NovelToon NovelToon
Jodohku Ternyata Kamu

Jodohku Ternyata Kamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa / Office Romance
Popularitas:324
Nilai: 5
Nama Author: Yoon Aera

Rizal mati-matian menghindar dari perjodohan yang di lakukan orang tuanya, begitupun dengan Yuna. Mereka berdua tidak ingin menikah dengan orang yang tidak mereka cintai. Karena sudah ada satu nama yang selalu melekat di dalam hatinya sampai saat ini.
Rizal bahkan menawarkan agar Yuna bersedia menikah dengannya, agar sang ibu berhenti mencarikannya jodoh.
Bukan tanpa alasan, Rizal meminta Yuna menikah dengannya. Laki-laki itu memang sudah menyukai Yuna sejak dirinya menjadi guru di sekolah Yuna. Hubungan yang tak mungkin berhasil, Rizal dan Yuna mengubur perasaannya masing-masing.
Tapi ternyata, jodoh yang di pilihkan orang tuanya adalah orang yang selama ini ada di dalam hati mereka.
Langkah menuju pernikahan mereka tidak semulus itu, berbagai rintangan mereka hadapi.
Akankah mereka benar-benar berjodoh?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yoon Aera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Seolah Waktu Berhenti

Acara reuni perlahan bubar. Beberapa tamu mulai keluar dari ballroom, menenteng goodie bag dan sisa gelas minuman. Di lobi hotel, Yuna masih berdiri bersama Sinta dan Fabian. Tawa mereka sesekali pecah, ringan namun penuh nuansa masa lalu yang belum sepenuhnya pudar.

Di sisi luar pintu kaca, sebuah mobil hitam berhenti. Dari dalamnya, Rizal melangkah turun. Jasnya masih terpakai rapi, meski dasinya sudah longgar, tanda meetingnya baru saja berakhir. Tatapannya langsung menangkap sosok Yuna di lobi. Tapi senyumnya yang hampir muncul… lenyap begitu saja saat matanya melihat Fabian berdiri terlalu dekat dan Sinta yang tampak nyaman di sana.

Ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Kevin masuk

Bos, lihat ini deh. Lagi rame di akun gosip.

Dengan enggan, Rizal membukanya. Sebuah postingan muncul di layar

Siapa Cinta Pertama Fabian?

Di bawah judul, terpampang foto podcast lama Fabian, potongan kalimatnya yang pernah viral.

Dia teman sekolahku… orangnya selalu sederhana, tapi aku nggak pernah bisa lupain.

Scroll sedikit ke bawah, Rizal menemukan foto baru yang jelas-jelas diambil malam ini. Yuna, Fabian, dan Sinta berdiri bersama di lobi hotel. Sudut pengambilan fotonya memperlihatkan seolah Yuna menjadi pusat perhatian di antara dua orang itu. Caption-nya cukup provokatif.

Apakah ini dia cinta pertama Fabian? Fans mulai berspekulasi setelah melihat momen hangat ini.

Rizal mengembuskan napas berat. Dia bukan tipe yang mau percaya gosip murahan, tapi entah kenapa ada bara panas yang merambat di dadanya. Tangannya tanpa sadar mengepal.

Dia melangkah masuk ke lobi, derap sepatunya terdengar jelas di lantai marmer. Yuna yang sedang tertawa kecil karena cerita Fabian, sontak menoleh. Senyum itu langsung memudar saat dia melihat wajah Rizal, tatapan tajam, rahang mengeras, tapi bibirnya tetap diam.

"Mas Rizal?" Yuna menyebutnya pelan, sedikit kaget.

Rizal hanya mengangguk singkat.

 "Pulang!" Satu kata saja, namun cukup membuat suasana di sekitar mereka mendadak kaku.

"Lama nggak ketemu,  pak Rizal."

Rizal menoleh sekilas, lalu kembali ke Yuna.

"Aku tunggu di mobil."

Yuna menatap punggungnya yang menjauh, perasaan tak enak mulai menggerogoti. Sementara Sinta meliriknya dengan senyum meledek dan Fabian hanya menghela napas tipis.

Mobil melaju tenang di jalanan malam yang lengang. Lampu-lampu kota berkelebat di luar jendela, meninggalkan jejak cahaya di mata Yuna yang setengah lelah, setengah terhanyut dalam sisa suasana reuni tadi.

Rizal mengemudi dengan satu tangan, satunya lagi santai di sandaran pintu. Dari kaca spion, ia sesekali melirik ekspresi Yuna, yang tampak tidak menyadari kalau dirinya sedang diamati.

“Seru?” Tanya Rizal akhirnya, memecah kesunyian.

“Hmmm. Lama nggak ketemu teman-teman, jadi agak… nostalgia. Aku juga udah baikan sama Sinta.” Yuna tersenyum kecil.

“Hm. Baguslah...” Rizal mengangguk tipis, tapi matanya menyipit seperti sedang mengukur sesuatu.

“Tadi sempat ngobrol lama sama… Fabian, ya?”

Yuna mengerjap, jelas tak paham arah pertanyaannya.

“Iya, dia satu kelas waktu SMA. Mas ingatkan? Temanku yang paling jahil orangnya...”

