kisah seorang gadis yatim piatu yang memperjuangkan panti dari orang yang ingin mengambil tempat tinggal anak - anak panti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon komah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Roti
Sebelum Airin pulang sekolah dia ketoilet terlebih dulu, setelah selesai ternyata didepan pintu ada gengnya Giesel berdiri menunggunya sambil melipat tangannya kedada menatap tidak suka.
"Eh, Giesel anak om Aryo kan, kamu sekolah disini juga?" tanya Airin. Memang dia baru tau kalau Giesel juga sekolah disini.
"Heh, jangan sok akrab lu" kata Amelia sinis. Airin merasa mereka tidak begitu suka denganya dari tatapanya sudah terlihat jelas.
"Ya kita memang harus akrab, karena kita saudara kan?" Airin menjelaskan.
"Siapa juga yang mau punya saudara kayak lu?" tatap Giesel sinis.
"Jangan mimpi" kata Lila.
"Lu tu cuma beruntung aja, tetap saja lu nggak pantas menjadi keluarga Agantara. Lu hanya babu" hina Giesel. Airin mencoba tersenyum dan tenang hinaan dari Giesel, ya walaupun benar dulu dia seorang babu.
"Ya aku memang beruntung terlahir dari keluarga Agantara. Dan apa salahnya jadi babu dengan menjadi babu kita bisa belajar mandiri bukan cuma hanya minta duwit pada orang tua saja kan" setelah mengatakan itu Airin pergi meninggalkan mereka. Mereka terperangah kata dari Airin, mereka kalah.
"Heh, gue belum selesai bicara" panggil Giesel, Airin berhenti.
"Mau ngobrol? Kalau kalian mau mengobrol jangan dikamar mandi" kata Airin lalu dia kembali berjalan menjauh.
"Heh..." panggil Amelia, tapi Airin pura - pura tidak mendengarkanya.
"Sial" kesal Giesel.
Airin berjalan menuju terminal dia akan naik bus saja, karena papanya yang janji mau menjemputnya belum datang. Semenjak menjadi bagian dari keluarga Agantara Airin sudah tidak pernah naik bus lagi dia merindukan suasana didalam bus.
Setelah sampai rumah mamanya ngomel - ngomel karena Airin pulang sendiri, suaminya tidak menjemput putrinya. Airin hanya tersenyum melihat mamanya ngomel - ngomel sama papanya yang masih dikantor.
Malam harinya.
Setelah Airin keluar dari dapur diberjalan berpapasan dengan Shaka, Shaka mencoba menyapa dengan menundukan kepalanya. Tapi Airin tidak membalasnya dia masih berjalan begitu saja tidak memperdulikan Shaka yang menyapanya bahkan dia sengaja sedikit menyenggolkan bahunya dengan bahu Shaka.
Shaka mengerutkan alisnya, kenapa akhir - akhir ini dia aneh sekali pikirnya. Biasanya malu - malu dan salting sendiri bila bertemu denganya.
"Emang lu apakan dia?" tanya Arga tangan sambil menyenderkan dibahu Shaka.
"Tidak ada" jawab Shaka.
"Lalu kenapa dia sentimen banget sama lu?" tanya Arga lagi. Shaka hanya menaikan bahunya tanda dia tidak tau.
Arga duduk disebelah Airin yang lagi membaca buku sambil mencomot kripik kentang yang Airin makan.
"Sedang apa adiku yang paling manis ini?" tanya Arga.
"Lagi cuci piring" jawab asal Airin. Masih fokus dengan bukunya dan memasukan kripik kedalam mulutnya.
"Beuh..."
"Tau lagi baca buku pake tanya" kata Airin sambil mengunyah makanannya.
"Non ini rotinya" Sari memberikan sesuatu didalam plastik hitam.
"Makasih mbak Sari jadi ngrepotin mbak Sari" ucap Airin.
"Tidak kok non, kalau butuh apa - apa lagi panggil aja non" ucap Sari.
"Udah aku bilang jangan panggil non" omel Airin pelan, Sari hanya tersenyum.
"Kalau gitu saya permisi non" pamit Sari, Airin mengangguk.
"Rotinya kakak mau dong" Arga mengambil plastik Airin karena dia kira isinya benaran roti.
"Jangan" Airin merebut kembali plastik miliknya. Karena gerakan tanganya sangat cepat, plastik langsung sobek dan isinya jatuh semua.
Arga melotot melihat tiga bungkus pembalut, Airin buru - buru mengambil.
"Mmm pantesan galak kayak macan, rawr " kata Arga sambil menunjukan kedua tangannya, kayak macan beneran akan menerkam mangsanya.
"Apaan sih" Airin malu kakaknya tau kalau dia lagi datang bulan.
"Kakak tau, kamu lagi cemburu kan sama Shaka?" tebak Arga mendekatkan badanya ke Airin.
"Ce cemburu gimana?" tanya Airin pura - pura nggak ngerti.
"Kamu suka kan sama dia?" goda Arga mengerakan kepalanya menunjuk pada Shaka.
"Nggak" jawab Airin.
"Jangan bohong deh" Arga maksa banget adiknya mengakuinya.
"Iiis apaan sih kak"
"Tu kan benar" Arga masih saja menggoda Airin "Iya aku yakin, tu mukanya malu - malu gitu" Arga tertawa puas bisa menggoda adiknya, dia menjauh, sepertinya Airin mulai kesal dia goda terus.
Arga buru - buru akan kabur, ya Airin kesal sekali Arga menggodanya terus. Dengan membalaskan dendamnya Airin melempar Arga dengan pembalut yang dia pegang.
Puk.
Pembalut terbang tepat mengenai kepala Shaka dan jatuh ditangannya. Karena larinya Arga mengarah ke Shaka, pas saat Shaka berjalan menuju mereka juga, Arga tertawa.
Airin membuka mulutnya lebar - lebar timpukanya tidak tepat sasaran malah kena kepala Shaka. Dia semakin malu, Shaka memegang pembalutnya.
"Apa ini?" tanya Shaka polos mengamati bungkusan yang empuk itu.
Dengan segera Airin merebut pembalutnya yang dipegang Shaka, lalu lari menaiki tangga menuju kamarnya. Arga masih terbahak.
"Ada yang lucu?" tanya Shaka karena Arga masih terbahak, apa lagi saat Shaka tidak tau barang apaan dia pegang tadi.
"Lu tu nggak tau itu apaan?" tanya Arga masih menahan tawa.
"Tidak" jawab Shaka tanpa ekspresi. Dia bingung Arga malah semakin keras tertawanya.
"Kenapa kamu Arga? Tertawa sampai segitunya, sampai kedengar dikamar mama" mama Agata datang karena mendengar suara brisik dilantai bawah. Sebenarnya sih tidak kedengaran tapi karena saat Agata akan turun dari tangga baru kedengaran.
"Kenapa dia tertawa Shaka?" tanya Agata, karena Arga tidak menjawab masih saja menahan tawanya.
"Maaf nyonya saya tidak tau" jawab Shaka.
Lalu Agata geleng - geleng melihat putranya yang tertawa puas sekali.
sehari agar shaka mau menggendongnya