NovelToon NovelToon
Cinderella N Four Knight

Cinderella N Four Knight

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Naruto / Nikahmuda / Romansa
Popularitas:252
Nilai: 5
Nama Author: Vita Anne

Hinata di titipkan pada keluarga Hashirama oleh ayahnya yang menghilang secara tiba-tiba.

Di sana, di rumah besar keluarga itu yang layaknya istana. Hadir empat orang pangeran pewaris tahta.

Uchiha Sasuke
Namikaze Naruto
Ootsutsuki Toneri
Kazekage Gaara

Akankan Hinata bisa bertahan hidup di sana?

Disclaimer : All Character belongs to Masashi Kishimoto. Namun kisah ini adalah original karya Author. Dilarang meniru, memplagiat atau mencomot sebagian atau keseluruhan isi dalam kisah ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vita Anne, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

19. Gift

...~You Are The Reason(Cover)~...

______________________________________

Naruto terus menggenggam tangan Hinata. Menuntun jalan~nya melalui beberapa pelayan di rumah dengan langkah tegap. Di sana, ada Nyonya Mizuke yang menunggu mereka di ruang tengah dengan wajah risau.

"Tuan!" Panggil wanita paruh baya itu dengan suara bergetar.

Naruto menghentikan langkahnya. Pria itu berbalik melihat wanita itu yang menatapnya dengan wajah memohon.

"Tolong jangan pergi!" Ucap wanita itu."Bagaimana jika Tuan Hashirama___?"

"Aku akan bicara dengan Kakek secepatnya."Potong pria itu cepat.

Tidak ada yang bisa Nyonya Mizuke sampaikan jika pria itu sudah menentukan pilihan. Dia bukan pria yang mudah goyah dengan apa yang sudah dia inginkan.

Nyonya Mizuke menghampiri Naruto dan Hinata yang berdiri beberapa langkah darinya.

"Jaga diri anda baik-baik!" ucap wanita itu dengan lirih seraya mengusap lengan Naruto.

Sebaris senyum terbit di wajah pria itu yang sudah terluka di beberapa sisi. Sebelum akhirnya dia melanjutkan langkah~nya untuk pergi dari sana.

...°°°...

Naruto tengah mengendarai mobil dengan serius di balik kemudi. Tidak ada yang membuka pembicaraan karena situasi yang terjadi begitu rumit untuk di ungkapkan.

Hinata hanya bisa menatap pria itu yang terus menatap lurus jalanan di depan. Gadis itu hanya mengikuti kemana Naruto akan membawa~nya sekarang. Dia tidak bisa bicara apapun karena semua masih terasa membingungkan untuk dia cerna.

Mobil Naruto berhenti di parkiran luas sebuah apartemen mewah. Mereka tiba di Azabu Palace Apartemen dimana banyak idol dan artis terkenal memiliki unit di sana.

Naruto melirik Hinata di sebelah~nya yang sejak tadi hanya diam. Gadis itu tidak mengucapkan apapun atau bertanya padanya.

Dia mendekat pada Hinata. Pria itu membuka safty belt yang melingkari tubuh Hinata. Hinata yang sejak tadi sibuk dengan isi kepalanya tercekat.

"Kau melamun?" Tanya Naruto sembari menatap Hinata di sebelahnya setelah dia selesai membuka Safty Belt dari tubuh sang gadis.

"Ah... Maaf!" ucap gadis itu setelah dia mengembalikan kesadarannya."Kau... Baik-baik saja?"Tanya Hinata khawatir. Setelah dia sadar bahwa luka pada wajah Naruto yang di sebabkan oleh saudaranya sendiri lumayan parah.

Pria itu tersenyum meski terlihat jelas wajah~nya yang sudah memar di beberapa sisi.

"Aku baik-baik saja!" Ucap Naruto seraya beranjak keluar dari mobil. Melangkah ke sisi lain mobil dan membukakan pintu~nya untuk Hinata.

