Alana Xaviera merasa seperti sosok yang terasing ketika pacarnya, Zergan Alexander, selalu terjebak dalam kesibukan pekerjaan.
Kecewa dan lapar akan perhatian, dia membuat keputusan nekad yang akan mengubah segalanya - menjadikan Zen Regantara, pria berusia tiga tahun lebih muda yang dia temui karena insiden tidak sengaja sebagai pacar cadangan.
"Jadi, statusku ini apa?" tanya Zen.
"Pacar cadangan." jawab Alana, tegas.
Awalnya semua berjalan normal, hingga ketika konflik antara hati dan pikiran Alana memuncak, dia harus membuat pilihan sulit.
📍Membaca novel ini mampu meningkatkan imun dan menggoyahkan iman 😁 bukan area bocil, bijak-bijaklah dalam membaca 🫣
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red_Purple, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 26 : TCB
"Aku ingin mengakhiri hubungan denganmu, Zen."
Zen hanya menatap datar pada Alana yang duduk di depannya, sama sekali dia tidak menunjukkan ekspresi terkejut setelah apa yang Alana katakan. Sejak awal dia sadar, statusnya yang hanya sebagai pacar cadangan akan segera tersingkir.
"Besok aku dan Zergan akan bertunangan, jadi tidak mungkin aku terus menjalin hubungan denganmu." ungkap Alana. Sepulang dari kantor Zergan tadi, dia langsung menelfon Zen dan mengajaknya untuk bertemu di kafe.
"Aku menghargai keputusanmu itu. Tapi..." Zen mengeluarkan selembar kertas dari balik jasnya dan meletakkannya di atas meja, lebih tepatnya didepan Alana.
"Coba kamu datangi dan pantau alamat di kertas itu, mungkin itu bisa merubah keputusan kamu." imbuh Zen.
Alana mengambil kertas itu dan membukanya, melihat ada alamat rumah yang tertulis disana. "Tapi untuk apa? Memangnya ini rumah siapa?"
"Kamu tidak akan tahu jawabannya kalau kamu tidak datang sendiri kesana, Alana." Zen berdiri, memasukkan kedua tangannya di dalam kantong celana.
"Apapun yang kamu lihat dan dengar nanti, kamu harus ingat satu hal. Aku selalu ada disini, didekatmu." dibalik wajah datarnya, Zen tetap memberikan tatapan lembut pada Alana.
Keheningan menyelimuti Alana setelah Zen pergi, dia menatap kembali tulisan didalam kertas yang sedang dia pegang. Sebenarnya apa yang ingin Zen tunjukkan padanya? Mengapa dia tidak mengatakannya saja langsung?
-
-
Matahari mulai meredup, menyebarkan cahaya kemerahan yang menembus celah-celah pepohonan di sepanjang jalan. Udara sore itu mulai sedikit mendingin setelah panas yang menyengat siang tadi.
Alana masih duduk diam di kursi pengemudi mobilnya, jendelanya sengaja dibiarkan sedikit terbuka supaya angin sepoi-sepoi bisa masuk. Dia menatap bayangan panjang dari bangunan rumah dua lantai di seberangnya, sudah satu jam dia menunggu dan tidak melihat satupun sosok yang terlihat keluar atau masuk melalui pintu gerbang yang membentang tinggi dengan warna hitam pekat.
Alana menggeser pandangannya ke dasbor mobil, jari-jarinya menari-nari di setir mobil dengan wajah yang mulai terlihat gelisah. Matanya tertuju pada layar jam digital yang menyala dan sudah menunjukkan pukul lima sore.
"Sebenarnya apa yang ingin bocah itu perlihatkan? Tidak ada apa-apa disini,"
Alana menyalakan mesin mobilnya kembali dan bersiap untuk pergi. Ketika sebuah taksi berhenti di depan gerbang rumah, Alana mengalihkan pandangannya kesamping dan melihat Karina turun bersama dengan Kayla dan baby sitternya. Sepertinya mereka baru saja pulang dari rumah sakit karena kemarin mbak Nana bilang jika Kayla sudah diperbolehkan pulang hari ini.
Beberapa saat setelah taksi pergi, pintu gerbang kembali ditutup rapat dengan Karina yang masuk kedalam rumah itu bersama dengan Kayla dan mbak Nana.
Rasa penasaran itu semakin besar. Untuk apa Zen menyuruhnya datang kesana, dan seolah Zen ingin menunjukkan sesuatu tentang Karina dan putrinya. Belum selesai dengan pemikirannya, Alana kembali dibuat terkejut saat sebuah mobil berwarna hitam datang dan masuk kedalam halaman rumah tersebut.
