NovelToon NovelToon
Waffle Caramel

Waffle Caramel

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Poligami / Teen School/College / Dijodohkan Orang Tua / Cintapertama / Menyembunyikan Identitas / Tamat
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: Rheanzha

Rin yang terpaksa harus merubah penampilannya saat berada disekolah barunya sebagai siswa pindahan, dikarenakan sebuah kejadian yang membuatnya tak sadarkan diri dan dirawat dirumah sakit.

Disekolah baru ini, Rin harus mengalami drama sekolah bersama primadona kelasnya serta dengan adik kelasnya. Serta rahasia dari sekolah barunya, bersama dengan identitasnya yang ingin diketahui teman-teman sekelasnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rheanzha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tinggal Bersama (Part 2)

Karin berdiri menunggu Nirmala didekat pintu utama gedung Akademi Roswaal, agar bisa pulang bersama. Tidak lama untuk Karin dan Fifi menunggu Nirmala keluar dari kelasnya, dan disaat yang sama, didepan Nirmala, rombongan Ami juga ada disana.

"Kamu lagi nunggu jemputan ya, Karin?" ujar Sonya ke Karin, siapa tahu dia mau menjawab perkataannya, namun tak ada tanggapan apapun dari Karin.

"Maaf kak, sudah lama ya nunggunya?" ujar Nirmala yang datang bersama dengan Aini

"Nggak terlalu lama kok, ayo pergi." ajak Karin ke Nirmala dan Aini, lalu Karin melangkah meninggalkan rombongan Sonya tanpa sepatah kata pun, hal itu membuat Aini dan Nirmala bingung.

"Mari kak." ujar Aini dan Nirmala ke Sonya dan lainnya, lalu mereka berlari menyusul Karin dan Fifi yang sudah jauh didepan.

Sonya, Ami, Tania, dan Olive hanya memberi senyuman ke Aini dan Nirmala.

"Gimana, jadi kita ke kafe Rin?" tanya Tania ke yang lainnya.

"Jadi, ayo buruan." balas Ami, lalu berjalan lebih dahulu.

Mereka berempat pergi ke Papillon Noir, berencana menemuin Rin dan meminta maaf atas sikap mereka tadi. Mereka terus melangkahkan kakinya kearah kafe.

Didepan mereka terlihat Karin dan yang lainnya, mereka berpikir mungkin mereka mau pergi ke kafe juga, sampai mereka hilang dibelokan arah kafe. Namun hal yang tak mereka duga saat mereka berempat juga berbelok dibelokan yang sama dengan Karin tadi, diperhatikan oleh mereka, bahwa Karin dan yang lainnya bukan masuk ke kafe melainkan kesebuah rumah, tapi mereka pikir itu rumah Nirmala yang tak lagi tinggal di asrama.

"Eh, itu bukannya Dinda, berarti ini rumahnya Rin." tutur Ami.

"Mungkin mereka mengunjungi Rin." ujar Sonya. "Aku tak mau lagi berpikiran aneh." sambungnya.

"Ya sudah, kita panggil Dinda, kita tanya, Rin ada dimana." tutur Tania.

Mereka memanggil Dinda yang mau ke kafe. Tania menanyakan ke Dinda, Rin sekarang ada dimana, namun karena Dinda belum bertemu dengan Rin, maka dia menjawab tidak tahu.

"Tunggu sebentar, aku coba lihat apa dia ada di kafe." tutur Dinda, dia lalu meninggalkan mereka dan menuju ke kafe. "Kak, Lead mana?" tanya Dinda ke Sari, yang berada di kasir yang biasanya itu adalah tugasnya Rin.

"Lead, dia ada dirumah, ada apa kamu nyari Lead?" tutur Sari.

"Bukan aku sih yang nyari nya, ada teman sekelasnya yang cari dia." jawab Dinda.

"Oh begitu ya."

"Aku temuin mereka dulu kak." Dinda kembali menemuin Sonya dan yang lainnya yang masih menunggu di depan gerbang rumah.

"Bagaimana Din, Rin nya ada dimana?" tanya Ami yang melihat Dinda keluar dari kafe.

"Rin ada dirumah, temui aja dia disana, aku lanjut kerja lagi." ujar Dinda memberi tahu mereka lalu kembali ke kafe.

Sonya, Ami, Tania, dan Olive, masuk ke pelantaran Rumah Rin dan menekan bel yang ada didekat pintu rumah itu. Ditekan bel itu untuk beberapa saat, sampai ada seseorang yang membuka pintu untuk mereka.