Gadis itu beranjak keluar seraya mengedarkan pandangan~nya. Dia tidak perduli kemanapun pria itu membawanya. Karena dia yakin Naruto akan menjaganya dengan baik.

Naruto kembali menautkan jari jemari tangan~nya dengan Hinata. Pria itu menggenggam telapak tangan Hinata yang kecil dengan tiba-tiba. Membuat Gadis itu menatap wajah pria tinggi di sebelahnya sembari meringis kasihan. Namun kemudian, sebaris senyum tipis terbit di sudut bibir~nya yang mungil.

Kemanapun, asal pria ini yang menuntun langkahnya. Dia tidak akan merasa ragu.

Naruto melangkah, membawa Hinata pada hidup baru yang akan mereka jalani nanti. Meski kedepannya dia tahu. Apapun tidak akan sama lagi.

...°°°...

Hinata di hadapkan pada Segala yang terbaik sekarang. Apartemen mewah yang ada di depannya seolah tidak membuatnya tercekat lagi. Sejauh mata memandang. Jendela besar itu menampilkan pemandangan indah kota elit yang ada di depan matanya.

Namun semua itu tidak bisa membuatnya terpana lagi. Gadis itu merasa, Dia akan lebih bahagia hidup sederhana berdua dengan segala yang sempurna tanpa adanya masalah.

Bisakah dia berharap begitu?

Naruto melepas dasi yang pria itu kenakan seraya menjatuhkan diri~nya pada sofa besar yang ada di ruang tengah. Pria itu segera merebahkan kepalanya pada punggung sofa seraya mendesah lelah.

Hinata masih berdiri di sana. Beberapa langkah dari pintu masuk. Dia Terpaku menatap pria itu yang terlihat amat lelah. Apa yang baru saja pria itu lakukan membuatnya kehilangan kata-kata. Dia penyebab pertengkaran hebat antara kedua cucu kakek. Dia telah membuat masalah besar di keluarga Hashirama. Kedatangannya ke keluarga itu malah membawa masalah untuk pria tua yang ada di sana.

Hinata terus memaki dirinya dalam hati. Gadis itu memejamkan mata sembari menghirup nafas dalam sejenak. Menetralkan perasaannya dan berusaha untuk tenang.

Naruto menatap Hinata yang masih terpaku di depan pintu masuk. Pria itu merenggangkan kedua tangannya lebar-lebar sembari menatap Hinata dengan sebuah senyum lebar yang terlihat penuh beban.

"Peluk aku!" Pinta~nya dengan suara pelan.

Suaranya yang berat kini sedikit sumbang karena perasaannya yang sedang terluka, Hinata tahu itu.

Hinata melangkahkan kakinya untuk mendekat. Dia duduk di sebelah Naruto dengan mengangkat kedua kakinya ke atas sofa. Dia menghadap pria itu dan memeluknya erat. Naruto menyusupkan kepalanya pada dada Hinata yang terasa hangat. Sementara Hinata memeluk kepala pria itu dengan lengan~nya. Mendekapnya lembut dengan erat.

Hinata ingin memberikan pria itu ketenangan. Dia tahu, Naruto telah melalui semuanya yang terasa berat. Pertengkaran dengan saudara sendiri tidak pernah terasa mudah. Itu terasa lebih berat ketimbang harus berhadapan degan musuh.

Gadis itu mengusap belakang kepala Naruto yang ada di dadanya dengan lembut. Mengecup pucuk kepala pria itu perlahan.

Naruto menghembus nafas lelah. Dia tahu, dia hanya butuh ini sebagai obat~nya.

Hinata juga tahu, Naruto begitu lelah. Dia punya beban berat yang tidak bisa pria itu ungkapkan jauh di dalam kepalanya.

Naruto mendongak menatap wajah Hinata di atasnya.

"Terima kasih telah ada di sini bersama ku." Ucap pria itu dengan sorot mata biru~nya yang terlihat lemah.

