Hujan deras membasahi batu kerikil dan kayu bantalan rel kereta, sesekali kilatan petir merambat di gelapnya awan.
Senja yang biasanya tampak indah dengan matahari jingganya tergantikan oleh pekatnya awan hitam.
Eris berdiri ditengah rel kereta tanpa mantel hujan, tanpa payung, seluruh pakaiannya basah kuyup sedikit menggigil menahan dingin.
Di Hadapannya berdiri seorang gadis memakai gaun kasual berwarna coklat.
Pakaiannya basah, rambutnya basah, dan dari sorot matanya seperti menyimpan kesedihan yang mendalam, seolah menggambarkan suasana hatinya saat ini.
Wajahnya tertunduk lesu, matanya sembab samar terlihat air mata mengalir di pipi bercampur dengan air hujan yang membasahinya.
“Eris, apapun yang terjadi aku tidak ingin kehilangan kamu” ucap Fatia
Bagaimana kisah lengkapnya?
Selamat membaca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Toekidjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Stasiun Bumiayu
04.30 bunyi alarm membangunkan Eris dari tidurnya. Seolah sudah paham betul apa yang harus dia lakukan.
Segera Eris bangkit dari tempat tidur, berjalan kedepan dan membangunkan Johan
“Bangun, yok mandi” ucap Eris sambil menggoyang-goyangkan badan Johan
“Hemm, ok” jawab Johan yang matanya masih merem.
Langit masih gelap, walau diujung timur samar langit berwarna kemerahan.
Eris dan Johan berjalan kearah belakang rumah, menuju pemandian sumber mata air disana.
FYI : ada beberapa pemandian umum didesa tersebut salah satunya yang berada di kaki bukit dekat rel, yang biasa Eris kesana di sore hari.
Ada juga yang letaknya dibelakang rumah, persisnya disamping tebing.
Pemandian nya lebih sederhana hanya berbentuk sebuah genangan air alami tanpa bangunan cor apapun.
Lokasinya lebih dekat, hanya saja jalurnya lebih ekstrim.
Dengan berbekal obor dari daun kelapa yang diikat sebesar betis orang dewasa, mereka menyusuri jalan setapak.
Karena sudah terbiasa dengan hal seperti itu, mereka melakukanya dengan santai.
Setibanya di di tempat yang dituju, Eris dan Johan segera menanggalkan semua pakaian mereka tanpa menyisakan sehelai benangpun.
Hal itu sudah biasa karena memang lokasinya yang ditepi hutan.
Setelah mandi mereka bergegas pulang. Setibanya dibelakang rumah
“Aku langsung pulang, siap-siap berangkat kerja” ucap Johan
“Ok, Jo” jawab Eris
Langit sudah tidak terlalu gelap, diujung timur warna merah sudah merona. Tampak matahari mulai mengintip.
Diatas motornya Eris sudah siap tancap gas
“Sarapanya sudah dimakan belum” teriak nenek dari depan pintu rumahnya.
“Sudah nek, saya berangkat kerja dulu” ucap Eris
“Ini bekal makan siangnya” teriak nenek sambil setengah berlari kearah Eris membawa kantong berisi kotak makan siang
Setelah menerima bekal kotak makan siang tersebut dan memasukannya kedalam tas, Eris memacu motornya.
“Hari ini aku tugas luar kantor, jadi tidak perlu kekantor dulu” gumam Eris dalam hati
...****************...
Sementara itu ditempat lain satu jam yang lalu
Fatia masih asik terbaring di kamar nya, matanya sudah terbuka menandakan kalau dia sebenarnya sudah terbangun.
Pikirannya masih membayangkan tentang mimpi yang dialaminya semalam.
Malaikat turun dari langit, dan memanahnya dengan panah cinta. Tidak ada rasa sakit yang ada adalah rasa bahagia
“So sweet..” teriak Fatia dalam hati
“Eris, aku tidak menyangka kamulah malaikat itu” sambil tersenyum-senyum sendiri Fatia tak berhenti berkata dalam hati
Waktu dijam beker yang diletakan diatas meja kamar Fatia menunjukan pukul lima tiga puluh
“Saatnya mandi, ini hari pertama kerjaku disini. Jadi gak boleh telat” ucap Fatia dalam hati
Kemudian berjalan menuju ke kamar mandi
FYI : untuk daerah dibawah bukit atau ngarai, sumber mata air mudah didapat.
Hanya perlu menggali sumur, kedalaman lima sampai sepuluh meter sumber mata air sudah didapat.
Dan komplek pemukiman tempat Fatia tinggal ini adalah salah satunya.
Setelah kurang lebih satu jam Fatia sudah tampak rapi.
Setelan baju berkerah warna putih dengan beberapa emblem didada kiri dan lengan kanannya dan dipadu dengan celana panjang bahan berwarna hitam, ketat melekat menampakan bentuk body nya yang aduhai.
Terlihat begitu menawan, rambutnya yang lurus dibagian atas dan ikal alami di ujungnya, sudah cukup untuk menggambarkan sosok bidadari itu nyata.
Berdiri didepan pintu menunggu adiknya Abud untuk mengantarkan ke kantor.
Abud adalah adik dari Fatia, yang mana terdiri dari tiga saudara. Kakak Fatia bernama Elin, sudah berkeluarga anak satu dan tinggal dikota bersama suaminya.
