NovelToon NovelToon
DEWA PERANG NAGA TERLARANG: Menantu Sampah Yang Mengguncang Langit

DEWA PERANG NAGA TERLARANG: Menantu Sampah Yang Mengguncang Langit

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Balas Dendam / Robot AI / Anak Yang Berpenyakit / Kultivasi Modern
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Zen Feng

Baskara—menantu sampah dengan Sukma hancur—dibuang ke Jurang Larangan untuk mati. Namun darahnya membangunkan Sistem Naga Penelan, warisan terlarang yang membuatnya bisa menyerap kekuatan setiap musuh yang ia bunuh. Kini ia kembali sebagai predator yang menyamar menjadi domba, siap menagih hutang darah dan membuat seluruh kahyangan berlutut. Dari sampah terhina menjadi Dewa Perang—inilah perjalanan balas dendam yang akan mengguncang sembilan langit!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Feng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 25: MENGHANCURKAN HARGA DIRI KSATRIA

ARENA KELUARGA CAKRAWALA - SEMI FINAL

Hening.

Ribuan pasang mata terpaku pada dua sosok di tengah arena batu.

Di sisi kiri, Indra. Pria 38 tahun berarmor kulit hitam, memancarkan aura pembunuh yang pekat. Ia adalah veteran yang hidup dari darah. Ranah Inti Emas Bintang 2.

Di sisi kanan, Baskara. Pemuda 19 tahun dengan jubah hitam sederhana. Tanpa armor. Tanpa senjata. Hanya ketenangan yang meresahkan.

Indra berdiri dengan kuda-kuda sempurna. Tangan kanannya meraih gagang pedang besar di punggungnya.

"Anak muda," suara Indra rendah, serak, tanpa emosi. "Kau beruntung bisa sampai sejauh ini. Lawanmu sebelumnya hanyalah anak-anak ayam."

SRENG!

Indra menarik pedang besarnya.

Suara gesekan logam bergema nyaring. Senjata itu mengerikan—panjang dua meter, lebar dua puluh sentimeter, tebal dan berat. Namun di tangan Indra, besi seberat 50 kilogram itu seringan bulu angsa.

Indra mengayunkan pedangnya sekali.

WHOOSH!

Angin tajam tercipta, membuat penonton di barisan depan mundur ketakutan.

"Tapi ini..." Indra menunjuk Baskara dengan ujung pedangnya. "...adalah akhir jalanmu."

Baskara tidak menjawab. Ia hanya berdiri santai, tangan tergantung lemas di sisi tubuh. Matanya hitam kelam, tenang seperti permukaan danau sebelum badai.

Tidak ada rasa takut. Tidak ada keraguan.

Di tribun kehormatan, Wibawa memajukan tubuhnya, mencengkeram sandaran kursi. 'Bunuh dia, Indra. Kau sudah membunuh puluhan Inti Emas. Jangan gagal.'

Di sudut gelap tribun, wanita berambut pirang tersenyum tipis. "Akhirnya," bisiknya pada Bharata. "Pertunjukan sebenarnya dimulai."

Wasit menelan ludah, lalu berteriak.

"MULAI!"

WUSH!

Indra lenyap dari tempatnya.

Kecepatannya mengejutkan untuk seseorang yang membawa senjata raksasa.

"PEDANG KILAT: TEBASAN PEMBELAH GUNUNG!"

Indra muncul di atas Baskara. Pedang besarnya menyambar vertikal, siap membelah pemuda itu dari ubun-ubun hingga selangkangan.

Udara menjerit saat baja itu turun.

Tapi Baskara...

Hanya melangkah mundur. Satu langkah kecil. Santai.

BOOM!

Pedang raksasa itu menghantam lantai tepat di tempat Baskara berdiri sedetik lalu.

Lantai batu meledak. Retakan menjalar seperti jaring laba-laba. Pecahan keramik beterbangan bagai peluru.

"GILA! ITU HAMPIR KENA!" teriak penonton.

Indra tidak berhenti. Ia memutar pergelangan tangannya, mengubah momentum hantaman menjadi tebasan horizontal.

"TEBASAN PENYAPU BADAI!"