"Fifi ..." ujar mereka terkejut, yang membuka pintu itu Fifi, dan bukan karna Fifi nya juga, melainkan pakaian yang dipakai Fifi.

"Kamu kenapa pakai pakaian itu?" ujar Sonya bingung.

"Oh iya, kamu pelayan pribadinya Rin, kan?" sambung Olive.

"Maaf, kalian ada perlu apa ya?"

"Kami bisa bertemu Rin?" pinta Ami.

"Mau bertemu tuan, maaf, bisa tunggu sebentar, saya akan tanya sama tuan, oh iya silahkan masuk dulu." ujar Fifi ke mereka.

Mereka berempat mengikuti apa yang dikatakan Fifi, mereka masuk dan menunggu di ruangan tamu, sedangkan Fifi pergi meninggalkan mereka untuk memanggil Rin.

"Fifi ..." panggil Nirmala keluar dari dapur.

"Iya, Nyonya." jawab Fifi.

"Siapa yang nekan bel tadi?"

"Itu, tamu yang cari tuan." ujar Fifi. "Saya saja yang bawanya Nyonya." pinta Fifi atas apa yang sedang dibawa Nirmala.

"Nggak usah, kamu cepat temui kak Rin, ini bisa aku aja yang bawa."

"Baik, Nyonya." tutur Fifi lalu memanggil Rin.

Ami dan lainnya mendengar obrolan singkat dari mereka tadi. Mereka jadi penasaran siapa yang jadi lawan bicaranya Fifi.

"Yang ngobrol dengan Fifi tadi, suaranya Nirmala kan?" tanya Tania memastikan ke yang lainnya.

"Itu memang suara Nirmala, tapi kenapa Fifi memanggilnya Nyonya." tutur Sonya.

"Ingat nggak waktu awal dia pindah, dia ada bilang bahwa dia milik Rin, Althea dan juga Mala, dengan kata 'Tuan dan Nyonya' gitu." tutur Ami.

"Dan juga seperti yang dikatakan Dinda waktu itu." sambung Olive.

"Apa mungkin kartu undangan yang ditunjukin Dinda waktu itu, pertunangannya Rin dan Nirmala." ujar Tania ke yang lainnya.

"Bisa jadi tu." jawab yang lainnya.

Obrolan mereka terhenti saat mereka mendengar suara yang sangat mereka kenal.

"Fifi ..." ujar Karin memanggil Fifi saat setelah ia turun dari lantai atas.

"Iya, Nyonya Thea memanggil saya?" tutur Fifi.

"Siapa yang datang." tanya Karin.

"Oh itu, tamu yang cari tuan, Nya." ujar Fifi.

"Sudah diberikan minum? Berapa orang? Cewek apa cowok yang cari tuan."

"Belum Nya, yang cari tuan itu cewek Nya, empat orang." jawab Fifi.

"Empat orang cewek!? Ya sudah biar aku saja yang membuatkan mereka minum, kamu lanjutkan kerjaan kamu tadi." perintah Karin.

"Baik Nyonya."

Suara obrolan yang mereka dengar sudah tidak terdengar lagi. Mereka berempat saling memandangi satu sama lainnya, menyimak isi percakapan itu tadi.

"Itu Karin, kan, kenapa Fifi juga memanggilnya Nyonya." tutur Sonya.

"Entah, aku juga bingung apa yang terjadi." jawab Ami.

Tidak lama setelah obrolan itu, Karin menghampiri mereka dengan membawa empat gelas dan seteko sirup.

"Karin ..." ujar mereka serempak, saat melihat Karin yang mendekat ke mereka dengan mengenakan pakaian biasa bukan seragam sekolah.

"Ini minumannya, silahkan dinikmati." tutur Karin meletakan gelas dan seteko sirup dimeja. "Maaf, kalau boleh tahu ada perlu apa ya kalian?" tanya Karin ke mereka berempat, seperti berbicara dengan orang asing.

"Kami mau minta maaf ke Rin soal yang tadi pagi." tutur Ami menjawab pertanyaan Karin.

"Oh gitu ya, ditunggu aja, jangan lupa diminum minumannya." ujar Karin, lalu berjalan meninggalkan mereka berempat.

"Karin ..." panggil Olive.

"Iya, ada apa?"

