Seorang pendekar tua membawa salah satu dari Lima Harta Suci sebuah benda yang kekuatannya bisa mengubah langit dan bumi.
Dikejar oleh puluhan pendekar dari sekte-sekte sesat yang mengincar harta itu, ia memilih bertarung demi mencegah benda suci itu jatuh ke tangan yang salah.
Pertarungan berlangsung tiga hari tiga malam. Darah tumpah, nyawa melayang, dan pada akhirnya sang pendekar pun gugur.
Namun saat dunia mengira kisahnya telah berakhir, seberkas cahaya emas, menembus tubuhnya yang tak bernyawa dan membawanya kembali ke masa lalu ke tubuhnya yang masih muda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon biru merah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 27. Makam Dewa (5)
Kembali ke Lin Yan.
"Sial, mengapa bisa menjadi seperti ini..." gerutu Lin Yan dengan nada kesal. Matanya menyapu sekeliling, penuh kewaspadaan dan ketegangan.
Di tengah ketegangan itu, suara Tan Ko terdengar lantang memecah keheningan.
"Sepertinya kalian tidak ada yang sungguh-sungguh menginginkan harta ini... Kalau begitu, biar aku saja yang mengambilnya," ucapnya, penuh percaya diri.
Dengan langkah cepat, Tan Ko maju ke arah kitab Raja Obat yang tergeletak di atas altar batu. Namun, sebelum tangannya sempat menyentuh kitab itu, seorang bawahan Cun Yin segera menghadangnya.
"Berhenti! Apa yang kau lakukan? Itu milik kami!" bentaknya tajam.
Tan Ko menoleh sedikit, senyumnya sinis. "Sepertinya... tidak ada jalan lain selain bertarung, ya?" tanyanya, meski nada suaranya lebih seperti sebuah tantangan daripada pertanyaan.
Hening.
Semua orang saling memandang, saling menimbang kekuatan. Tak satu pun bergerak, tak satu pun berbicara. Tegangan memenuhi udara seperti benang-benang halus yang bisa putus kapan saja.
Tiba-tiba, Tan Ko mengangkat tangannya.
"Serang mereka semua!"
Seruan itu disambut gemuruh langkah kaki. Dalam sekejap, para bawahan Tan Ko melompat ke medan tempur, menyerbu kelompok Cun Yin dan Lin Yan. Serangan demi serangan membelah udara, menggelegar seperti guntur.
Pertarungan pun pecah.
Lin Yan menggenggam erat pedang Merah Membara miliknya. Cahaya kemerahan dari bilah pedang berkilau tajam di tengah kekacauan. Ia menyambut serangan para bawahan Tan Ko tanpa gentar, mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh, setiap tebasan mengandung tenaga dalam yang menghentak.
Darah dan jeritan memenuhi udara.
Di sisi lain, Tan Ko bertarung sengit melawan salah satu pendekar suci dari kelompok Cun Yin. Dua kekuatan besar saling beradu, menciptakan ledakan demi ledakan yang mengguncang tanah di bawah kaki mereka.
Sementara itu, Lin Yan mulai mengaktifkan Teknik Pedang Air—gerakan halus namun mematikan yang mengalir seperti arus sungai. Bilah pedangnya seakan membelah angin dan air secara bersamaan, membuat beberapa musuh langsung terpental dengan luka yang dalam.
Salah satu pendekar dari kelompok musuh berteriak heran, "Bukankah itu... Teknik Pedang Air?!"
Beberapa pasang mata langsung menatap Lin Yan, bingung dan waspada. Teknik tersebut hanya dimiliki oleh Sekte Naga Air, sebuah sekte besar di Kerajaan We yang terkenal tertutup dan tidak pernah terlibat dalam urusan luar.
"Apa dia dari Sekte Naga Air?"
"Mengapa orang dari sekte tertutup itu ada di sini...?"
Bisik-bisik kebingungan itu tak dihiraukan oleh Lin Yan. Ia tetap fokus mengayunkan pedangnya, menusuk dan menangkis, tanpa memedulikan siapa yang menilai dirinya dari mana.
Melihat kemampuan Lin Yan yang luar biasa, Cun Yin mendekat dan berseru keras di tengah medan pertempuran.
"Hei! Bagaimana kalau kita bekerja sama sebentar?!"
Lin Yan melirik sekilas. "Apa untungnya bagiku?" tanyanya datar.
Cun Yin tersenyum licik. "Bagaimana kalau... kitab itu jadi milikmu?" ucapnya, walau jelas kalimat itu hanyalah taktik licik, tak lebih dari kebohongan untuk memanfaatkan Lin Yan.
Lin Yan bukan orang bodoh. Ia tahu Cun Yin hanya bermain kata. Namun ia juga tahu, jika terus bertarung sendirian, peluangnya untuk meraih kitab itu semakin kecil.