Zergan. Alana sangat yakin jika itu adalah mobil milik kekasihnya. Tapi untuk apa Zergan datang kesana? Sebenarnya ada apa ini?
Alana melajukan pelan mobilnya dan memarkirkannya didekat gerbang rumah itu, dia bergegas turun dan menghampiri seorang satpam yang berjaga di pos depan.
"Permisi, Pak. Saya temannya Karina, apa Karina nya ada?" tanya Alana dengan sopan.
"Oh, mbak Karina baru saja pulang dari rumah sakit. Mari mbak, silahkan masuk," pria itu membuka sedikit pintu gerbang dan mempersilahkan Alana untuk masuk.
"Mari saya antar sampai kedepan pintu," tawarnya kemudian.
"Tidak usah, Pak, saya sendiri saja," tolak Alana dengan lembut. "Bapak tunggu disini saja, takutnya nanti ada tamu lain yang datang."
Tanpa ingin membuang waktu lagi, Alana melangkahkan kakinya dengan sedikit terburu-buru kearah pintu rumah. Dia ingin tahu apa yang dilakukan oleh Zergan disana. Helaan napas panjang terdengar saat dia berjalan melewati mobil yang memang milik Zergan itu.
Suara Zergan yang terdengar dengan pintu depan yang sedikit terbuka membuat Alana yang tadinya hendak menekan bel pintu membeku. Telinganya mulai menangkap perdebatan antara dua orang yang sedang ada diruangan depan.
"Sudah berapa kali aku bilang, jangan sampai Alana tahu tentang keberadaan anak itu!" suara Zergan menggema memenuhi ruangan depan.
"Aku tidak tahu!" suara Karina tak kalah kerasnya, tadi dia langsung menyuruh mbak Nana membawa Kayla masuk ke kamarnya saat mendengar suara mobil Zergan datang. Dia tahu Zergan pasti datang kesana untuk membahas tentang kedatangan Alana kerumah sakit tadi siang.
"Aku tidak tahu kalau Alana akan datang kerumah sakit dan menemui Kayla." ulang Karina.
"Bohong!" bentak Zergan dengan kilatan amarah yang terpancar dari kedua matanya. "Kamu pasti sengaja kan? Kamu tidak terima karena besok aku dan Alana akan bertunangan hingga kamu ingin membocorkan pada Alana tentang siapa anak itu sebenarnya!"
"Aku benar-benar tidak tahu, Zergan." Karina melangkahkan kakinya mendekat, meraih lengan Zergan dan membalikkan tubuh pria itu dengan gerakan cepat. "Bukankah aku sudah pernah bilang, kamu boleh tidak mengakui aku tapi kamu harus jujur pada Alana dan keluarga kamu tentang siapa Kayla sebenarnya. Kalau Kayla itu adalah anak kandung kamu! Darah daging kamu, Zergan!"
Kedua mata Alana tiba-tiba membulat, tubuhnya seketika membeku di depan pintu. Kata-kata Karina yang baru saja dia dengar bergema di kepalanya. Kayla adalah anak kandung Zergan?
Tubuhnya terasa lemas dengan air mata yang mulai bergulir membasahi pipi, seolah-olah tubuhnya tak mampu untuk menopang berat apa pun lagi. Cahaya matahari sore yang tadinya terasa hangat kini pun terasa menyakitkan di matanya. Semua suara di sekitarnya seolah-olah menjauh, tergantikan oleh bunyi denyut jantungnya yang berdebar kencang di telinganya.
"Kayla... Anak itu... dia..." lirih Alana, tangannya yang bergetar membekap mulutnya saat tangisnya hampir saja pecah disana.
Dengan langkah terburu-buru Alana pergi meninggalkan rumah itu, mengabaikan satpam yang bertanya padanya dan segera masuk kedalam mobilnya untuk menumpahkan tangisnya. Saat ini dia merasa belum siap untuk berhadapan dengan Zergan dan Karina, dia masih sangat syok dengan kebenaran yang baru saja dia dengar.
Jarak beberapa meter dari sana, Zen sejak tadi memperhatikan dari dalam mobil. Sebenarnya dia tidak benar-benar pergi meninggalkan kafe dan langsung mengikuti mobil Alana begitu mobil itu melaju pergi meninggalkan kafe.
"Tega tidak tega, tapi ini adalah fakta yang harus kamu ketahui, Alana."
-
-
-
Bersambung....
mo komen di paragrap gak bisa,, lagi repisi katanya🤧🤧
gonjang-ganjing hubungan
selamat berpusing ria ya lana 😂
Kalo zergan, Dateng lagi Jan diterima ya rin.dia ngebuang kelean sebegitu enaknya
sory ini ya Alana Mungin agak jahat. tapi Karin cerita aja dech.
biar bisa dapet selotip yang baek