Mata biru yang biasa menenggelamkan iris bulannya itu tidak terlihat lagi. Berganti oleh keteduhan karena badai yang baru saja datang berhasil dia hadapi.

Sejak pertama Hinata melihat~nya. Ini kali pertama gadis itu melihat sisi lemah pria dalam pelukannya ini.

Hinata mengusap kedua belah pipi pria itu dengan tangan~nya yang lembut. Mengusap sisi-sisinya yang terluka.

"Kau terluka, aku akan membeli obat dan mengobati luka mu." Ucap Hinata dengan tatapan miris.

Gadis itu baru akan beranjak pergi ketika Naruto menahan perpotongan pinggang~nya dan menghentikan gerakan~nya untuk pergi.

"Tetaplah di sini! Aku akan baik-baik saja!" Ucapnya pelan."... Aku seorang dokter aku tahu seberapa parahnya ini. Jangan khawatir."

Hinata kembali mendudukkan dirinya.

"Bahkan seorang dokter tetap harus di obati jika sakit! Kau harus menurut! Aku akan tetap di sini, jangan khawatir." Ucap Hinata seraya mengecup bibir pria itu yang masih menatap~nya dari bawah. Memberi sebuah kecupan singkat yang terasa manis.

Naruto tersenyum lebar merasakan perlakuan Hinata yang padanya.

"Di sini telah tersedia semua~nya. Biar aku tunjukan pada mu." Ucap pria itu seraya bangkit."... Ayo!" ucapnya sembari mengulurkan tangan. Memberi perintah agar Hinata meraih tangannya.

Hinata terkekeh melihat apa yang sedang pria itu lakukan. Dia menyambut uluran tangan Naruto dan mengikuti kemana langkah kaki pria itu menuntunnya.

'Mereka bahkan sudah di dalam rumah? Apa masih perlu menggandeng tangannya Seperti ini?'

Desisnya dengan hati berdebar.

...°°°...

Cahaya bulan yang menyelinap melalui celah jendela kaca menyinari pipi merah gadis itu yang sekarang tengah terlelap dengan tenang. Bulan bahkan baru naik ke singgasananya beberapa saat lalu.

Naruto tahu, segala yang terjadi hari ini begitu membuat Hinata lelah.

Dia tengah duduk di sana, di sofa di sebelah ranjang tempat dimana gadis itu tengah berbaring. Ada plester di beberapa bagian wajah~nya yang di pasangkan oleh gadis itu tadi.

Naruto mengambil Padding yang tersampir di punggung sofa. Pria itu beranjak pergi meninggalkan Hinata yang terlelap dengan nyaman.

...°°°...

Naruto, Pria itu kembali memasuki rumah dimana semua saudaranya tinggal. Seorang diri, dia harus bertemu Kakek dan menjelaskan semua.

"Oniichan!!!"

Suara si bungsu Gaara yang segera menghampiri Naruto ketika pria itu melewati ruang tengah rumah mereka. Pria itu segera merangkul Naruto dan mengusap rambut sang Kakak."Kau baik-baik saja?" Tanya Gaara dengan nada khawatir.

"Aku baik-baik saja!"Ucap Naruto.

"Dimana gadis itu? Apa dia terluka? Bagaimana keadaanya?" Tanya Gaara lagi.

"Aku membawanya pergi!" Ucap Naruto datar.

Wajah Gaara yang semula khawatir berubah. Dia pikir apa yang terjadi di antara ketiganya hanya sebuah salah faham. Sasuke adalah pria yang keras kepala sejak dulu. Bahkan pada siapa saja yang hendak mengambil atau mengganggu kesenangannya. Dia akan marah dan mengacaukan semuanya.

Namun Gaara tidak tahu jika situasinya ini memang terjadi, mereka kembali terlibat dalam hubungan asmara yang rumit.