Bilah pedang menyapu ke arah pinggang Baskara. Cepat. Mematikan.

Baskara melompat ringan, setengah meter ke udara. Pedang itu lewat di bawah kakinya, terus melaju hingga menghantam pilar batu di pinggir arena.

BRAK!

Pilar itu retak dan runtuh sebagian.

Indra menggeram. Ia melancarkan kombinasi serangan gila.

"TUSUKAN! SILANG! GANDA!"

CLANG! BOOM! SWISH!

Serangan bertubi-tubi menghujani arena. Setiap ayunan pedang Indra membelah angin dengan suara petir. Setiap benturan menghancurkan lantai.

Namun, Baskara... menghindar dari semuanya.

Dengan gerakan minimalis.

Geser ke kiri. Pedang menghantam lantai.

Menunduk. Pedang memotong udara di atas kepala.

Berputar. Pedang meleset satu inci.

Setiap gerakan Baskara begitu efisien, begitu presisi, seolah ia bisa melihat masa depan. Seolah ia menari di sela-sela badai kematian.

Lima menit berlalu.

Arena sudah hancur lebur. Setengah lantai menjadi puing.

Tapi Baskara?

Jubahnya hanya sedikit berdebu. Tidak ada satu goresan pun di kulitnya. Napasnya masih teratur.

Indra berhenti. Napasnya memburu. Keringat membasahi wajahnya. Otot-ototnya mulai menjerit karena kelelahan mengayunkan beban berat dengan kecepatan tinggi.

Ia menatap Baskara dengan frustrasi yang mulai bercampur horor.

"Bagaimana..." suaranya parau. "Bagaimana kau bisa membaca semua seranganku?!"

Baskara berdiri lima meter di depannya. Wajahnya datar.

"Karena," jawab Baskara, suaranya tenang namun menusuk, "seranganmu kasar. Lambat. Dan penuh celah."

JLEB.

Harga diri Indra retak. Dia adalah ahli pedang terbaik di dunia bayaran. Dan bocah ingusan ini menyebutnya lambat?

"JANGAN SOMBONG, BOCAH!"

Indra mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. Aura merah darah meledak dari tubuhnya, mengalir ke bilah pedang hingga senjata itu membara seperti besi panas.

"INI TEKNIK PAMUNGKASKU! TERIMALAH KEMATIANMU!"

Tekanan Prana membuat udara bergetar hebat.

"PEDANG KILAT: HUJAN SERIBU BILAH!"

Indra melompat tiga meter ke udara. Ia mengayunkan pedangnya dengan kecepatan di luar nalar.

Satu ayunan. Sepuluh. Dua puluh per detik.

Setiap ayunan melepaskan gelombang energi berbentuk bilah pedang. Ratusan bilah energi merah menghujani Baskara dari segala arah, tanpa celah, tanpa ampun.

BOOM! BOOM! BOOM! BOOM!

Area tempat Baskara berdiri meledak. Debu tebal membumbung tinggi. Lantai arena hancur menjadi serbuk.

Serangan itu berlangsung selama tiga puluh detik penuh.

Saat Indra mendarat, ia nyaris ambruk. Prana-nya terkuras habis. Ia menatap kepulan asap tebal di depan.

'Mustahil dia selamat. Bahkan Inti Emas Bintang 5 akan cacat terkena itu...'

Asap perlahan menipis tertiup angin.

Dan saat pandangan kembali jelas...

Mata Indra melotot.

Baskara masih berdiri.

Di tengah kawah kehancuran, ia berdiri tegak dengan tangan terlipat di dada.

Tidak terluka. Tidak berdarah.

Hanya jubahnya yang sedikit robek di bagian bahu.

Ia menatap Indra, dan untuk pertama kalinya, sudut bibirnya terangkat.

Senyum iblis.

"Sudah selesai?"

Indra mundur selangkah. 'Monster... Dia monster!'

Tapi Indra adalah profesional. Ia tidak boleh mundur. Ia dibayar untuk membunuh atau mati.

Dengan sisa tenaga terakhir, ia meraung. Ia mengangkat pedang besarnya dan berlari menerjang Baskara. Serangan putus asa.

"MATIIII!!!"

