NovelToon NovelToon
Di Antara Cahaya Yang Luruh

Di Antara Cahaya Yang Luruh

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Murni / Slice of Life
Popularitas:685
Nilai: 5
Nama Author: Irma syafitri Gultom

Dia adalah gadis yang selalu tenggelam dalam gemuruh pemikirannya sendiri, di penuhi kecemasan, dan terombang-ambing dalam sebuah fantasinya sendiri.

Sehingga suatu teriknya hari itu, dari sebuah kesalahpahaman kecil itu, sesosok itu seakan dengan berani menyatakan jika dirinya adalah sebuah matahari untuk dirinya.

Walaupun itu menggiurkan bagi dirinya yang terus berada dalam bayang, tapi semua terasa begitu cepat, dan sangat cepat.

Sampai dia begitu enggan untuk keluar dari bayangan dirinya sendiri menerima matahari miliknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma syafitri Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hal-hal Biasa, Bukanlah Hal Yang Normal.

.

.

Ini sudah hari ketiga setelah mereka melakukan liburan bersama itu.

Setelah kembali di hari hampir tengah malam, dengan dia di sambut oleh tatapan tajam dari ayah dan ibunya yang menunggunya di ruang tengah, tanpa ada berkata, berkomentar, atau bertanya apapun kepadanya.

Hanya tatapan tajam menusuk seperti biasa.

Tapi itu jauh lebih baik, karena sendari tadi selama perjalanan pulang gadis itu sudah mempersiapkan dirinya untuk mendapatkan sebuah suara-suara besar yang menakutkan itu dari ayah atau sindiran menyakitkan dari ibunya.

Dan hasilnya.....

Nihil.....

Dan dia mengambil sebuah kemenangan kecil ini dalam diam, tidak memberikan perkataan, penjelasan apapun kepada mereka.

Dia tidak terlalu bodoh untuk menyiram minyak pada bara api yang terlihat redup dengan asap hitam seperti itu.

Tidak terima kasih.

Lalu...

Flauza juga mengirimkan sebuah pesan kepadanya untuk beristirahat dalam beberapa hari, sampai dia memberikan kabar lagi di hari kemudiannya.

Dan hari kemudiannya yang pria itu maksud alah esok hari, di mana awal minggu terjadi.

Senin 08 Maret 20XX....

Iris hitamnya terus memerhatikan kalender digital yang tertera di layar ponselnya.

Sudah seminggu lebih bulan ketiga tahun ini berlalu.

Dan berarti hampir sebulan pula dia telah mengenal Flauza Evangrandene dalam hidupnya.

Waktu yang tidak terasa cepat berlalu huh....

Dan itu berarti tinggal sebulan lagi dari pertemuan menyesakkan dada itu terjadi...

Jemari gadis itu sedikit bergeser pelan pada layar ponselnya menampilkan kalender untuk bulan berikutnya.

Ya.....

Tinggal sebulan lagi dari pertemuan menyesakkan di dada itu....

Apakah menurutmu tahun ini akan terasa berbeda atau tetap sama saja?

Revander menghela nafas melempar kecil ponselnya ke atas ranjangnya.

Memangnya apa yang akan berbeda?

Gadis itu memiringkan tubuhnya dan memeluk erat bantal gulingnya dengan erat dan memejamkan kuat kedua matanya berusaha menidurkan tubuhnya untuk esok hari.

Mana mungkin ada yang akan berbeda di dalam hidupnya.

.

Pagi harinya seperti biasa pula, Revander tengah duduk sembari merapikan dirinya lagi, dan menunggu kedatangan mobil mewah yang akan menjemputnya.

Saat gadis itu ingin memasang kaos kakinya, dia sedikit terpaku melihat luka pada kaki kirinya yang entah kenapa, itu terlihat lebih hitam di bandingkan dari pada biasanya.

Dengan perlahan dia menyentuh lembut luka memanjang dari lutut hingga mata kaki itu, dan bagian pada mata kaki hingga betisnya terlihat menghitam.

Tentu itu tidak sakit.

Ya... sudah tidak sakit, atau dia sudah terbiasa dengan rasa sakitnya.

Tapi tetap saja, setiap dia melihat luka ini.....

Sedikit banyak kejadian itu selalu berputar pada pikirannya.

Walaupun hal yang dia ingat hanya rasa sakit luar biasa.....

Lalu basah dan bau yang menyengat.

Kenapa seperti terlihat lebih buruk di bandingkan hari biasanya?

Apa karena dia terlalu lama berendam di hari itu?

Sepertinya tidak....

Atau dia tidak memberikan salep kemarin?

Obat itu sudah habis dan dia lupa untuk membelinya, jadi dia tidak memberikannya.

Tapi itu bukan pertama kalinya kamu lupa memberikan obat kepada lukamu....