Toneri ada di sana, sebelumnya pria itu hanya duduk di sofa sembari melihat kedua saudara~nya bicara. Namun, pria itu kini bangkit dan ikut bicara dengan serius.

"Jangan jadikan dia alat balas dendam untuk mu! Bukankah itu terlalu kejam? Begitu banyak wanita yang bisa kalian perebutkan di luar sana atas nama ambisi! Namun jangan sakiti dia. Dia tidak pantas untuk itu." Ucap Toneri dengan suara tegasnya.

Naruto mendecih, sudut bibirnya tertarik menciptakan sebuah senyum sarkas di sana.

"Apa yang kau tahu tentang hubungan Ku dengannya? Ini Tidak ada hubungannya dengan masa lalu dan balas dendam atau apapun." Sahut pria itu dengan suara beratnya.

Toneri menepuk bahu Naruto seraya pergi menjauh dari pria itu.

"Sasuke bisa melukai semuanya dengan ini. Kau tahu jika dia tidak akan bisa melepas apa yang sudah seharusnya menjadi milik~nya kan?"

"Dia harus merubah sikapnya! aku muak dengan semua ini!" sahut Naruto dengan wajah geram. Pria itu segera beranjak pergi meninggalkan kedua saudaranya. Menuju sang Kakek.

...°°°...

Kakek sedang duduk di sofa seraya memijat pelipisnya dengan gelisah. Dia sudah mendengar kekacauan yang terjadi di rumah. Pria tua itu tidak banyak bicara kecuali hanya berpikir seorang diri di kamarnya. Dia tidak berpikir situasi yang kacau akan terulang lagi di sini.

Naruto masuk ke dalam sana tanpa mengetuk pintu lagi. Sebelumnya Nyonya Mizuke sudah menyampaikan perihal kondisi Kakek.

"Apa aku punya kesalahan yang besar pada kalian berdua? Kenapa kalian selalu melakukan ini pada ku?" Tanya Kakek tiba-tiba. Dia menyadari kedatangan Naruto meski pria itu belum bicara.

Naruto tahu, semua ini salahnya. Dia memilih untuk tidak membela diri dan hanya akan menyampaikan maksud dan tujuan~nya datang ke sini.

"Aku tidak akan membela diri atau memaki siapapun di sini! Aku hanya akan meminta Kakek menghentikan rencana pernikahan Sasuke dan Hinata. Aku... Yang akan menikahi~nya. Kali ini aku tidak akan mengalah." Ucap Pria itu dengan tegas.

Kakek menghembus nafas sebelum dia menjawab permintaan Naruto.

"Aku... Bisa saja melakukannya. Tapi menurutmu, apa yang harus aku lakukan nanti ketika Sasuke juga mendatangi ku dan meminta hal yang sama?" Tanya Kakek.

"Kau hanya akan menurutinya dan kembali mengabaikan ku!" Sahut pria itu datar. Naruto segera bangkit, dia tahu akan percuma bicara atau meminta pada Kakek. Dia hanya akan menyampaikan tujuan~nya datang ke sini dan pergi.

"YAAK!!!" Pekik Tuan Hashirama. "... Sejak kapan kau berubah menjadi pembangkang? Kau membantah ku?!" pekik Kakek dengan suara keras.

Naruto menghentikan langkahnya tanpa menolah.

"Sejak aku merasa aku pantas berjuang untuk seseorang yang berarti dalam hidup ku!" Ucap pria itu tegas dan dia kembali melanjutkan langkah kaki~nya menjauh dari sana.

Kakek tidak bisa melakukan apapun kecuali mendesah lelah seraya kembali memijat pelipisnya dengan kasar. Dia tahu, dia tidak akan menyalahkan Hinata atas apa yang terjadi di sini. Kejadian ini bukanlah yang pertama kali.

Sekarang, bukankah sudah waktunya dia menyalahkan dirinya sendiri?

...°°°...