Olive belum sempat untuk mengutarakan kenapa dia memanggil Karin, karena ada suara cowok yang memanggilnya.

"Thea ..." ujar Rin yang melihat Karin berada didekat ruang tamu.

"Iya, kenapa?" jawab Karin.

"Kamar Mala kenapa berisik?" tanya Rin.

"Oh itu, soalnya ada Bibi, dia bilang ada sesuatu yang mau mereka kerjakan, jadi Bibi nanti bermalam disini." jawab Karin. "Oh ya, tuh tamu kamu dan nunggu, aku mau kembali ke dapur." ujar Karin dengan nada sedikit kesal.

"Oh iya, sekalian masak untuk makan malam ya." ujar Rin.

"Iya bawel." tutur Karin lalu pergi ke dapur meninggalkan Rin.

Karin melupakan kalau Olive tadi ada mau bilang sesuatu ke dia. Mereka berempat hanya bengong melihat dan mendengarkan percakapan antara Rin dan Karin yang sangat akrab. Olive berniat untuk memanggil Karin sekali lagi, namun dibatalkan olehnya

"Ada apa?" tanya Rin ke mereka berempat sambil berdiri melipat tangan.

Mereka berempat terdiam dan hanya memandangi Rin dengan cemas, melihat itu Rin menghela nafas lalu duduk bergabung dengan mereka berempat.

"Ada apa, kalian kesini ada yang mau kalian bicarakan kan?" tanya Rin lagi.

"Ya, kami memang mau berbicara sesuatu ke kamu." jawab Ami.

"Oh, kalian mau bicara apa?" ujar Rin ketus. "Ya, silahkan ..."

"Rin, kami ingin minta maaf ke kamu soal apa yang terjadi pagi tadi dan apa yang sudah kami lakukan." ujar Tania.

"Kami sungguh minta maaf Rin, kami tak bermaksud untuk membongkar masa lalu kamu, kami ingin tahu kamu itu siapa sebenarnya." tutur Sonya.

"Itu saja yang mau kalian bicarakan?"

Mereka berempat tak langsung menjawab pertanyaan rin, mereka saling memandangi, siapa tahu diantara mereka ada yang ingin membicarakan hal lainnya.

"Iya Rin, itu saja yang ingin kami bicarakan, kami ingin minta maaf dan kami ingin kamu memaafkan kami." jawab Tania.

"Kalau soal kejadian masa laluku itu, aku tak bisa berbuat apa lagi ke kalian, kalian sudah mengetahuinya." tutur Rin.

"Berarti kamu mau memaafkan kami Rin?" celetuk Ami.

"Hah ..." Rin memasang wajah kaget. "Memang aku tidak terlalu memikirkan tentang itu lagi, soalnya kalian sudah pada tahu." tutur Rin, dia lalu menopang dagunya dengan tangan yang bertumpu diatas pahanya. "Kalau aku tidak mau memaafkan kalian, apa yang akan kalian lakukan, aku bisa saja membawa kalian keranah hukum, tapi itu terlalu merepotkan." tutur Rin, dengan wajah serius.

Mereka berempat tidak langsung menjawab, mereka masih memikirkan apa yang dilakukan Rin barusan.

"Hemp, kalau begitu, kami akan melakukan apa pun agar kamu bisa maafkan kami." jawab Ami.

"Oh begitu, baiklah akan ku tunggu apa yang akan kalian lakukan, apa itu saja keperluan kalian disini." ujar Rin.

"Iya ..." jawab Tania. "Kalau begitu kami permisi pulang. Ayo!" ajaknya ke yang lainnya.

"Oh iya Rin, tolong sampaikan ke Karin, aku sungguh minta maaf." ujar Olive sambil membungkuk lalu pergi menyusul yang lain.

Rin merapikan gelas dan teko yang disuguhkan Karin untuk mereka tadi, dibawanya kedapur dan teko tadi diletakannya kedalam kulkas.

"Tamu kamu sudah pada pulang?" tutur Karin sambil memasak.

"Yuph, oh iya, ada pesan dari Olive, katanya dia sungguh minta maaf." ujar Rin sambil memandangi Karin yang sedang memasak.

"Oh, dia bilang begitu."

"Oh iya, kenapa dengan pipi Olive, setahu aku, pagi tadi tidak apa-apa tu pipinya." ujar Rin penasaran. "Apa terjadi sesuatu?"

"Aku yang nampar dia sampai jadi begitu." tutur Karin kesal.

