NovelToon NovelToon
Tuhan Kita Tak Merestui

Tuhan Kita Tak Merestui

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Spiritual / Cinta Terlarang / Keluarga / Cinta Murni / Trauma masa lalu
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: YoshuaSatrio

Pertemuan antara Yohanes dan Silla, seorang gadis muslimah yang taat membawa keduanya pada pertemanan berbeda keyakinan.

Namun, dibalik pertemanan itu, Yohanes yakin Tuhan telah membuat satu tujuan indah. Perkenalannya dengan Sila, membawa sebuah pandangan baru terhadap hidupnya.

Bisakah pertemanan itu bertahan tanpa ada perasaan lain yang mengikuti? Akankah perbedaan keyakinan itu membuat mereka terpesona dengan keindahan perbedaan yang ada?

Tulisan bersifat hiburan universal ya, MOHON BIJAK saat membacanya✌️. Jika ada kesamaan nama tokoh, peristiwa, dan beberapa annu merupakan ketidaksengajaan yang dianggap sengaja🥴✌️.
Semoga Semua Berbahagia.
---YoshuaSatio---

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YoshuaSatrio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

paniknya luar biasa.

Beberapa hari berikutnya berjalan wajar seperti biasanya, tak banyak hal yang tiba-tiba menjadi istimewa atau sebaliknya. Semua berhasil menjalani hidup dengan jalurnya masing-masing.

Sore ini Yohan pulang kerja lebih awal. Di kota B, Yohan tak memiliki banyak teman, lebih tepatnya tak ingin berteman. Itulah sebabnya sepulang kerja pun ia langsung menuju ke rumah orang tuanya.

Tepat sesaat setelah ia memarkirkan mobil sang ayah yang dipinjamnya, dua makhluk kecil menyambut kedatangannya dengan senyum polos pembawa suasana damai.

“Om Yohaaan!” Begitu kompak kedua bocah menghambur mencari sosok yang dua tangannya sibuk dengan barang-barangnya.

Satu tangan menenteng ransel, dan tangan lainnya membawa ponsel, kunci mobil serta beberapa lembar map.

Dengan susah payah Yohan melangkah memasuki rumah, bukan karena kesakitan atau beban berat, namun karena kedua ponakannya akan bergelantungan di kedua lengannya.

“Kalian ini … dasar monster-monster kecil … makan apa aja sih, makin berat!”

“Hahaha!” Tawa riang dan seru yang ia dapatkan sebagai balasan dari pujian karena selalu makan dengan lahap.

Setelah meletakkan bawaannya ke atas meja di ruang tengah, Yohan menyeret kedua ponakannya untuk bercanda bersama. Mulai dari saling menggelitik, saling mengejar, lalu melempari dengan beberapa benda ringan, yang intinya adalah bermain bersama dengan tawa lepas yang membahagiakan.

“Capek Om! Aku nyerah!” ucap si ponakan tertua diantara engahan napas seraya merebahkan tubuhnya di atas karpet, diikuti sang adik yang juga melakukan hal yang sama.

Yohan pun ikut merentangkan badannya di antara kedua ponakannya. Keringat dan tawa menghiasi wajah ketiga manusia itu.

Dari arah dapur muncullah seorang wanita paruh baya, menghela napas panjang lalu bertutur, “Beginilah rumah kalau penuh anak-anak, getar semua … untung nggak roboh!” kelakar Bu Maria, ibunda Yohan seraya menggelengkan kepala.

Dan seorang pria sedikit lebih tua bila dibandingkan Bu Maria, duduk di meja makan dengan ponsel di tangannya pun menyahut, “Ini baru dua cucu, bayangkan kalau kita punya selusin cucu!”

“Wah! Bengkak langsung Pah, dua aja jajannya dahsyat, apalagi selusin!” sahut Yohan dari tempatnya.

“Hahaha!” tawa spontan kedua orang tua Yohan.

“Apaan, kita gak banyak jajan ya, Dik.” Moza, si sulung tak terima dengan olok-olok sang paman.

“Kan Om juga yang ngajarin kita jajan. Iya kan ya kak?” timpal Gio, sang adik.

“Ah, jadi inget! Om tau kan lapangan yang deket komplek itu?” ujar Moza menonjolkan emosi antusiasme.

“Tahu, kenapa memangnya?” balas Yohan.

“Kan nanti malam terakhir pasar malamnya ….”

“Enggak! Om nggak mau ke tempat begituan … sama nenek sama mamahmu sana loh!” sahut Yohan membentengi diri.

“Sudah, yang belum kan sama Om Yohan … mamah sama nenek takut naik wahana, kakek udah tua, papah pulangnya malem terus ….” gerutu Moza.

“Huum, jadi harapan kita tinggal Om Yohan … ya Om?” rayuan maut Gio.

“Kita pengen banget ke pasar malem!” rengek Moza tak mengijinkan penolakan.

Yohan menghela napas panjang, menatap ekspresi dua bocah di sampingnya secara bergantian. Ada rasa tak tega didorong rasa sayangnya yang tak terbagi, membuat Yohan akhirnya mengangguk mengiyakan.

“Tapi ada syaratnya!”

“Apa?!” sahut kompak kedua ponakan Yohan.

“Tapi nggak usah naik wahana, jalan-jalan sambil jajan aja. Oke?”