Sedang Abud masih sekolah kelas dua SMA.
Karena letak sekolah Abud satu jalur dengan kantor tempat Fatia bekerja, diputuskan untuk berangkat bareng.
“Abud, buruan udah siang” teriak Fatia karena Abud tidak kunjung muncul
“Iya kak, ini lagi pakai sepatu” jawab Abud dari arah kamarnya
Beberapa saat kemudian Abud muncul, kemudian mereka berangkat menggunakan sepeda motor matic milik Abud.
Sekitar tiga puluh menit waktu yang diperlukan untuk sampai kekantor.
Selama diperjalanan udara masih terasa sejuk, kendaraan yang lalu lalang juga jarang.
Hal ini sangat berbeda dengan yang dijalani sebelumnya di kota. Membuat Fatia, berulang mendongakkan wajah dengan terpejam sembari menghirup nafas dalam-dalam.
“Sungguh menyejukkan” teriak Fatia dalam hati
Tidak berapa lama sampailah mereka didepan gerbang sebuah bangunan.
“Kak, Uda sampai” ucap Abud
“Ini gedung stasiun Bumiayu ya” tanya Fatia
“Bukan!” Jawab Abud ketus sambil menunjuk kearah tulisan didepan halaman gedung.
“STASIUN BUMIAYU”
“Hehe” Fatia tersenyum meledek
“Ya udah aku lanjut jalan” ucap Abud sembari memacu motornya
FYI : Bumiayu adalah sebuah kota kecamatan yang masih dalam wilayah administrasi kabupaten Brebes.
Letaknya dibagian ujung selatan, hanya kota kecil bahkan belum bisa dikatakan sebuah kota karena bangunan-bangunan disana terlihat biasa, lebih mirip perkampungan.
Jangankan gedung bertingkat, lampu merah saja belum ada disepanjang jalan utama.
Fatia melangkahkan kakinya memasuki gerbang, dihadapannya berdiri bangunan klasik ala bangunan Belanda, atau mungkin memang dibangun sejak jaman Belanda.
Bangunannya tidak begitu besar, hanya saja melebar kesamping agak panjang.
Dibagian kanan dan kiri terlihat seperti bangunan lebih baru dari bangunan utama yang berada ditengah.
“Halo, selamat pagi ibu. Ada yang bisa saya bantu” ucap security yang berdiri disamping pintu utama gedung.
“Halo pak, saya staff akuntansi baru disini. Kalau boleh tau ruang kepala stasiun disebelah mana ya” jawab Fatia
“Oh, ibu staff kantor baru ya disini. Pantas saya belum pernah melihatnya” jawab security tersebut dengan tersenyum
“Benar pak, nama saya Fatia dengan bapak Aryo ya” ucap Fatia sambil menatap ke arah tulisan yang menempel di dada kanan baju security tersebut
“Benar ibu, saya Aryo security disini” jawab pak Aryo
“Ibu, bisa masuk kedalam kemudian ada lorong dikanan, ruangan kepala stasiun ada disebelah kanan kira-kira tiga atau empat pintu” pak Aryo menjelaskan
“Baik pak, terima kasih” ucap Fatia kemudian menuju kearah yang sudah pak Aryo tunjukan.
Sesampainya didepan pintu yang bertuliskan KEPALA STASIUN, Fatia berhenti, dan sedikit gugup mulai mengetuk pintu tersebut
“Tok-tok-tok, selamat pagi” ucap Fatia
“Silahkan masuk” terdengar suara dari dalam ruangan
Dengan perlahan Fatia membuka pintu kemudian berjalan memasuki ruangan tersebut.
“Selamat pagi pak, saya Fatia staff akuntansi baru dan hari ini adalah hari pertama saya kerja disini” ucap Fatia dengan sedikit gugup
“Oh, ini Fatia anaknya Sakub ya, hahaha mari-mari silahkan duduk” kepala stasiun tersebut berkata ramah sembari menatap Fatia
“Baik pak, terima kasih” jawab Fatia bertambah gugup
“Jangan terlalu sungkan, aku dan ayahmu adalah teman sedari kecil. Bedanya ayahmu memilih hidup dikota sedangkan aku ya seperti ini” ucap kepala stasiun
“Baik pak” jawab Fatia
“Bagaimana keadaanmu sesuai tinggal didesa, aku harap kamu bisa melaluinya” ucap kepala stasiun, seolah-olah beliau sudah mengetahui semua yang terjadi dengan Fatia
“Disini begitu indah pak, sangat berbeda dari apa yang saya khawatirkan” ucap Fatia
Dengan sedikit kekagetan, kepala stasiun terdiam sejenak. Kemudian berkata
“Oiya, ini namaku menunjuk ke papan nama yang ada dimeja, kamu bisa datang kemari kapan saja. Dijam kerja aku selalu disini” ucap bapak Kasnab, itu yang tertulis dipapan nama yang ada dimeja
“Dan aku sudah lihat semua berkas kamu, semuanya sudah lengkap, dan kamu bisa langsung mulai kerja. Nanti pak Aryo akan mengantarmu ke ruangan kerjamu” tambahnya
Sambil mengangkat gagang telepon, pak Kasnab menekan beberapa angka kemudian berbicara
“Pak Aryo, tolong keruangan saya” bapak Kasnab berbicara kepada orang diujung telepon satunya sembari meletakan gagang telepon ditempatnya semula