"Eh, serius kamu nampar pipi Olive, kok bisa."

"Au ah, yang jelas mereka bukan temanku lagi' jawab Karin. "Sudah ah, aku mau lanjut masak." tutur Karin kesal, tiba-tiba ada suara shooter kamera, hal itu membuat Karin terkejut. "Hei, apa yang kamu lakukan!"

"Hehehe, photo yang bagus." ujar Rin dengan senyum jahilnya.

...***...

Kicauan-kicauan burung bersorak riang, bunga-bunga mekar perlahan, butiran-butiran embun perlahan menguap, dan mentari menunjukan dirinya dibalik cela-cela gedung dan pepohonan.

Seperti hari-hari biasanya, keramaian telah memadati jalan-jalan utama, para pelajar dari sekolah dasar sampai mahasiswa dan juga mereka yang bekerja untuk mengais rejeki mereka. Begitu pun di Akademi Roswaal, murid dan dewan gurunya sibuk dengn aktifitas pagi mereka sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai.

"Mau cari siapa kak?"

"Ami dan kawan-kawannya ada." tutur Roy.

"Hemp ... Ami ada yang cariin." teriaknya memanggil Ami.

"Siapa ..." jawab Ami.

"Kakak kelas." ujarnya.

Ami segera menemui orang yang mencarinya.

"Ada apa kak?" tanya Ami setelah mengetahui siapa yang mencarinya.

"Aku mau nyampai pesan ke kamu."

"Pesan? Pesan apa kak, dari siapa?"

"Pesan dari Kepsek, katanya, saat jam istirahat pertama nanti kamu, Tania, Olive, Sonya dan Dinda, temui beliau di ruangannya." Roy memberi tahu tujuannya mencari Ami.

"Hee, dipanggil keruangan Kepsek." ujar Ami kaget.

"Ya sudah, kakak mau ke sebelah, mau ngasih tahu Dinda juga."

"Oh, iya kak, makasih."

"Ada apa Mi." tanya Tania ke Ami, saat dia ke bangkunya

"Kita disuruh nemui Kepsek di ruangannya saat istirahat nanti."

"Ehh, dipanggil Kepsek, kenapa?" tutur Sonya keheranan.

"Entah, aku juga nggak tahu alasannya." jawab Ami.

"Apa, jangan-jangan karena kejadian kemarin." jawab Olive cemas.

"Ku rasa bukan deh, soalnya Dinda juga dipanggil bersama kita."

"Dinda juga Mi, terus kenapa kita dipanggil?" ujar Tania.

Mereka berempat masih dalam kebingungan memikirkan alasan dari Kepala Sekolah yang memanggil mereka. Rin, Karin dan Fifi juga sudah berada dikelas. Rin berhenti didekat Suci, meminta untuk bertukar tempat duduk lagi dengannya, sedangkan Karin dan Fifi pergi ketempat duduk yang ada disebelah Suci. Suci setuju untuk bertukar tempat duduk, dia tahu alasannya, soalnya didepan dan disebelahnya itu ada orang yang bertengkar dengan dia kemarin.

Rin meletakan tas dan duduk dikursi itu, dilihatnya orang yang ada disebelahnya, dan betapa terkejutnya Rin saat melihat bahwa Karin dan Fifi juga seperti dia yang memutuskan pindah dan duduk dibelakang. Rin akhirnya mengerti maksud dari perkataan Karin kemarin sore, bahwa dia dengan Ami dan lainnya itu, bukan sahabat atau teman lagi.

Guru-guru yang mengajar dipagi hari satu per satu pergi ke kelas yang muridnya akan mereka ajar. Bersamaan dengan itu pula bel masuk berbunyi, murid-murid satu per satu memasuki kelas setelah mendengar bel masuk.

Materi, latihan, tugas, dan yang bersangkutan dengan pelajaran itu diberikan oleh setiap guru kemuridnya. Penjelasan demi penjelasan yang disampaikan dicatat dengan teliti oleh mereka. 3x45 menit atau selama tiga jam pelajaran mereka belajar sampai bel tanda istirahat pertama berbunyi, mereka melepas buku mereka untuk sementara.

Ami, Olive, Tania, dan Sonya segera merapikan buku-buku mereka, sesaat setelah guru yang mengajar mereka mengakhiri pelajarannya, mereka berempat segera keluar kelas.