"Baiklah, aku terima tawaranmu."
Mendengar jawaban itu, Cun Yin tersenyum puas dan segera memberi isyarat. Beberapa pendekarnya segera bergerak maju, membantu Lin Yan membendung serangan demi serangan dari kelompok Tan Ko.
Pertarungan pun berubah arah.
Kini Lin Yan bertarung berdampingan dengan pendekar suci dari pihak Cun Yin. Serangan mereka lebih terkoordinasi, menekan para bawahan Tan Ko satu demi satu.
Tan Ko sendiri mulai merasakan tekanan. Meski kekuatannya besar, namun tekanan dari dua pendekar kuat sekaligus membuatnya harus bertahan dan terus bergerak menghindar.
Lin Yan menambahkan lebih banyak tenaga dalam ke dalam ayunan pedangnya. Setiap serangan terasa lebih berat dan tajam, membuat Tan Ko harus mengerahkan tenaga ekstra untuk menangkis.
Clang! Pedang Lin Yan dan Tan Ko beradu. Getaran dari benturan itu membuat udara bergetar, namun Lin Yan tak mundur sedikit pun. Ia terus menekan, memburu celah sekecil apa pun.
Tak mau kalah, Tan Ko menggertakkan gigi dan mengeluarkan jurus pamungkasnya.
"Teknik Pedang Darah Iblis!"
Aura gelap menyelimuti tubuh Tan Ko. Serangannya berubah liar, penuh kebencian dan kekuatan yang menghancurkan. Setiap tebasan pedangnya seperti mengoyak udara, menimbulkan pusaran angin yang mematikan.
Lin Yan dan pendekar suci di sampingnya mulai terdesak. Teknik Pedang Air milik Lin Yan masih bertahan, namun tekanan dari Tan Ko terus meningkat.
Peluh menetes dari pelipis pendekar suci. Nafasnya memburu. Gerakan tubuhnya mulai melambat.
Lin Yan melirik, sadar bahwa sekutunya sudah berada di batas kemampuan. Jika dia tumbang, aku akan sendirian lagi.
Tanpa ragu, Lin Yan mulai mengumpulkan tenaga dalamnya untuk mengaktifkan jurus tertingginya: Teknik Pedang Pembalik Surga. Aura di sekeliling tubuhnya mulai berubah, namun sebelum ia sempat mengayunkan pedangnya, Tan Ko melompat tinggi dan mengirim satu jurus mematikan ke arahnya.
Boom!
Ledakan tenaga dalam membuat tubuh Lin Yan terpental ke belakang, menghantam dinding batu dengan keras. Debu dan batu beterbangan ke udara.
Namun Lin Yan bukan orang yang mudah menyerah. Ia bangkit perlahan, tubuhnya penuh luka dan nafasnya terengah. Namun matanya masih tajam, penuh tekad.
Ketika ia kembali menatap ke depan, ia melihat Tan Ko—berdiri di tengah reruntuhan altar—telah berhasil mendapatkan Kitab Raja Obat.
Dengan wajah puas, Tan Ko mengangkat kitab itu tinggi-tinggi.
"Akhirnya... Kitab ini milikku!"
Namun belum sempat ia membuka halaman pertamanya, getaran besar mengguncang seluruh tempat. Tanah bergemuruh, dinding-dinding mulai retak.
Dari bawah altar, sebuah lubang gelap muncul dan menyedot kitab itu. Tan Ko berusaha mempertahankannya, tapi kekuatan hisapan dari lubang itu terlalu kuat.
Kitab itu terlepas dari tangannya dan lenyap masuk ke dalam kegelapan.
Tiba-tiba, aura menakutkan menyelimuti ruangan. Dari dalam lubang itu, muncul sesosok roh—tingkat pendekar mitos, kekuatan yang jauh melampaui mereka semua.
Semua orang terdiam, termasuk Lin Yan.
Roh itu melesat ke arah Tan Ko. Tan Ko mencoba menghindar, namun terlalu lambat. Dalam sekejap, tangan dan kaki kanannya terpenggal oleh serangan roh itu.
"Aaaarrghhh!" Tan Ko menjerit kesakitan, tubuhnya roboh di tanah, darah mengalir deras.
Namun penderitaannya belum selesai. Getaran kedua terjadi—kali ini lebih besar. Langit-langit mulai runtuh, lantai mulai retak. Tempat itu akan segera runtuh sepenuhnya.
Lin Yan menatap semuanya dengan ekspresi muram. Kitab yang seharusnya bisa ia dapatkan kini telah lenyap. Jika saja... jika saja ia lebih kuat, mungkin semuanya bisa berbeda.
Namun kini bukan saatnya menyesali.
Lin Yan menguatkan kakinya dan segera berlari, meninggalkan tempat itu secepat mungkin sebelum semuanya tertimbun puing-puing.