NovelToon NovelToon
2 Suami

2 Suami

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cerai / Beda Usia / Angst
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Meymei

Inaya tidak pernah menyangka pernikahan yang ia paksakan dengan melanggar pantangan para tetua, berakhir dengan kabar kematian suaminya yang tidak ditemukan jasadnya. Selama dua tahun ia menunggu, berharap suaminya masih hidup di suatu tempat dan akan kembali mencarinya.
Akan tetapi, ia harus kecewa dan harus mengajukan gugatan suami ghaib untuk mengakhiri status pernikahannya.
Fatah yang sudah lama menyukai Inaya akhirnya mengungkapkan perasaannya dan mengatakan akan menunggu sampai masa iddahnya selesai.
Mereka akhirnya menikah atas restu dari Ibu Inaya dan mantan mertuanya.
Akan tetapi, saat mereka sedang berbahagia dengan kabar kehamilan Inaya, kabar kepulangan Weko terdengar. Akankah Inaya kembali kepada Weko dan bercerai dengan Fatah atau menjalani pernikahan dengan bayang-bayang suami pertamanya?
.
.
.
Haloo semuanya, jumpa lagi dengan author. Semoga semua pembaca suka..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kabar Buruk

Inaya terbangun tepat saat adzan ashar berkumandang. Ia segera mandi dan melaksanakan sholat. Ketika Inaya baru selesai salam, ponselnya berdering. Segera ia berdiri dan mengangkat panggilan dari Yanuar.

“Na, kamu harus tegar! Kapal suamimu sedang terdampar di pulau terpencil dan mengalami kerusakan karena badai. Kemungkinan mereka akan pulang lebih lama karena di laut masih badai.”

“Astagfirullahaladzim.. Apakah semuanya baik-baik saja, Mas?”

“Semuanya baik-baik saja. Hanya kapalnya yang bocor.”

“Terima kasih, Mas.”

“Sama-sama.”

Inaya memegang erat ponselnya sambil melantunkan sholawat agar ia tetap tenang. Baru juga suaminya memberikan kabar yang membuatnya lega. Kini ia mendapatkan kabar buruk mengenai suaminya.

“Ya Allah, lindungilah suami hamba.” Gumam Inaya.

Tak lama kemudian, pintu rumah Inaya diketuk oleh ayah mertuanya. Harto mengabarkan hal yang sama dengan yang disampaikan Yanuar kepadanya. Inaya menganggukkan kepalanya tanpa menjawab apapun.

“Tenang saja! Badai di Tengah laut itu adalah risiko melaut. Doakan suamimu baik-baik saja dan bisa kembali dengan selamat.”

“Iya, Pak.”

Inaya merasa bingung, kenapa orang-orang di sekitarnya menganggap kabar buruk yang didengarnya merupakan hal yang biasa. Entah karena terbiasa dengan melaut atau memang itu sudah menjadi makanan mereka sehari-hari. Inaya masih tidak mengerti, sedangkan dirinya sudah khawatir setengah mati dengan suaminya.

Malamnya, Inaya terjaga karena berharap suaminya memberikan kabar. Tetapi sampai Tengah malam, kabar yang diharapkan tidak kunjung datang. Inaya selalu memanjatkan doa untuk keselamatan suaminya.

Tok.. Tok.. Tok..

Pintu rumah Inaya diketuk saat Inaya masih membuat roti untuk sarapan. Saat membuka pintu, ia mendapati Ita yang membawa sepiring bubur kacang hijau.

“Terima kasih, Ta.”

“Sama-sama, Mbak. Apa mau akuantar jemput? Aku libur 2 hari.”

“Kamu tidak mau jalan-jalan dengan temanmu?”

“Gampang itu, Mbak. Habis antar Mbak Nana, aku masih bisa jalan-jalan.”

“Baiklah, aku tidak menolak!” Inaya tertawa.

Ita mengantarkan Inaya bekerja pagi itu. Inaya yang sudah sampai di koperasi segera mendapatkan kejutan dari Amelia yang sedang berbahagia.

Amelia memberikan parcel dan kue untuk Inaya sebagai undangan pernikahannya yang akan di langsungkan 2 minggu lagi.

“Kenapa mendadak sekali?” tanya Inaya.

“Iya. Mas Syafaq meminta memajukan tanggal pernikahan karena sebentar lagi akan di pindahkan ke timur dan mau mengajakku.”

“Kamu sudah siap?”

“Siap tidak siap. Mau bagaimana lagi?” Amelia mengendikkan bahu.

“Tapi ada bagusnya kamu hidup berdua dan jauh dari orang tua. Kamu memiliki kehidupan rumah tanggamu sendiri dan belajar mandiri di tanah Rantau. Kalian juga bisa menyelesaikan masalah tanpa campur tangan orang lain.”

“Orang tuaku juga mengatakan seperti itu. Tapi aku belum siap untuk menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya.”

“Seiring berjalannya waktu, kamu akan terbiasa.”

“Mbak Inaya sendiri kenapa masih bekerja? Penghasilan orang miyang kan banyak!”

“Aku tidak mau kesepian di rumah saat suamiku melaut.”

“Benar, juga!” Amelia tertawa.

Obrolan mereka harus berakhir karena sudah masuk jam kerja. Keduanya disibukkan dengan data laporan orang lapangan kemarin.

Inaya yang pagi tadi hanya makan roti bakar dengan madu, merasa lapar pukul 10 siang. Ia memutuskan untuk makan bubur kacang hijauyang diberikan Ita pagi ini.

“Enak sekali sepertinya?” sindir Fatah yang sengaja berkunjung ke koperasi.

