Winda Happy Azhari, seorang penulis novel yang memakai nama pena Happy terjerumus masuk bertransmigrasi ke dalam novel yang dia tulis sendiri. Di sana, dia menjadi tokoh antagonis atau penjahat dalam novel nya yang ditakdirkan mati di tangan pengawal pribadinya.
Tak mampu lepas dari kehidupan barunya, Happy hanya bisa menerimanya dan memutuskan untuk mengubah takdir yang telah dia tulis dalam novelnya itu dengan harapan dia tidak akan dibunuh oleh pengawal pribadinya. Tak peduli jika hidupnya menjadi sulit atau berantakan, selama ia masih hidup, dia akan berusaha melewatinya agar bisa kembali ke dunianya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon La-Rayya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Festival
Elizabeth menggenggam tangan Pangeran Lewis, lalu bicara dengan gigi terkatup.
"Tentu saja, Yang Mulia Pangeran." Ucapnya.
Pangeran Lewis tersenyum puas padanya. Matanya sudah berbicara padanya, berkata, "Aku tahu kau takkan bisa menolak."
Elizabeth menggenggam tangannya erat-erat, melotot padanya seolah berkata, "Diam."
"Kau tak perlu pergi kalau tidak menginginkannya Elizabeth," ujar Robert sambil melepaskan tangan Elizabeth dari genggaman Pangeran Lewis.
Dia tak peduli apakah pria dihadapannya itu putra mahkota kerajaan mereka atau bukan. Yang dia pedulikan hanyalah perasaan adiknya.
Hati Elizabeth tersentuh. Kakaknya ini selalu lebih peduli padanya daripada siapa pun, bahkan di dalam alur cerita novelnya. Ketika Elizabeth ingin melakukan sesuatu, Robert selalu membantunya. Baginya, baik atau buruk itu tidak penting. Selama itu sesuatu yang Elizabeth inginkan, dia akan dengan senang hati melakukannya.
Namun gara-gara ulah Elizabeth, Robert kehilangan pekerjaan dan statusnya. Dia jatuh ke dalam kehancuran seperti adik perempuannya. Meskipun tidak mati, dia berjuang keras menjalani hidup karena ke mana pun dia pergi, dia akan dipermalukan dan dipandang rendah oleh semua orang akibat ulah Elizabeth, adiknya sendiri.
Elizabeth mengepalkan tangannya erat-erat.
'Aku takkan membiarkanmu jatuh ke dalam kehancuran. Aku akan melakukan segalanya untuk melindungimu.' ucap Elizabeth dalam hati.
"Elizabeth?" Suara Robert bergema di telinganya yang menyadarkannya dari lamunannya.
Elizabeth menatapnya, mata pria itu dipenuhi kekhawatiran. Melihat itu, Elizabeth ingin menangis. Dia menggenggam tangan pria itu, meremasnya sebelum menggelengkan kepalanya.
"Tidak apa-apa, Kak. Yang Mulia Pangeran secara pribadi mengundang ku, jadi aku tidak boleh menolak undangan langka seperti itu." Ucap Elizabeth tersenyum.
"Baiklah, tapi jika memang kamu mau pergi, maka pergi saja. Dan kalau terjadi apa-apa, jangan lupa teriak sekeras-kerasnya." Ucap Robert.
Elizabeth tertawa.
"Ya Kakak, aku akan memastikan untuk melakukannya." Balas Elizabeth.
Robert mengangguk, merasa senang karena Elizabeth mau mendengarkannya. Dia mengalihkan perhatiannya ke Pangeran Lewis dan wajah cerahnya meredup.
Elizabeth memperhatikan bahwa ketika Robert bukan berbicara dengannya atau anggota keluarga mereka, ekspresi Robert hampir tak terpancar sama sekali diwajahnya. Sama seperti ayah mereka.
"Jaga dia dan jangan biarkan dia lepas dari pandanganmu," ucap Robert memperingatkan Pangeran Lewis.
Mungkin karena Robert adalah ajudan dekat Pangeran Lewis, jadi Pangeran Lewis tak peduli bagaimana cara Robert berbicara kepadanya.
Pangeran Lewis tertawa kecil sebelum memberi hormat dengan nada bercanda.
"Ya, Tuan. Saya tidak akan menyakitinya dengan cara apa pun." Ucap Pangeran Lewis.
"Sulit dipercaya, terutama saat yang bicara itu kau.." gumam Robert.
"Teman masa kecil macam apa kau ini!" Seru Pangeran Lewis.
Elizabeth mencerna perkataan Pangeran Lewis dan teringat sesuatu yang telah dia lupakan.
Robert dan Pangeran Lewis adalah teman masa kecil. Meskipun Pangeran Lewis setahun lebih tua, keduanya akrab hingga Elizabeth terobsesi dengan Pangeran Lewis dan mulai mengambil jalan yang salah. Elizabeth jugalah yang menyebabkan keduanya menjauh hingga akhirnya menjadi orang asing.
'Yang benar saja, bagaimana aku bisa lupa tentang karakter ini...' Elizabeth mengumpat dirinya sendiri tetapi sekali lagi, dialah yang menciptakannya.
