat nama pengirim pesan itu.