Kakek sedang berada di rumah sakit hari ini, dia sedang duduk di sofa di ruang kerja Sasuke seraya menatap sang cucu yang sedang berpikir dengan kertas-kertas laporan diagnosa.

Dia ingin bersikap adil sekarang, setidaknya untuk saat ini.

"Aku hanya ingin meminta mu melepaskan Hinata. Aku tahu, kau tidak begitu tertarik padanya sejak awal." Ucap Kakek seraya menatap sang cucu dengan intens.

'Brukk!'

Sasuke menutup map dengan kasar. Tanpa menolah pada kakek.

"Apa yang kakek tahu tentang perasaan ku?" Tanya pria itu datar."... Aku tidak pernah menolak saat kakek membicarakan nya sejak bertahun-tahun lalu."

"Tapi kau terus memiliki kekasih dan menjalin hubungan dengan beberapa wanita sejak saat itu." sangkal Kakek."... Bukankah itu berarti kau menolak~nya?"

"Apa menikah dan memiliki kekasih itu hal yang sama?" Tanya Sasuke."... Aku sudah bosan dengan kekasih ku! Dan aku akan menikah sekarang." Ucap pria itu datar.

Kakek tidak bisa menjawab kata yang terlontar dari cucunya itu. Sasuke bukan anak yang mudah menyerah dan mau menerima dengan lapang dada apa yang dia tidak suka.

"Kakek punya waktu satu minggu untuk membawanya kembali ke rumah! Jika tidak, aku akan membawa~nya secara paksa!" Ujar Sasuke, pria itu bicara dengan santai seolah semua adalah hal yang begitu mudah untuk~nya.

Kakek kembali tercekat. Pria tua itu tidak bisa melakukan apapun untuk saat ini. Seharusnya dia sadar, Bicara dengan Sasuke hanya akan membuang waktu. Pria itu tidak akan mendengar atau mengerti.

Kakek mendesah lelah sekali lagi, dia memutuskan untuk pergi dari sana tanpa berkata-kata lagi.

...°°°...

Sudah seminggu berlalu sejak kejadian di rumah keluarga Hashirama. Kakek atau siapapun tidak bisa menemukan Hinata di sini.

Ini adalah Apartemen pribadi Naruto tanpa Kakek atau Saudaranya yang lain tahu.

Naruto, Pria itu juga sudah seminggu ini tidak pergi ke kantor. Segala yang mendesak akan dia kerjakan dari rumah. Selagi beberapa sekretaris membantu kesibukan~nya yang dia tinggalkan di kantor.

"Apa tidak apa kau terus membolos dari kantor?" Tanya Hinata selagi gadis itu mengusap rambut pirang Naruto yang tengah berbaring di pangkuan~nya di sofa. Mereka sedang menonton acara tv di ruang keluarga.

Naruto mengangguk pelan.

"Aku CEO. Lagi pula, selama bertahun-tahun aku tidak pernah mengambil cutiku. Ku rasa ini saat yang tepat memanfaatkan semua itu."

"Apa CEO juga punya jatah cuti?"Tanya gadis itu singkat.

"Tentu saja! Apa Kau pikir CEO bukan manusia yang tidak butuh cuti untuk sekedar liburan." Sahut Naruto.

Hinata terkekeh mendengar jawaban pria itu.

'Sepertinya Naruto benar-benar bukan manusia beberapa tahun belakangan! Apa dia robot? Hingga pria itu baru mengambil cuti nya sekarang!'

Kegiatan-kegiatan sederhana seperti ini sudah mereka lalui selama satu minggu belakangan.

Biasanya setelah Naruto selesai dengan pekerjaan~nya dia hanya akan menemani Hinata seraya melihat gadis itu yang tengah memasak di dapur. Membuatkan makanan atau sekedar camilan untuk mereka berdua. Terlihat biasa memang, namun hal seperti ini yang mereka inginkan. Menjauh dari kebisingan keluarga Hashirama yang menganggu.