Lalu kenapa?

“Dek...?” terdengar suara Ibunda memanggil dirinya dengan membawa secangkir teh manis seperti biasa. “Hari ini pergi juga?” meletakkan teh yang dia tahu itu untuk dirinya pada meja kaca tersebut.

Revander hanya mengangguk pelan tetapi masih tatapannya masih memerhatikan kaki kirinya itu.

Sebelum menurunkan kakinya perlahan dan menatap sang Ibunda sekilas.

Dia tidak tahu apa tujuan wanita paru baya itu untuk hari ini, tapi dia tidak ingin terlalu mencari tahu apa pun yang di inginkan wanita paru baya ini.

Maka Revander memilih diam dan menunggu seperti biasa.

“Kemarin itu... sepupu perempuanmu yang tinggal di Labuhan itu datang dan memberikan undangan pesta pernikahannya.”

Sepupu perempuan?

“Ibu maksud si Dwi?” gumam gadis itu dengan menaikkan kedua alisnya saat mendengar ucapan sebuah berita dari sang Ibunda.

“Iya, si Dwi anaknya tante Rifa.”

Huh...?

Iris hitamnya berkedip beberapa kali dengan cepat.

“D-diakan baru umur.... Dua puluh tahun?!” ucap gadis itu bingung dan juga tidak percaya dengan apa yang dia dengar. “M-masak sudah mau nikah?”

Sang Wanita paru baya itu hanya mengangkat bahunya pelan. “Normal saja lah itu, kalau sudah jodohnya mau bilang apa lagi? Orang tuanya juga terlihat tenang-tenang saja.”

Tanpa sadar tubuh Revander sedikit menggigil mendengar hal itu.

Normal?

“Bukankah.... Dwi sedang dalam masa kuliahnya? Atau sudah lulus?”

Wanita itu menggeleng pelan.

“Tidak tahu, sepupumu tidak ada berkata, tantemu juga tidak ada bercerita.”

Uuhh....

Ya... memang itu juga bukan urusan dirinya atau keluarganya.

Tapi....

Tetap saja, melihat saudaranya sendiri menikah di usia begitu muda ini....

“Memangnya.... kapan Dwi menikahnya?”

“Minggu ini, dan juga dia berkata untuk mengundang temanmu juga, yang dulu biasanya datang ke rumah.” Sang Ibunda bangkit dari posisi duduknya dan pergi sejenak ke ruang tengah mendekati sebuah lemari kaca di sana, dan mengambil sesuatu di sana.

“Teman adek? Maksud Ibu..... Litly?”

Sebuah kertas cantik kuning yang di bungkus plastik kuning tipis.

Sebuah surat undangan pernikahan.

Ibunya memberikan lembaran itu kepada Revander, dan kembali duduk di sana.

Tertulis jelas di sana nama-nama pengantin, dan juga nama penerima surat undangan ini.

“Iya, Litly juga di undang. Dulu kan kalian sangat dekat satu sama lain.”

Wanita itu tidak salah.

“Jadi Ibu, minta adek kasih undangannya ke Litly?”

“Kata si Dwi sih,.... Litly sudah lama pindah dari rumah lamanya, jadi dia tidak tahu kemana. Tapi dia merasakan kamu masih sering berhubungan dengan temanmu itu, Jadi dia menitipkannya kepada ibu untuk mengatakannya kepadamu dan Litly.”

Uuuuuhhh....

Ya tentu saja, semenjak mereka sudah tamat kuliah beberapa tahun yang lalu, mereka tenggelam dengan kesibukan diri mereka masing-masing, dengan semakin sedikitnya waktu untuk sempat saling berkabar ria satu sama lain.

Itu adalah hal yang wajar dalam hidup.

Itu adalah hal yang pasti akan terjadi pada hidup ini.

“Kamu tahukan tempat tinggal Litly sekarang?”

Uuuhh.....

Apa yang harus dia jawab?

“Litly sekarang sewa apartemen di tengah kota bu, katanya lebih dekat ke tempat kerjanya yang sekarang.” Ucap sang gadis pelan, takut-takut jika dia salah membawa topik yang membuat ini semua menjadi runyam.

Tapi....

Beruntungnya wanita itu hanya mengangguk pelan.

“Ya sudah, berarti itu di titipkan samamu saja ya?” Revander mengangguk pelan, meminum teh hangatnya dan meletakkan surat undangan itu pada tas yang akan di bawanya itu.

.

Saat pintu lift itu terbuka, menampilkan ruangan bernuansa putih yang sudah beberapa hari tidak dia lihat, dan tetap saja tidak banyak yang berubah dengan tepat ini.

Tempat dimana orang-orang berlalu lalang dengan cepat, namun tidak tergesa-gesa.

Selalu membicara hal-hal yang berkaitan tentang dokumen, Project, ataupun hasil analisa yang begitu rumit untuk dirinya.