Mereka kembali terdiam, setelah Rizal tidak menanggapi pertanyaan Yuna. Mesin mobil mendengung lembut, memecah hening yang anehnya terasa... penuh. Yuna menunduk, memainkan resleting tas, sama sekali tidak menyadari bahwa di luar sana, beberapa pasang mata sudah sempat melihat dirinya dan Fabian mengobrol, dan mulai membuat cerita sendiri.

Rizal, di sisi lain, sudah mendengar desas-desus itu sebelum mereka turun ke lobi. Tapi ia tidak mengatakannya. Hanya mengamati dari sudut mata, mencoba membaca setiap gerak dan nada suara Yuna dan diam-diam membandingkannya dengan gambaran gosip yang ia dengar.

Sampai akhirnya, lampu merah membuat mobil berhenti. Di pantulan kaca, Yuna tampak sedang menatap keluar jendela, seolah memikirkan sesuatu yang jauh dari percakapan mereka barusan.

Rizal melirik sekali lagi, kali ini lebih lama. Ada sesuatu di dalam dirinya yang ingin memberitahu Yuna, tapi ada pula bagian yang memilih diam, membiarkan dirinya menyimpan informasi itu untuk sementara.

"Besok… kamu libur kan?" Tanya Rizal tiba-tiba, mencoba mengubah topik.

"Iya. Kenapa?"

"Kalau tidak ada acara lain, ayo cari cincin..." Jawab Rizal sambil mengalihkan pandangan ke jalan, menyembunyikan sedikit senyum di ujung bibirnya.

Keesokan harinya, Rizal menepati janjinya untuk mengajak Yuna mencari cincin pertunangan.

Rizal sudah berdiri di depan rumah Yuna dengan mobil hitamnya yang berkilau. Pagi itu cerah, tapi Yuna merasa dadanya sedikit berdebar, bukan karena kopi, tapi karena tatapan pria itu yang entah kenapa selalu membuatnya merasa… terlalu sadar akan keberadaannya.

Mereka tiba di sebuah butik perhiasan mewah di pusat kota, tempat lampu kristal berkilau seperti bintang dan deretan etalase kaca memamerkan cincin-cincin berdesain elegan.

"Siap?" Tanya Rizal sambil membuka pintu mobil untuknya.

Yuna mengangguk.

"Memang kita mau cari cincin ke mana?"

"Tempat langganan mama." jawabnya santai.

Sepanjang perjalanan, Yuna tak banyak bicara, hanya sesekali melirik ke arah Rizal yang menyetir sambil tampak memikirkan sesuatu. Namun, tatapan matanya sesekali menoleh padanya, membuat Yuna cepat-cepat memalingkan wajah ke jendela.

Begitu sampai di butik perhiasan yang tampak mewah, langkah mereka terhenti ketika pintu kaca terbuka dari dalam. Sosok elegan dengan setelan krem dan perhiasan sederhana namun mahal menghampiri mereka, Mama Rizal, Wika.

"Oh, kalian di sini." Wika tersenyum, tapi suaranya menyiratkan sedikit keheranan.

Rizal berpura-pura menggaruk tengkuk.

"Oh… iya. Aku pikir kita bisa lihat-lihat cincin. Siapa tahu ada yang cocok."

“Lho... Mama kan udah pesen...”

"Kalau sudah dipesan, mungkin kita nggak perlu..."

Namun, sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya, Rizal menatapnya singkat, tatapan yang berarti ikut saja.

“Ahh... Rizal ada benernya juga, Yun. Takutnya ukurannya berubah...” Ucap Wika saat sadar gelagat Rizal.

Wika hanya terkekeh. Sedangkan Yuna menatap penuh keheranan.

"Nggak apa-apa. Kalian teruskan saja." Ia melirik putranya sekilas dengan tatapan yang membuat Rizal pura-pura sibuk menatap etalase.

Begitu Wika pergi, Yuna menatapnya dengan alis terangkat.

"Mas sengaja, ya?"

Rizal menyandarkan satu tangan di etalase sambil menatapnya lekat.

"Kalau iya, kenapa?"

Yuna mendengus kecil, tapi pipinya terasa panas.

Yuna sedang asik mencoba sebuah cincin bermata kecil ketika suara Wika terdengar dari arah pintu masuk butik.

“Lho, Mas di sini juga?”

Rizal dan Yuna menoleh. Kali ini, bukan Wika yang berdiri di sana, melainkan seorang perempuan muda. Tubuhnya ramping, rambutnya tergerai rapi dengan potongan model salon mahal. Senyumnya manis, dan caranya menatap Rizal… seolah waktu berhenti.

“Oh hai... Iya, mas sama Yuna.”

“Yun, ini Rani...” Ujar Wika sambil menoleh pada putranya.

“Anak Tante Ratna. Mama sama Tante Ratna sudah sahabatan dari dulu.”

Rani tersenyum, memperlihatkan lesung pipinya.

“Oh, iya. Halo, Kak Yuna.” Sapa Rani, tapi matanya hanya sekilas menatap Yuna sebelum kembali fokus pada Rizal.

“Lama banget nggak ketemu. Terakhir kayaknya pas acara ulang tahun Mama, ya?”

“Ah iya, Rani. Kamu makin... tambah dewasa aja sekarang.” Jawab Rizal sambil tersenyum ramah.

Nada suaranya terdengar hangat, bahkan sedikit bercanda.

“Mas lagi pilih cincin, ya?”

“Iya, acaranya seminggu lagi.” Rizal tertawa ringan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!