Terlihat seolah mereka adalah pasangan sungguhan yang tengah menjalani awal kehidupan bersama.

"Apa kau bahagia tinggal di sini?"Tanya Naruto seraya menoleh pada Hinata yang ada di atasnya.

"Di sini lebih menenangkan di banding rumah kakek!" sahut Hinata seraya mendesah tenang.

"Aku sudah mendaftarkan pernikahan kita! Apa tidak masalah jika semua tidak terjadi seperti pernikahan impian? Biasanya gadis-gadis menginginkan itu bukan?"Tanya Naruto seraya menyelipkan anak rambut Hinata ke telinga gadis itu dengan lembut.

Hinata tidak menjawab. Gadis itu hanya menggelengkan kepala~nya seraya memejamkan mata dengan dahi yang berkerut. Hinata mengangkat tangannya memegang kepalanya yang terasa sedikit pusing. Pandangan di depannya seolah berputar dengan cepat secara tiba-tiba.

"Ada apa? Apa kau sakit?" Tanya Naruto penuh rasa khawatir.

"Kepala ku terasa berputar tiba-tiba!" Ucap gadis itu pelan.

Naruto segera bangkit, pria itu segera memeluk Hinata dan membawa gadis itu ke ranjang.

...°°°...

Naruto menatap Hinata lekat-lekat. Dia duduk di pinggir ranjang di mana gadis itu berbaring saat ini.

Dia sudah memberi Hinata obat sakit kepala standar yang dia punya di sini. Setidaknya itu bisa menghentikan rasa berputar di kepalanya sejenak.

"Apa kau sering merasakan ini?" Tanya Naruto seraya memijat denyut nadi di pergelangan tangan gadis itu.

Hinata menggelengkan kepala~nya dengan mata terpejam.

"Aku gadis kuat yang hanya jatuh sakit saat mengalami stress Tuan Namikaze! Beberapa hari ini aku mulai merasa tenang hidup di sini." sahut Hinata sarkas.

"Apa jadwal bulanan mu sudah terlewat?"

Hinata membulatkan matanya. Dahinya mengkerut mendengar pertanyaan itu terlontar dari Naruto.

'Dia hampir melupakannya!'

Hinata bangkit dengan cepat. Seolah dia melupakan rasa berputar di kepalanya. Dia mengambil ponsel di atas nakas yang ada sebelah ranjangnya. Melihat tanggal yang tertera di layar ponsel.

Gadis itu membuka mulutnya membentuk huruf O dengan wajah terkejut.

"Ini sudah lewat satu minggu dari jadwal biasanya!!" Pekik gadis itu seraya mengusuk kepala~nya dengan kasar dan rasa frustasi.

Naruto mengangkat kedua tangan~nya, memberi applaus sembari tersenyum lebar yang mencapai kedua mata~nya.

"Selamat! Kau akan menjadi ibu!" Ucap pria itu seraya memeluk Hinata dengan erat. Sedangkan gadis itu, hanya terdiam dengan wajah bodoh~nya.

Dia masih terkejut dan tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

"Aku akan membeli alat cek kehamilan, tunggu aku!" Ucap pria itu seraya mengecup pucuk kepala Hinata dengan lembut.

Naruto Segera pergi meninggalkan Hinata dengan senyum merekah di wajah~nya.

Sementara gadis itu melakukan hal yang berbada dari apa yang Naruto tunjukan.

Hinata mengusuk rambutnya dengan kasar sekali lagi dengan raut tidak percaya.

'Apa itu benar?'

To be continued

1
Aisyah Suyuti
menarik
Aisyah Suyuti
menarik
Novita ariani: terima kasih sudah mampir. semoga bersedia mengikuti kisah ini sampai akhir💙
total 1 replies
Kamiblooper
Aku beneran suka dengan karakter tokoh dalam cerita ini, thor!
Novita ariani: makasih banget udah suka😍😍😍
di tunggu chapter selanjutnya ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!