Sempat pula dia melihat beberapa orang, berhenti saat mereka melihat dirinya yang berjalan dalam diam di belakang Tobito yang memimpin perjalanannya seperti biasa. Tapi sedetik kemudian pula pandangan mereka langsung berkalih kepada pandangan mereka semula.

Awalnya untuk Revander itu adalah hal yang biasa.

Orang-orang di gedung ini, melihatnya dengan berbagai pandangan bingung dan bertanya, kepada dirinya yang benar-benar tidak terlihat sesuai dengan tempat seperti ini.

Namun....

Kali ini semua seperti terasa jauh lebih berbeda.

Mereka melihat kepada dirinya seperti.....

Sesuatu yang aneh, dan tidak dapat di percaya, dan juga penuh rasa.....

Iri?

Huh?

Iri.....

Kepada dirinya?

Tobito membuka pintu kayu ruangan pribadi milik Flauza, mempersilakan dirinya untuk memasuki ruangan yang begitu kontras dengan lantai lima belas yang selalu di penuhi warna putih yang sunyi.

“Silakan masuk Nona Revander.” Dia dapat melihat Flauza yang tampak tengah membaca laporan yang ada di genggaman tangan pria itu.

Di sana juga ada Elena berpakaian kemeja formal berwarna hitam putih tengah berdiri tegap dan diam di hadapan Flauza dengan memegang beberapa dokumen dan juga sebuah tablet di kedua tangannya.

Mereka terlihat sedang sibuk dan begitu serius dengan pekerjaannya hari ini.

Itu adalah pemandangan biasa, melihat pria seperti Flauza Evangrandene sibuk dengan dokumen laporan-laporan yang masuk di setiap harinya, dan juga Elena adalah salah satu asisten pria itu.

Mungkin...., dirinya sudah hampir sebulan berada dan melihat hal ini. Tidak setiap hari, tetapi ini adalah hal yang ‘normal’ yang terjadi di tempat ini.

Tapi tetap saja.....

Untuk dirinya yang datang dan tidak melakukan apapun di tengah orang-orang yang selalu sibuk dan terlihat profesional ini.

Tetap.....

Terkesan janggal dan salah.

Atau itu hanya perasaannya.

Sepelan mungkin Revander berjalan mendekat kepada sofa di ruangan itu, dan mendudukkan dirinya dengan pelan pula.

“My Revander.”

Ah....

Suara berat pria yang kini telah terfokus sepenuhnya kepadanya itu berhasil membuatnya terkejut.

Bahkan Elena juga kini menatapnya sedikit terkejut juga, dan membungkuk hormat kepada dirinya.

“Selamat pagi Nona Revander.”

Uuhhhh....

Sejak kapan Flauza melihat ke arah dirinya?

“F-Flauza! Selamat pagi, Elena....”

Dia dapat melihat tatapan bingung pria itu kepadanya, sebelum Flauza hanya memilih membalas dirinya dengan senyuman seperti biasa.

UUuuuuuhhh..........

“Selamat pagi juga untukmu, My Revander.” Flauza bangkit dari duduknya di kursi kebesaran itu, melangkah mendekat ke arah sang gadis yang sudah terduduk di sofa cokelat, dengan tetap memandang pria itu dalam diam. “Apakah kamu sudah sarapan hari ini?”

Revander menggelengkan kepalanya pelan untuk menjawab pertanyaan pria yang kini tengah berdiri di dekatnya.

“Jadi begitu?” dia dapat melihat pandangan Flauza kini beralih kepada sosok Tobito yang masih berdiri tegap di depan pintu kayu itu. Seakan pria berambut pirang itu mengerti akan apa yang di inginkan oleh tuannya itu sendiri, Tobito hanya mengangguk pelan dan membungkukkan badan sebelum keluar dari ruangan pribadi Flauza tanpa berkata apapun.

Dan lagi itu adalah hal yang ‘normal’ dan biasa mereka lakukan selama dirinya ada di sini.

Setelah melakukan hal itu kepada Tobito, Flauza mendudukkan diri tepat di samping dirinya dan kembali kepada lebaran dokumen yang sendari dia bawa di tangannya.

Suasana ruangan itu kembali hening.

Flauza yang kembali terfokus kepada kerjanya, Elena yang sudah kembali berdiri tegak tak bergerak di depan meja kerja sang Tuan Evangrandene.

Sedangkan sosok gadis berambut hitam di samping pria itu hanya bersandar pelan, dan merogoh tas kecilnya, mencari ponsel miliknya berniat untuk mencari hiburan kecil dan tidak terlalu mengganggu Flauza yang sibuk juga hari ini.

Mungkin sebuah game puzzel sederhana yang baru saja dia download kemarin malam?