Dinda yang baru keluar kelas, melihat Ami dan lainnya sudah pergi duluan, segera berlari menyusul mereka berempat. Mereka berlima mempercepat langkah mereka menuju ruangan Kepsek yang berada diujung lantai kedua digedung kedua.

Dua buah daun pintu yang besar dan sepenuhnya dari kayu, yang sangat bagus tertutup rapat, berbeda dengan pintu lainnya yang ada dihadapan mereka ini adalah ruangan seseorang yang mereka harus temui, yaitu Kepala Sekolah. Mereka berlima menarik nafas dalam lalu mengetuk pintu besar itu.

"Ya, masuk ..." ujar Salman menyuruh mereka untuk masuk.

Dinda dan yang lainnya segera masuk kedalam saat setelah diberi izin. Dilihat oleh mereka ada seseorang yang bersama dengan Kepsek, seseorang itu ialah guru baru yang mengajar mereka. Mereka berlima segera menuju ke Salman yang berada dimejanya dan juga Intan yang sedang mengetik sesuatu diponselnya.

"Maaf, Bapak memanggil kami?" tanya Ami ke Salman.

"Iya, ada sesuatu yang kami mau tanya dengan kalian. Bagaimana Intan kamu sudah bilang sama mereka?"

"Sudah, nih baru dibalas, katanya sebentar lagi mereka datang." jawab Intan. "Hemp, jadi kalian yang berulah, saya nggak menyangka kalau saya baru menjadi wali kelas kalian, tapi kalian sudah berulah."

"Maaf, Bu, tapi ibu bukan wali kelas saya." tutur Dinda.

"Iya, saya tahu itu, tapi secara tak langsung kamu juga terlibat."

"Saya juga terlibat? Maksud ibu, bagaimana?" tanya Dinda bingung. Dia melirik kearah Ami dan yang lainnya meminta penjelasan.

"Mereka membuat seseorang tak jadi sekolah kemarin dan mereka membuat seorang gadis menangis sampai dia harus menampar salah satu diantara kalian." ujar Intan sambil menatapi mereka.

Mendengar itu, Dinda sangat terkejut dan tak dapat berpikir kenapa dia juga dibilang ikut terlibat. Dinda tak tahu siapa yang dimaksud oleh Intan tadi yang terlibat dengan Ami dan lainnya.

"Dan satu hal lagi, salah satu rumah yang kalian datangi itu adalah rumah saya." tutur Intan. Dinda makin dibuat bingung oleh Intan, namun berbeda dengan yang lainnya, wajah mereka tampak kaget mendengar itu.

"Saya mau bertanya, apa harus sampai begitu untuk mengetahui sesuatu tentang kehidupan pribadi seseorang. Jika kalian ingin mengetahuinya, kenapa tidak kalian tanya sama yang bersangkutan?"

"Sebentar lagi mereka sampai disini." sambung Intan.

"Kalian bisa menunggu diruangan itu, kalian bisa melihat dan juga mendengar apa yang akan terjadi nanti." ujar Salman.

Dinda dan yang lainnya mengikuti apa yang disuruh oleh Salman. Mereka masuk ke ruangan yang dibilang tadi. Tidak lama saat mereka ada diruangan itu, seseorang mengetuk pintu lalu langsung masuk tanpa ada jawaban terlebih dahulu dari Kepala Sekolah.

"Hei, itu bukannya, Rin ... Karin ... Fifi ... Nirmala dan Aini juga, apa maksudnya ini?" bisik Dinda yang masih kebingungan. Mereka hanya terdiam.

"Jadi, ada apa manggil kami kesini, Papa?" tanya Karin kesal.

"Dan kenapa Mama juga ada disini, bukannya hari ini Mama ada jadwal ngajar perkuliahan?" tanya Rin heran.

Mereka merasa sangat terkejut, saat Karin memanggil Kepsek dengan Papa, dan perkiraan Dinda yang mengatakan bahwa guru baru itu adalah Mamanya Rin terbukti. Namun mereka masih bingung apa hubungan diantara mereka itu.

"Apa mungkin Karin dengan Rin itu kakak-adik." bisik Ami.

"Kalau itu tidak mungkin." jawab Dinda.

"Jika Kepala Sekolah Papanya Karin dan ibu Intan Mamanya Rin, berarti mereka bukan saudara." sambung Tania.

"Soalnya kami tahu siapa Mamanya Karin." Sonya menambahkan.

"Apa mungkin mereka saudara tiri?" timpal Olive.