“Jelas saja enak, Mas! Mbak Inaya sedang hamil, makanya tidak bisa lepas dari camilan.” Kata Amelia.

“Benarkah? Selamat atas kehamilannya.” Kata Fatah dengan nada sedikit lemah.

“Terima kasih, Mas.” Jawab Inaya yang masih melanjutkan makan bubur kacang ijo tanpa menyadari perubahan wajah Fatah.

Fatah meninggalkan meja Inaya dan Amelia, menuju ruang atasan. Amelia segera mendekati Inaya dan mulai bergosip.

“Mas Fatah menyukaimu, Mbak.”

“Jangan fitnah!”

“Tidak! Mas Fatah langsung lesu mendengar kamu hamil, Mbak.”

“Jangan mengada-ada! Selesaikan pekerjaanmu sana!” Inaya yang sudah selesai memakan bubur kacang ijo, mencuci kotak bekalnya di pantry dan kembali ke meja melanjutkan pekerjaannya.

Fatah dan atasan keluar tepat saat jam makan siang. Inaya yang sudah janjian dengan Ita, menunggunya di depan koperasi. Ia hanya menganggukkan kepalanya kepada Fatah dan Suhar yang pergi lebih dulu.

“Maaf telat, Mbak. Tadi bannya bocor.” Kata Ita yang baru sampai.

“Bocor? Kamu tidak apa-apa?”

“Tidak, Mbak. Maaf tadi aku membawanya ke rumah temanku yang jalannya rusak.”

“Tidak apa-apa. Yang penting kamu baik-baik saja. Mau makan apa?”

“Aku ikut Mbak saja.”

“Bagaimana kalau makan sop buntut, Dek?”

“Ayo, Mbak! Aku tahu tempat yang enak.” Keduanya berangkat menuju warung yang menjual sop buntut.

Selama 2 hari ini ternyata Ita sengaja izin dari sekolah untuk menemani Inaya atas permintaan sang ibu. Mereka khawatir Inaya akan merasa khawatir dengan Weko, sehingga dengan adanya Ita bisa membuatnya lupa sejenak dengan masalah yang dialami suaminya.

Mereka ingin menyembunyikannya karena Inaya tidak terbiasa. Tetapi mereka tidak mau membohongi Inaya. Itu sebabnya mereka memilih untuk mengalihkan perhatian Inaya. Bahkan adik-adik Inaya juga menyerbunya saat ia berada di rumah sampai-sampai mereka menginap.

Di sisi lain.

Weko yang beberapa hari ini terjun langsung memperbaiki kapal, baru sempat meminjam ponsel Giga untuk menghubungi Inaya. Ia tahu Inaya pasti sudah mendengar kabar dari Yanuar atau kedua orang tuanya, sehingga ia memikirkan kata-kata yang tepat agar sang istri tidak khawatir.

“Mau sampai kapan kamu memandangi ponselku?” tanya Giga.

“Aku masih belum tahu harus mengatakan apa.”

“Tinggal tanyakan keadaannya dan katakan kamu baik-baik saja!”

“Apakah semudah itu?”

“Aku juga tidak tahu.” Giga tertawa.

Ia sendiri tidak memiliki istri ataupun pacar, bagaimana ia bisa tahu apakah semudah itu atau lebih susah.

Dengan menarik nafas Panjang, Weko menekan nomor Inaya dan mulai melakukan panggilan. Setelah nada ketiga, Inaya mengangkat teleponnya.

“Assalamu’alaikum, Dek. Ini aku.”

“Wa’alaikumsalam, Mas. Bagaimana kabarmu, Mas?”

“Aku baik-baik saja.”

“Apa Mas terluka?”

“Sedikit. Tanganku tergores saat memperbaiki kapal.”

“Apa sudah diobati?” tanya Inaya dengan nada yang hampir menangis.

Weko segera merutuki dirinya yang menjawab jujur pertanyaan Inaya.

“Aku tidak apa-apa, sayangku. Lukanya sudah diobati. Dan besok Kapal sudah bisa berlayar. Kami akan segera pulang.”

“Benarkah?”

“Iya, sayang. Semoga kami bisa sampai dalam 5 hari.”

“Aamiin.. Tetap hati-hati ya, Mas. Kami menunggumu di sini.”

“Iya, apakah anak kita baik-baik saja? Apa dia menyulitkanmu?”

“Tidak, Mas. Dia tidak menyulitkanku.”

“Syukurlah.. Tunggu aku..”

“Iya, Mas.”

“Selamat malam, sayang. Assalamu’alaikum, muachh.”

“Wa’alaikumsalam Mas.. Muachh.” Inaya tersipu sendiri saat membalas cium jauh dari suaminya.

Pasalnya ini adalah pertama kalinya, Weko melakukannya dan Inaya membalasnya. Sungguh pengalaman yang membuatnya malu sendiri walau tidak ada yang melihat dan mendengarnya.

“Ayah akan kembali 5 hari lagi, sayang.” Gumam Inaya sambil mengusap perutnya yang mulai terlihat membesar.

1
kalea rizuky
lanjutnya man
Meymei: Siap kakak 😁
total 1 replies
indy
jadi ikutan pengin lobster
indy
semangat kakak
Meymei: Semangat 🙏🏻
total 1 replies
indy
masih yang manis manis
indy
serasa di jawa
indy
adat Jawanya gak terlalu beda kok, terutama untuk rakyat biasa. ada piring terbang juga
Meymei: Beda dikit ya kak 😁
total 1 replies
Susanti
bagus lanjut
indy
semangat kaka
Meymei: Terima kasih, kakak 🥰
total 1 replies
indy
keren, sekarang edisi budaya jawa ya
Meymei: Cmiiw ya kak 😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!