“Elena.” Suara berat pria itu sedikit bergema di ruangan ini. Berhasil membuat perempuan bernama Elena itu segera mendekati pria yang memanggilnya itu. “So, they finally gave up on the terms I gave them?”

“Yes, Mister Evangrandene, Even so, they still insist on meeting you in person, and making a more detailed for this negotiation with you."

Dia dapat mendengar pria itu sedikit mendengus pelan, memberikan lembaran itu kepada perempuan itu. tentu dengan cepat Elena menerimanya, tanpa banyak bicara.

“Or try to more pressing back into their unbridled greed with this over-strong 'tempting scent’. It's too easy to read, too easy to guess." Salah satu tangan Flauza terjulur pelan pada sandaran sofa yang mereka duduki itu, sebelum telapak tangan pria itu berakhir mengelus lembut kepala sang gadis yang tampak tidak terlalu peduli dengan pembicaraan keduanya.

Revander mengangkat kepalanya saat merasakan elusan hangat di kepalanya, dan menatap Flauza yang kini telah tersenyum lebar kepada Elena, menyenderkan badannya pada sofa ini dan kedua kakinya yang saling bersilang membuat sebuah aura kekuasaan dan intimidasi yang begitu kuat di ruangan ini.

Hening kembali terjadi di sana.

Tidak ada perkataan lebih lanjut yang terjadi di ruangan ini, tapi kini pandangan pria berambut cokelat itu telah terfokus kepada sosok gadis berambut hitam di sampingnya itu.

Huh?

Apa yang terjadi?

Iris hitam dalam itu bertemu dengan iris kecokelatan yang entah kenapa tampak tak seperti biasanya.

Seperti....

Bercahaya menyalak dan juga seperti lebih berbahaya dari pada biasanya.

“Tell them, I will accept their desire to have this foolish meeting in the next two days. And I hope they make this meeting as good as possible, because this is their last chance, before this all becomes nonsense, and there is only a emptiness for them to get.”

Suara berat itu kembali menggema di tengah-tengah ruangan bernuansa kecokelatan itu, terasa dingin menusuk dari bibir pria yang masih tersenyum jenaka seperti semua yang dia katakan adalah hal yang normal di ruangan ini.

Flauza mengibaskan tangannya dengan perlahan kepada Elena, yang di susul oleh sebuah gerakan pemberian hormat kepada sang Tuan Evangrandene, dan meninggalkan mereka berdua di ruangan itu dalam keheningan.

.

.

.

Revander yang melihat hal itu semua hanya mengedipkan matanya beberapa kali sebelum, memiringkan kepalanya sedikit tampak bingung dengan apa yang baru saja terjadi di depannya ini.

Terkadang dia benar-benar lupa, setelah semua yang dia lalui dengan pria itu dalam beberapa hari belakangan ini.

Dia lupa....

Jika ini adalah hal biasa dan ‘Normal’ yang seharusnya dia biasakan untuk ke depan dalam hidupnya.

.

.

.

Saat pintu kayu itu kembali tertutup, meninggalkan dirinya dan pria itu duduk saling bersampingan di ruangan ini.

Dengan cepat mengalihkan perhatiannya kembali pada ponsel yang masih di genggaman tangannya.

Dia benar-benar tidak tahu harus melakukan apa untuk menutupi rasa canggung dan mengabaikan aura intimidasi yang masih terasa kental di ruangan ini.

Sedangkan Flauza?

Pria itu masih tersenyum menatap, masih dengan tangan kekar yang mengelus lembut surai hitamnya.

Sekilas mata kecokelatan milik pria itu sedikit menoleh kebawah, dan sedetik berikutnya kembali terfokus kepada wajah sang gadis. “apakah ada yang mengganggumu untuk dirimu hari ini My Revander?”

Huh?

Memang apa yang mengganggu dirinya hari ini?

Ya....

Selain sebuah kabar mengejutkan yang dia dapatkan hari ini dari sang Ibunda tentang pernikahan sepupu perempuannya tadi pagi.

Tapi....

Apakah itu bisa di katakan mengganggu?

Dia menggelengkan kepalanya pelan.

“Tidak ada.... memangnya ada apa?” tanya gadis itu pelan.

Flauza hanya tertawa pelan membalas pertanyaan gadis itu.

Tentu gadis itu mendengus kesal mengetahui begitu jelas seperti biasa.

Dan tentu saja pria itu tidak akan menjelaskan lebih lanjut apa pun maksud perkataannya.

1
saijou
Bahasa yang digunakan enak banget dibaca, sampe lupa waktu.
Er and Re: terima ksih banget telah mampir dan baca cerita punya ku kaka <3
total 1 replies
·Laius Wytte🔮·
Bagus banget!!! Aku suka banget ceritanya 🥰
Er and Re: makasih ya kak telah menyukai cerita buatan aku <3
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!