Dinda, Tania, dan Sonya menggeleng menanggapi apa yang diucapkan Olive tadi.

"Papa manggil kalian karena ada yang mau dibicarakan terutama untuk Nirmala dan juga Aini." ujar Salman menjawab pertanyaan Karin.

"Itu bukannya Dokter Luna, kenapa dia juga kesini." tutur Olive.

"Hei, apa yang dia lakukan, kenapa dia tiba-tiba memeluk Rin." ujar Sonya saat melihat Luna yang datang dan memeluk Rin dari belakang, bukan hanya itu, dia juga mengacak-acak rambutnya Rin dan menjahilinya. Hal itu membuat mereka bingung, karena tidak ada yang protes sama sekali.

"Kak Salman, Kak Intan, kenapa aku juga dipanggil kesini?" ujar Luna sambil menenggerkan kepalanya diatas bahunya Rin dan tak melepaskan pelukannya.

"Kak Luna, be ... rat ..." ujar Rin menekan suaranya karena keberatan.

"Apa aku seberat itu. Karin, Nirmala, aku nggak berat, kan?" rengek Luna ke Karin dan Nirmala, melepas pelukannya dari Rin lalu memeluk Karin dan Nirmala bersamaan dari belakang juga.

"Hemp, Ibu nggak berat kok, Cuma kelebihan beban aja." tutur Karin dan Nirmala menjahili Luna.

Luna lalu mencubiti pipi Karin dan Nirmala dengan gemasnya.

"Hey, kan sudah aku bilang, kalau hanya ada kita kalian jangan manggil Ibu kan." tutur Luna sambil menggembungkan pipinya

"Iya, iya, kami paham" tutur Karin. "Tapi cukup Rin aja yang manggil kakak, karna sudah terlalu tua untuk dilakukan."

"Iyakan, Ta-n-te." ujar Karin dan Nirmala kompak.

"Kalian ..." Luna meremas-remas pipi mereka berdua. "Aku belum terlalu tuakan Fifi." ujar Luna menghadap ke Aini yang disangkanya itu Fifi, kemudian membuat ekspresi terkejut

"Tenang Tante, nggak apa, Bibi yang bantu Nirmala jika kak Rin, kak Karin dan kak Fifi nggak ada didekat Nirmala." jawab Nirmala dan Aini hanya tersenyum ke Luna, begitupun dengan yang lainnya

"Oh, ternyata adik kecilku ya." ujar Luna mendekati Aini lalu memeluknya dan menjahilinya.

"Maaf, Nona Luna tadi memanggil saya?" tutur Fifi yang keluar dari dapur ruangan Kepsek dengan membawa beberapa gelas minuman.

Dinda dan lainnya hanya bisa diam dengan wajah bingung dan terkejut, saat Luna memanggil Kepsek dan Intan dengan kakak, saat Rin juga memanggil Luna kakak, saat Karin dan Nirmala memanggil Luna tante, saat Luna memeluk Aini dan memanggilnya adik kecilnya, bahkan saat mendengar kalau Aini sudah tahu hubungan mereka semuanya.

Apa ini yang dimaksud dengan Kepsek tadi, kami bisa melihat dan mendengar apa yang akan terjadi nanti itu, adalah hubungan diantara mereka, namun hal itu masih terlihat ambigu bagi mereka berlima.

"Pa, apa sih yang mau Papa bicarakan ke kami?"

"Pertama, Rin, kenapa kamu tidak sekolah kemarin, padahal sudah sampai dikelas tapi kamu malah kembali kerumah, kalau hanya sekedar tidak enak badan, kamu bisa istirahat di UKS kan." ujar Intan.

"Maaf Ma, tapi Rin kemarin tidak mau berada disekolah, maka Rin putuskan untuk pulang." jawab Rin singkat.

"Oh begitu ya, lalu yang kedua, Thea, apa yang terjadi kemarin, sampai-sampai kamu menampar sahabatmu, apa yang terjadi sayang?" tanya Intan lembut ke Karin.

"Nggak ada apa-apa, hanya saja ucapan mereka ke Thea kemarin itu sudah kelewatan batas, jadi mau tidak mau Thea menamparnya, karena Thea sudah kelewatan kesal dengan mereka." jawabnya.

"Memangnya ada apa sih Ma?" tutur Rin.

"Kami hanya ingin tahu alasannya saja."

