S 2. Novel "Jejak Luka"
Alangka baiknya membaca Novel tersebut di atas, sebelum membaca Novel ini. Agar bisa mengikuti lanjutan kisah 'rudapaksa yang dialami oleh seorang gadis bernama Enni bertahun-tahun.
Setelah berhasil meloloskan diri dari kekejaman seorang pria bernama Barry, Enni dibantu oleh beberapa orang baik untuk menyembuhkan luka psikis dan fisiknya di sebuah rumah sakit swasta.
"Mampukah Enni menghapus jejak trauma masa lalu dan berbahagia?"
Ikuti kisahnya di Novel "Menghapus Jejak"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia selalu. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. MJ 28.
...~•Happy Reading•~...
Mendengar ucapan Bagas, Enni teringat dengan masker yang diberikan oleh Kirana padanya. "Saya diberikan masker sama dr Kiran untuk dipakai, Pak." Enni mengambil paper bag dari tangan Bagas lalu menunjuk masker medis yang diberikan Kirana padanya.
Bagas mengangguk dengan hati lega dan senang atas antisipasi Kirana untuk mengamankan Enni di lobby. "Kalau begitu, pakai saja dari sini..." Bagas kembali mengambil paper bag dari tangan Enni, sambil melihat Enni pakai masker.
Enni mengangguk mengiyakan, lalu memakai masker yang diberikan Kirana untuk menutup wajahnya. Bagas bantu merapikan masker untuk menutup bagian wajah Enni yang masih terlihat.
^^^Setelah melihat wajah Enni sudah agak tertutup masker, Bagas mengajak Enni masuk ke lift umum untuk pengunjung. Sebab mereka hanya berdua tanpa tenaga medis. Sehingga mereka tidak bisa lewat lift khusus pasien.^^^
"Pak, itu orang suruhan Barry..." Enni langsung membalik wajahnya saat mereka akan keluar dari lift dan melihat Bashu sedang berbicara serius dengan seorang pria di lobby.
"Tenang... Jangan membuat gerakan yang menarik perhatiannya padamu." Bagas membalik tubuh Enni untuk tetap berjalan keluar dari lift. Lalu ia melingkarkan lengannya ke belakang punggung Enni sambil mengajak terus berjalan menuju lobby.
Enni berusaha tenang dan berjalan mengikuti langkah Bagas sambil menunduk, agar tidak melihat Bashu. Dia memegang dadanya dengan kedua tangannya untuk mengurangi detak jantungnya yang tidak beraturan.
"Tetap tenang dan berjalan terus..." Bisik Bagas saat mereka hendak melewati Bashu yang masih berbicara serius dengan orang di depannya, jadi tidak memperhatikan ke arah Enni dan Bagas yang akan melewatinya.
^^^Bagas tidak bisa menghindar atau mengajak Enni keluar lewat jalan lain, sebab untuk keluar dari lobby harus melewati Bashu berdiri, jadi Bagas berusaha tetap tenang. Sebab ia tahu, Enni sedang tegang saat akan mendekati Bahsu.^^^
^^^Bagas terus melingkarkan lengannya di punggung Enni, walau sudah lewati Bashu. Jadi kalau dilihat oleh orang lain atau Bashu, mereka akan dikira sepasang suami istri atau kekasih yang datang besuk atau baru selesai periksa kesehatan di rumah sakit.^^^
Mereka tetap berjalan dalam posisi itu sampai ke tempat parkir, sebab khawatir Bashu melihat atau curiga pada Enni yang melewatinya. "Huuuuuu...." Bagas menghembuskan nafasnya dengan kuat setelah melepaskan tangannya dari punggung Enni saat akan membuka pintu mobil.
"Ayooo, naik. Nanti di dalam mobil baru kita bicara." Ucap Bagas saat melihat Enni hendak mengatakan sesuatu padanya. Enni mengangguk, lalu segera naik ke mobil.
Mereka sama-sama menarik nafas panjang dan menyadarkan punggung setelah duduk dalam mobil. Kemudian Bagas segera memakai safety belt dan nyalakan mesin mobil. Ketika melihat Enni tidak bereaksi untuk mengenakan safety belt, Bagas melepaskan safety belt nya.
"Enni, tolong tarik itu ke sini..." Ucap Bagas sambil menunjut sabuk pengaman. Enni melihat dan melakukan apa yang diminta Bagas.
"Sorry..." Bagas berkata sambil memasang sefety belt Enni, lalu kembali memasang safety belt nya.
"Tarik saja dan atur senyaman mungkin." Ucap Bagas saat melihat Enni agak kurang nyaman. Enni hanya mengangguk dan agak kikuk, sebab dia baru pernah memakai sabuk pengaman.
"Jika haus atau lapar, itu ada minum dan cemilan di samping. Sementara makan dan minum itu dulu, ya." Bagas berkata setelah mereka telah berada di jalan dan agak macet.