“Yaaah … nggak ada bedanya dong … kayak pas sama nenek sama mamah, terus apa gunanya kesana harus sama om Yohan?!” protes Moza dengan wajah kecewanya.

“Hahaha … tapi Om juga nggak bisa naik semua wahana. Pokoknya kalau Om bilang nggak boleh harus nurut. Gimana?”

“Iya! Kan biasanya juga gitu!”

“Ya udah siap-siap gih, kita mandi dulu.”

Meski dengan sedikit terpaksa, akhirnya Yohan menyerah dengan rengekan kedua ponakannya. Beruntung sore itu suasana festival belum begitu ramai, sehingga Yohan bisa sedikit merasa nyaman bermain bersama kedua ponakannya.

“Gimana, aman? Pusing nggak?” tanya Yohan setelah dua ponakannya turun dari berbagai wahana yang mereka minati.

“Capek, tapi Heppy!” Seru kompak keduanya.

“Aku mau ke situ, bom-bom car!” tunjuk Gio seakan energinya tak habis-habis.

“Gula kapas dulu, Dek!” potong Moza menunjuk ke stand tepat di depan yang ditunjuk Gio.

“Jadi yang mana dulu?” tanya Yohan pasrah.

“Gula kapas, baru main bom-bom car bareng sama Om Yohan!”

Tak ada pilihan lain selain bilang “Oke! Lets go!” Tapi entah kenapa malam itu Yohan begitu larut dan ikut menikmati keseruan bersama dua ponakannya.

“Dua Pak, berapa?” Yohan mengambil uang dari sakunya untuk membayar gula kapas.

“Aduh! Awas Amar!”

Masih dengan tangan terulur beserta uangnya, Yohan sontak menoleh pada sumber suara yang terdengar panik memanggil nama seseorang.

Terlihat seorang wanita berdiri di dalam arena bom-bom car. Entah apa yang terjadi, seorang anak terlihat terjungkal dan terjepit diantara dua mobil mainan itu.

Jerit histeris dan riuh beberapa penonton yang saling menunjuk membuat suasana sedikit gaduh.

Dalam remangnya sore, Yohan menangkap suara tangis dan wajah panik seseorang, mengingatkannya pada peristiwa besar beberapa waktu silam, yang membuatnya hampir tak ingin menyapa matahari lagi.

Desakan ketakutan akan pengalaman buruk itu, tiba-tiba datang lagi. Entah darimana datangnya, telinganya yang biasanya tak tajam mendengar, kali ini rasanya deru dan decit ban mobil masuk ke telinganya, terdengar sangat nyaring dan memekik.

Serangan panik kembali menghampiri batin Yohan. Pandangan matanya mulai terasa kabur dan tak tenang, rongga dadanya terasa semakin sempit, membuatnya kesulitan mengatur arus oksigen yang ingin masuk ke paru-parunya.

‘Oh … aku kenapa … jangan sekarang … please ….” susah payah Yohan berusaha menjaga kesadarannya, samar-samar ia masih teringat dengan dua bocah yang dibawanya.

Keringat dingin mulai membasahi keningnya, oh tidak! Hampir sekujur tubuhnya. Sekelilingnya tampak berisik dan membingungkan, hingga akhirnya satu suara menuntunnya untuk kembali.

“Kamu oke? Yohan?”

Suara lembut itu sangat familier, namun terdengar asing.

“Duduk dulu,”

Suara itu kembali terdengar, namun sangat kecil dan jauh. Yohan masih tak mampu membuka mata.

“Om Yohan!”

Lalu terdengar teriakan lain, disusul tangis bocah kecil.

Yohan masih berusaha mengatur napas, namun bayangan situasi kacau sebuah kecelakaan mobil memenuhi kepalanya.

Hingga akhirnya pelukan hangat dua bocah membantunya kembali.

Disusul suara asing itu lagi.

“Minum ini dulu!”

Yohan perlahan membuka mata.

Seseorang menyodorkan botol air putih memaksanya menenggak. Yohan begitu patuh di bawah alam sadarnya.

Setelah beberapa teguk air melewati kerongkongannya, cukup mampu membuat Yohan semakin kembali.

Ia mendekap dua ponakannya yang sejak tadi memeluknya erat sambil menangis ketakutan.

“Om baik-baik saja … maaf ya kalian ketakutan ….” seru lirih Yohan menenggelamkan kepalanya diantara celah dua ponakannya yang masih terisak.

Perlahan Yohan berhasil mengusir ketakutannya sendiri lalu memberanikan diri mendongak melihat ke sekeliling.

Pertama ia mendapati dirinya duduk di tanah, dan seorang wanita berjongkok di depannya.

Yohan terkejut, matanya membola. “Kamu?!”

...****************...

To be continued ....

1
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
lain kali hati" ya Silla 🤭
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
berarti Yohan laper 🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
emang biasanya begitu wajahnya,datar 😐
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
karena seblak makanan favorit Silla 🤭
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
buat yg spesial ya 🤭🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
Ayo semangat Silla 💪🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
sabar Silla 🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
mereka terpesona 🤭
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
Waduh Silla,pagi" udah mengkhayal 🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
masa ditawarin seblak buat sarapan 🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
ga usah kasih alasan tapi bicaralah jujur Silla 🤭
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
mimpi gara" si Amat 🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
Dasar Silla 🤣🤣🤣
〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ
muka.u???
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
sodaranya kali tuh 🤭
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
masa Tante" 🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
bodo amat
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
berisi makanan
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!