NovelToon NovelToon
Cahaya Yang Ternodai

Cahaya Yang Ternodai

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / One Night Stand / Romansa / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:484
Nilai: 5
Nama Author: Itz_zara

Hujan deras malam itu mengguyur perkampungan kecil di pinggiran kota. Lampu jalan yang redup hanya mampu menerangi genangan air di jalanan becek, sementara suara kendaraan yang melintas sesekali memecah sunyi. Di balik dinding rumah sederhana beratap seng berkarat, seorang gadis remaja duduk memeluk lututnya.

Alendra Safira Adelia.
Murid kebanggaan sekolahnya, panutan bagi teman-temannya, gadis berprestasi yang selalu dielu-elukan guru. Semua orang mengenalnya sebagai bintang yang bersinar terang di tengah gelap. Tapi hanya dia yang tahu, bintang itu kini nyaris padam.

Tangannya gemetar menggenggam secarik kertas—hasil tes yang baru saja ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Tulisan kecil itu menghantam seluruh dunia yang telah ia bangun: positif.

Air mata jatuh membasahi pipinya. Piala-piala yang tersusun rapi di rak kamar seakan menatapnya sinis, menertawakan bagaimana semua prestasi yang ia perjuangkan kini terasa tak berarti.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itz_zara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

10. Rayven Namanya

Di sisi lain, Alendra dan teman-temannya segera meninggalkan lapangan. Suasana masih riuh oleh bisikan para siswa yang membicarakan sesuatu, tapi Alendra memilih diam, mengikuti langkah Selena, Nayla, dan Elvira menuju kantin.

"Eh, gue mau nanya deh," suara Alendra akhirnya pecah, terdengar hati-hati. "Tadi mereka semua heboh banget kenapa sih? Gue nggak ngerti."

Selena langsung menoleh, alisnya terangkat heran. "Serius lo nggak tau, Len? Itu tuh, geng Ravenclaw yang pernah gue ceritain waktu itu. Masa lo lupa?"

Alendra terdiam sejenak. Ada denyut kecil di dadanya begitu mendengar nama itu. Ia menunduk, pura-pura fokus pada langkah kakinya. "Bukannya lupa… cuma, pas itu kan lo cuma ceritain sekilas. Gue nggak tau orangnya kayak gimana."

"Nah, tadi yang kita ketemu di koridor itu mereka orang-orangnya. Astaga, ganteng banget kan? Apalagi Rayven si Kapten basket sekolah kita." Selena langsung heboh sendiri, kedua matanya berbinar seperti anak kecil melihat mainan baru.

Nayla ikut menimpali sambil terkekeh, "Iya bener. Gila sih, aura mereka beda banget sama cowok-cowok lain. Gue aja sampe bengong sebentar."

Elvira yang biasanya kalem, kali ini juga mengangguk setuju. "Kalau mereka lewat, suasana tuh langsung berubah. Kayak… semua mata otomatis ke arah mereka."

Alendra hanya bisa tertawa kecil, suaranya terdengar kaku. "Hahaha, iya ya…" jawabnya, meski senyum itu terasa dipaksakan.

Tangannya mengepal di balik meja, berusaha menahan gejolak yang tiba-tiba menghantam dadanya. Rayven. Jadi itu namanya. Orang yang menghancurkan dirinya. Nama yang selama ini hanya ia dengar samar, kini disebut terang-terangan di depannya. Mereka semua memuja, sementara hanya dirinya yang tahu betapa nama itu sudah merenggut segalanya darinya.

Selena tidak menyadari perubahan ekspresi Alendra. Ia malah semakin bersemangat bercerita. "Pokoknya, Rayven itu yang paling banyak disukai cewek-cewek. Dia dingin, tapi justru itu bikin makin menarik. Katanya juga anak dari keluarga berpengaruh."

Nayla menambahkan, "Tapi emang geng mereka agak… menutup diri sih. Jarang ada yang bisa deket, apalagi ngobrol sama mereka. Jadi makin bikin penasaran."

Elvira memperhatikan Alendra yang hanya terdiam. "Len, lo kenapa? Dari tadi kok diem banget?" tanyanya lembut.

Alendra cepat-cepat menggeleng, pura-pura tersenyum. "Nggak, nggak apa-apa. Gue cuma lagi capek aja kayaknya."

Padahal, hatinya semakin sesak. Ia berusaha keras menahan air mata agar tidak jatuh di depanb teman-temannya.

Selena malah menepuk bahunya santai. "Ya udah, santai aja. Nanti juga lo bakal sering ketemu mereka. Siapa tau lo malah jadi salah satu yang deket sama Rayven. Hahaha."

Candaan itu menusuk seperti belati. Alendra tersenyum samar, tapi dalam hatinya ia berteriak. Tidak! Gue nggak mau lagi berhubungan sama dia…

Seketika perutnya terasa mual. Ia bangkit berdiri, membuat ketiga temannya menoleh heran. "Len, lo mau ke mana?" tanya Nayla.

"Gue… mau ke toilet dulu," jawab Alendra cepat, suaranya nyaris bergetar.

Tanpa menunggu jawaban, ia melangkah pergi, berusaha secepat mungkin meninggalkan kantin sebelum air matanya benar-benar tumpah. Langkahnya terburu, seakan setiap detik di sana hanya membuat dadanya semakin sesak.

Begitu sampai di koridor yang sepi, Alendra bersandar pada dinding, menutup wajah dengan kedua tangannya. Nafasnya tersengal, air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya jatuh juga.

"Kenapa harus lo…" bisiknya lirih, suara itu hanya terdengar oleh dirinya sendiri.