"Cih..."
Pangeran Lewis mendengar Elizabeth berdecak jadi dia menoleh padanya.
"Hm? Apa kau mengatakan sesuatu?" Tanya Pangeran Lewis.
"Tidak, Yang Mulia Pangeran." Elizabeth langsung menjawab.
Elizabeth mengucapkan selamat tinggal kepada keluarganya dan menuju ke kereta yang biasa Pangeran Lewis gunakan. Kereta itu tidak memiliki lambang kerajaan, yang merupakan pertanda baik bagi Elizabeth.
Jika menggunakan kereta kuda dengan lambang kerajaan, itu akan mendapatkan perhatian dari banyak orang dan akan menyebabkan keributan besar dan Elizabeth benar-benar tidak punya energi untuk mengatasi hal itu.
Pangeran Lewis memperhatikan ekspresi lega Elizabeth dan tersenyum sendiri.
Elizabeth mendapati Pangeran Lewis sedang menatapnya tajam. Merasa sedikit tidak nyaman dengan tatapan Pangeran Lewis, Elizabeth bergeser ke ujung gerbong dan tak berani menatap mata Pangeran Lewis.
Kereta mulai bergerak, bergoyang pelan.
Elizabeth tak bersuara, begitu pula Pangeran Lewis. Keduanya duduk di dalam kereta dalam diam. Elizabeth merasa keheningan itu tak tertahankan, tetapi dia menahan diri untuk tak bicara. Meskipun tenggorokannya gatal sekali ingin mengeluarkan suara.
Untungnya, perjalanan itu hanya berlangsung 20 menit sebelum mereka tiba di ibu kota.
Elizabeth menatap ke luar kereta dan menyadari ada sesuatu yang terjadi hari ini. Dia menunggu hingga bisa keluar dari kereta dan mengamati dengan saksama. Ada tali warna-warni yang tergantung di atas, balon-balon yang dijual, dan musik riang yang mengalun.
"Ada festival yang diadakan hari ini,” Pangeran Lewis menyela pengamatannya.
"Festival apa itu? Kalau tidak salah ingat, hari ini tidak ada acara spesial. Jadi, kenapa ada festival?" Tanya Elizabeth.
"Ini perayaan untuk Raja kelima yang melindungi kerajaan ini dari perang yang menewaskan ribuan orang puluhan tahun lalu," jelas Pangeran Lewis setelah melihat wajah bingung Elizabeth.
"Raja kelima?" Kata Elizabeth bingung.
Pangeran Lewis mengangguk dan menjelaskan lebih lanjut.
"Jika Yang Mulia Raja tidak melakukan sesuatu, hasilnya akan lebih besar dari sekarang, yaitu perang..." Ujar Pangeran Lewis.
Elizabeth merenungkannya,"Perang antara kerajaan mana?"
"Kerajaan Virginia." Jawab Pangeran Lewis.
"Kerajaan di selatan Everwood?" Ucap Elizabeth.
"Benar. Tapi itu sudah lama sekali, kerajaan kita bersahabat dengan mereka." Balas Pangeran Lewis.
Elizabeth mengangguk, makin memahami dunia ini, "Bagus kalau begitu." Ucapnya.
"Bagaimana kalau kita pergi menonton festival?" Tanya Pangeran Lewis, mengganti topik pembicaraan ke topik yang lebih ceria.
Elizabeth setuju, tidak ingin berlama-lama membahas masa lalu kerajaan. Mereka pun menuju ke tempat festival diadakan. Elizabeth bisa mendengar bisikan-bisikan dari segala arah, dan dia tahu itu ditujukan kepada Pangeran Lewis.
Dia berbalik dan menatapnya. Pangeran Lewis tidak mengenakan apa pun yang menutupi wajahnya, dan bahkan jika dia mencoba menyembunyikannya, itu tak terelakkan. Semua orang di sekitar mereka sudah menyadari bahwa dia adalah pangeran kerajaan mereka.
Elizabeth hanya bisa menghela napas dan mengabaikan bisikan-bisikan keras dan gosip yang mengelilingi mereka.
"Apakah Yang Mulia Pangeran mengajak saya keluar karena festival ini?" Tanya Elizabeth saat mereka berjalan mengelilingi festival.
Pangeran Lewis mengangkat bahu, "Apakah buruk ingin menghabiskan waktu dengan putri tunggal keluarga Michaelis dan adik bayi yang Robert ceritakan?" Ucap Pangeran Lewis.
"Ha ha lucu sekali, Yang Mulia Pangeran.." Elizabeth berpura-pura tertawa.
"Panggil aku Lewis," balas Pangeran Lewis.
"Anda tahu, saya tidak bisa, Yang Mulia Pangeran." Ucap Elizabeth.
Pangeran Lewis cemberut, "Kenapa tidak?" Tanyanya.
"Karena Anda adalah Yang Mulia Pangeran dan putri bangsawan biasa ini tidak berani." Jawab Elizabeth.
Pangeran Lewis merajuk, menatap Elizabeth dengan matanya yang membesar.
Bersambung...