"Trima kasih, Pak..." Enni merasa lega, ditawarin minuman, sebab dia merasa haus. Dia mengambil minuman yang ditunjuk Bagas, lalu minum beberapa kali tegukan tanpa sungkan. Melihat itu, Bagas jadi tersenyum dalam hati.
^^^Bagas sengaja membawa roti dan minuman untuk di jalanan, sebab suasana jalan tidak bisa diprediksi. Oleh sebab itu, ia selalu bawa minuman dan cemilan dalam mobil untuk berjaga-jaga.^^^
Setelah melewati jalanan yang macet, mereka tiba di rumah orang tua Mathias. "Mari masuk..." Bagas mengajak Enni masuk ke halaman, saat melihat sopir telah membuka pagar dan mempersilahkan mereka masuk.
"Selamat siang, suster..." Sapa Bagas saat masuk ke ruang tamu dan melihat suster yang membukakan pintu untuk mereka. Enni juga menyapa sebagaimana yang Bagas lakukan.
Selamat siang, Pak. Silahkan duduk." Suster mempersilahkan mereka duduk di ruang tamu.
"Trima kasih suster. Ibu lagi istirahat?" Tanya Bagas setelah mereka duduk di ruang tamu.
"Sudah bangun, Pak. Tunggu sebentar, ya..." Suster segera meninggalkan Bagas dan Enni duduk di ruang tamu.
Tidak lama kemudian, suster mendorong sebuah kursi roda masuk ke ruang tamu. Bagas dan Enni segera berdiri saat melihat Bu Titiek masuk dan melihat mereka bergantian dengan wajah tersenyum.
^^^Enni tersentuh hatinya melihat kondisi Bu Titiek yang mungil dan ringkih di kursih roda. Dia tertegun melihat mata Bu Titiek sangat bening dan ceria, memancarkan semangat dan kasih sayang yang luas.^^^
Bagas segera mendekati Bu Titiek dan langsung mencium tangan dan menanyakan kabar Bu Titiek. "Sudah lama baru melihatmu lagi, Nak Bagas." Bu Titiek mengelus lengan Bagas yang sedang menunduk mencium tangan kanannya.
"Iya, Bu. Sudah lama sekali, karna sibuk persiapan ujian pengacara dan selesaikan banyak kasus. Bagas terus diplonco sama boss..." Bagas berkata sambil tersenyum, membuat Bu Titiek menepuk pelan lengan Bagas yang membahasakan putranya dengan nada jenaka.
"Bukannya kau senang dan rencanakan segera pindah ke kantor baru? Jadinya kalian semua kurang beristirahat. Lihat saja sekarang, boss mu belum pulang. Kau ngga kangen padanya?" Bu Titiek berkata sambil tersenyum, mengingat putranya super sibuk.
"Aku kangen gangguan boss, Bu. Kantor sepiii..." Ucap Bagas sambil tersenyum.
"Thias yang ganggu, atau kau yang kehilangan sasaran gangguan? Hati-hati Bagas, gangguanmu bikin Thias susah komunikasi dengan Juha."
"Kau tau, kadang Thias jawab pertanyaan Juha dengan asal seperti padamu." Bu Titiek ingat putranya bingung menjawab pertanyaan anak sambungnya, akibat jawaban asalnya.
"Hahaha.... Maaf, Bu. Itu ngga bisa hilang, sebab boss memang begitu adanya. Sudah bikin kami tertawa dengan jawaban asalnya, tapi wajahnya masih kering kerontang." Bagas jadi tertawa mengingat boss nya yang sangat disayanginya.
Bu Titiek jadi tertawa dan sangat bersyukur, sebab Bagas sayang, hormati dan sangat loyal pada putranya. "Sangking lama ngga bertemu, jadi lupa alasanmu datang hari ini." Ucapan Bu Titiek mengingatkan Bagas pada Enni.
"Astaghfirullah... Maaf, Enni. Sangking kangen sama Bu Titiek, lupa perkenalkan. Bu, dr Kiran sedang ada pasien yang harus ditangani, jadi minta tolong Bagas antar Enni ke sini." Bagas memegang lengan Enni dan mengajaknya mendekati Bu Titiek.
Enni langsung menunduk memberi salam, lalu mencium tangan Bu Titiek. "Saya Enni, Bu. Trima kasih." Enni berkata pelan dengan mata berkaca-kaca, dia terharu dengan penerimaan Bu Titiek yang menyentuh pipi dan menepuk pelan beberapa kali.
^^^Bu Titiek tidak menyangka wanita muda yang alami kekerasan yang dikatakan putranya, benar masih muda, lembut dan sangat cantik. Membuat Bu Titiek menepuk pipinya berulang kali dengan sayang.^^^
"Semoga betah, ya, Nak." Bisik Bu Titiek pelan, lalu meminta suster untuk memanggil Bibi. Enni hanya bisa mengangguk sambil memegang dadanya dengan tangannya, sebab sangat terharu.
...~▪︎▪︎▪︎~...
...~●○¤○●~...