Langkah kaki terdengar samar dari ujung koridor. Alendra buru-buru mengusap wajahnya dengan punggung tangan, mencoba menghapus jejak air mata. Nafasnya ia tahan, tubuhnya merapat ke dinding, berharap siapapun yang lewat tidak menyadari keberadaannya.

Suara itu semakin mendekat. Sepatu olahraga yang menghentak lantai bercampur dengan tawa samar beberapa suara lain. Alendra menahan napasnya lebih lama.

Dari celah pandangan, ia melihat sosok tinggi dengan seragam olahraga masih melekat di tubuhnya. Rambutnya sedikit berantakan karena keringat, namun aura yang dibawanya membuat suasana seakan ikut terhenti.

Rayven.

Langkahnya tenang, tatapannya lurus ke depan. Beberapa temannya masih bercanda di belakang, namun ia berjalan sedikit lebih cepat, seolah ingin menjauh dari keramaian.

Alendra buru-buru menunduk, merapatkan tubuh ke sisi dinding yang lebih gelap. Hatinya berdetak begitu keras hingga ia takut suaranya terdengar.

Rayven melintas hanya beberapa meter darinya. Untuk sepersekian detik, ia melambatkan langkah. Alendra terdiam, nyaris membeku. Tatapan dingin itu sempat menyapu sekeliling koridor—dan hampir berhenti pada sosok Alendra.

Namun Rayven hanya mengerutkan kening sebentar, lalu kembali berjalan.

Alendra menutup mulutnya rapat-rapat, menahan suara isakan yang hampir pecah. Begitu Rayven dan teman-temannya menghilang di tikungan, lututnya melemas. Ia jatuh terduduk, punggungnya bersandar ke dinding.

Air matanya kembali jatuh deras.

Perasaan campur aduk menghantam dirinya—takut, marah, benci, sekaligus perih.

“Kenapa lo harus ada di sini… kenapa lo harus jadi bagian dari hidup gue lagi?” bisiknya lirih, hampir seperti doa putus asa.

Di sisi lain, Rayven yang sudah jauh dari koridor tadi masih menyisakan kerutan di dahinya. Ada sesuatu yang aneh. Saat ia melintas, ia merasa seperti ada seseorang yang sedang bersembunyi… dan tatapan samar itu kembali menghantuinya.

Namun ia memilih diam.

Botol air di tangannya ia genggam erat, sementara pikirannya kembali melayang pada gadis di lorong siang tadi.

Nama itu terngiang jelas.

Alendra.

Alendra mengusap cepat sisa air mata di wajahnya, menarik napas panjang, lalu memaksakan diri berdiri. Ia menatap pantulan dirinya di kaca jendela yang buram—mata sedikit sembab, tapi ia berusaha menormalkannya dengan senyum tipis. Tidak boleh ada yang tahu.

Langkahnya ia arahkan kembali ke kantin, tempat Selena, Nayla, dan Elvira masih menunggunya. Suara riuh para siswa yang membicarakan pertandingan tadi masih terdengar di sepanjang jalan, membuat Alendra semakin merasa terasing.

Begitu masuk ke kantin, Selena langsung melambaikan tangan. “Len! Sini, gue udah beliin es teh buat lo!” serunya riang.

Alendra menahan sesak di dadanya, mencoba tersenyum sewajar mungkin. Ia duduk di kursi yang kosong, mengambil gelas dingin itu dan mengucapkan, “Makasih, Sel.”

“Lo lama banget tadi. Ngapain sih?” Nayla bertanya sambil mengunyah roti bakar.

Alendra cepat-cepat merangkai alasan. “Tadi ke toilet sebentar. Penuh banget soalnya.”

“Oh, pantes,” Elvira menimpali lembut. Ia menatap Alendra lebih lama, seakan bisa membaca ada sesuatu yang tidak beres. Tapi ia tidak bertanya lebih jauh.

Selena malah kembali heboh. “Lo liat kan pas Rayven nge-dunk tadi? Gila, satu kantin tadi kayak mau runtuh! Gue sampe teriak sampe serak.”

Nayla ngakak. “Iya, lo lebay banget, Sel. Tapi emang sih, Ravenclaw keren banget mainnya. Gue nggak heran mereka selalu jadi juara.”

Alendra hanya mengangguk kecil, pura-pura ikut antusias. “Iya… mereka emang bagus mainnya,” ucapnya pelan, padahal hatinya kembali mencengkeras mendengar nama itu.

Tangannya menggenggam erat gelas es teh hingga hampir retak. Ia menunduk, berusaha menutupi getir di matanya.

Elvira mencondongkan tubuhnya sedikit. “Len, lo beneran nggak apa-apa? Dari tadi kayaknya lo nggak semangat deh.”

Alendra langsung tersenyum tipis, menggeleng. “Nggak, gue cuma capek aja. Mungkin kebanyakan berdiri pas pertandingan tadi.”

Selena mengangguk santai. “Ya udah, abis ini kita balik kelas aja. Gue juga udah keringetan parah.”

Alendra mengangguk, meski di dalam hatinya ia berharap bisa segera menghilang. Karena ia tahu, semakin lama ia berada di sekolah ini, semakin besar kemungkinan bertemu lagi dengan orang yang paling ingin ia lupakan.

Namun takdir seakan tak memberinya pilihan.

Di sisi lain kantin, geng Ravenclaw baru saja masuk dengan langkah penuh percaya diri, masih dengan sisa-sisa euforia kemenangan. Dan tanpa sadar, tatapan Rayven langsung tertuju pada meja tempat Alendra dan teman-temannya duduk.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!