"Lalu, hal yang penting yang mau dibicarakan tentang Aini dan Nirmala itu apa Ma?" sambung Rin.

"Kalau itu, biar yang berwenang untuk mengatakannya." tutur Intan menunjuk kearah Salman.

"Aku disini akan bertanya bukan sebagai orang tua kalian, tapi sebagai Kepala Sekolah. Apa benar kalau kalian berdua kemarin membuat taruhan dengan Jimy?" tutur Salman.

"Haah, taruhan ..." ujar Karin, Rin, dan Luna serempak.

"Kalian membuat taruhan?" tanya Karin ke Nirmala dan Aini.

"Coba ceritakan deh, kenapa kalian bisa buat-buat taruhan segala?" sambung Luna.

Aini dan Nirmala mulai bercerita kenapa mereka berdua bisa membuat taruhan dengan Jimy. Sampai saat dimana Nirmala dan Aini menyebutkan konsekuensinya dari taruhan mereka.

"Apa kalian berdua serius?" tanya Luna.

"Kalau aku serius, aku tak bisa hanya diam lihat Nirmala ngelakuin itu sendirian." tutur Aini.

"Nirmala kamu nggak apa-apa dengan itu?" tanya Karin.

"Iya nggak apa-apa kok." jawab Nirmala sambil tersenyum. "Nirmala hanya mengikuti apa yang diinginkan mereka biar mereka merasa puas, dan juga Nirmala tidak mau diganggu terus dengan pertanyaan yang aneh-aneh dari mereka."

"Apa perlu hubungi orang tua kalian?" tanya Salman ke Aini dan Nirmala, namun mereka berdua menolak untuk menghubungi orang tua mereka, karena ini adalah masalah pribadi mereka berdua.

Mereka menerima keputusan Aini dan Nirmala. Salman menyuruh Luna untuk membuat surat pernyataan bagi Aini, Nirmala, dan Jimy. Salman memberi isyarat ke Intan untuk membawa Dinda dan yang lainnya keluar menemui mereka.

"Bagaimana? Apa kalian sudah puas?" tanya Salman ke mereka berlima.

"Papa, apa maksudnya ini?" tutur Karin yang heran kenapa Dinda dan lainnya ada di dalam dan sejak kapan. "Kenapa mereka ada disini, apa karena ini juga Papa memanggil kami kemari." Karin merasa sangat kecewa dengan Papanya, tanpa berkata apa pun lagi, Karin langsung pergi meninggalkan ruangan Salman. Rin berencana untuk menyusul Karin keluar dari ruangan Salman, tapi ditahan oleh Intan, dan dia menyuruh Fifi agar menemani Karin.

Intan dan Salman menjelaskan kenapa mereka berlima ada disini sebelum kedatangan Rin dan yang lainnya. Mereka berdua menjelaskan semuanya ke Rin dan lainnya alasan kenapa Dinda dan lainnya dipanggil juga, dan kenapa juga mereka harus disembunyikan dulu dari Rin, Karin dan yang lainnya.

Luna sudah menyelesaikan apa yang dipinta Salman tadi bersamaan dengan selesainya penjelasan dari Salman dan Intan. Luna memberi ke Salman apa yang disuruh tadi bersamaan dengan cap Kepala. Salman menandatangani surat itu, memberikannya cap dan mengasihnya ke Aini dan Nirmala untuk menanda tanganinya juga. Selesai itu Salman menyuruh agar Jimy juga menandatangani lalu dikembalikan lagi ke Salman.

Setelah Aini dan Nirmala selesai tanda tangan, mereka disuruh segera kembali ke kelas mereka. Setelah mendapat perintah itu, mereka segera pergi ke kelas mereka, namun tidak dengan Dinda, Ami, Tania,Olive, dan Sonya. Mereka masih disuruh untuk tetap disana, karena masih ada yang ingin dibicarakan dengan mereka berlima sampai bel istirahat berakhir.

 

°

°

1
Atika Norma Yanti
nama panggilannya kenapa bisa Raka 😂🌿
Atika Norma Yanti
kalau gini aku juga pengen ikut, sekalian cuci mata😂😂
Altherya Rin: cuci matanya pakai deterjen cair ya... 🤣🤣🤣
total 1 replies
Hafin lubi
eh kukira berpenampilan coolkids
Mary_maki
Cerdik dan mengejutkan
Shinn Asuka
Gak nyangka! 😱
Altherya Rin: apa nih yang nggak disangka?
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!