Pedang itu menyabet horizontal ke arah leher Baskara.

Dan saat bilah baja itu berjarak satu jengkal dari kulitnya...

Baskara bergerak.

Bukan menghindar. Bukan mundur.

Ia melangkah maju.

Kakinya terangkat, lalu menghentak ke bawah.

TAP!

Baskara MENGINJAK bilah pedang besar itu tepat saat sedang melaju kencang.

Hantaman kakinya begitu kuat hingga pedang itu terhantam ke tanah seketika, menghentikan momentum ayunan Indra secara paksa.

DUAR!

Lantai retak di bawah pedang.

Tangan Indra terasa kebas luar biasa akibat recoil (hentakan balik) yang brutal.

‘Apa-apaan kekuatan fisik ini?!’

Sebelum Indra sadar, kaki kiri Baskara bergerak. Tendangan kilat ke gagang pedang.

TANG!

Pedang besar itu terlepas dari genggaman Indra, berputar di udara, lalu menancap di lantai batu lima meter jauhnya.

Indra menatap tangannya yang kosong dengan tatapan kosong.

Ia mendongak, melihat Baskara yang kini berdiri tepat di hadapannya. Jarak nol.

"Terima kasih atas pertunjukannya," kata Baskara datar. "Sekarang giliranku."

Baskara melangkah santai menuju pedang yang menancap itu.

Indra berlari mengejar, mencoba merebut senjatanya kembali.

Terlambat.

Baskara mencabut pedang raksasa itu dengan satu tangan, seolah mencabut rumput. Ia memegangnya di depan wajah Indra yang membeku.

Lalu... tangan Baskara mencengkeram bilah baja itu.

KREK...

Logam itu mengerang.

KRAAAK!

Di depan ribuan mata yang tak berkedip, Baskara MEMATAHKAN pedang baja pusaka itu dengan tangan kosong.

Patahan logam jatuh berdenting ke lantai.

TING...

Arena sunyi senyap. Hening mutlak.

Indra mundur, gemetar hebat. "Mustahil..."

Baskara melempar gagang pedang ke samping.

"Kau bertarung dengan baik," ucapnya. "Tapi ini berakhir sekarang."

Satu langkah.

Satu pukulan.

Tinju kanan Baskara melesat lurus ke dada Indra. Tanpa teknik. Tanpa kilatan cahaya. Hanya Prana yang dipadatkan secara ekstrem.

BUAGH!

Dampaknya terdengar seperti ledakan meriam.

BOOM!

Tubuh kekar Indra terlipat, lalu terlempar ke belakang laksana boneka kain yang ditendang raksasa. Ia melayang sepuluh meter, melewati garis batas, dan menghantam dinding tribun penonton hingga retak.

BRUK.

Indra jatuh. Mata putih. Dada amblas. Pingsan total.

Wasit butuh lima detik untuk mengumpulkan nyawanya kembali. Ia mengangkat tangan dengan gemetar.

"PE-PEMENANG... BASKARA ATMAJA DIRGANTARA!"

ROAAARRR!

Bukan sorakan biasa. Ini adalah ledakan ketidakpercayaan.

"DIA MENANG!"

"DIA MEMATAHKAN PEDANG DENGAN TANGAN KOSONG!"

"MONSTER! DIA MONSTER!"

Di tribun Tetua, Patriark Dharma terduduk lemas. Tatapannya berubah total. Dari meremehkan menjadi... takut.

Wibawa? Ia sudah tidak bisa berdiri. Wajahnya seputih kertas, giginya bergemeretak.

Baskara berdiri sendirian di tengah arena yang hancur. Ia tidak merayakan kemenangan. Ia tidak melambai ke penonton.

Perlahan, ia memutar kepalanya.

Matanya menembus kerumunan, menembus jarak, langsung mengunci sosok Wibawa di tribun kehormatan.

Tatapan itu dingin. Tajam. Mematikan.

'Kau berikutnya.'

Di pojok gelap arena, wanita berambut pirang tersenyum lebar.

"Luar biasa," bisiknya. "Dia benar-benar permata kasar."

“Setahun lagi, waktu yang cukup baginya untuk bertarung melawanku dengan seimbang,” ujar pria rambut merah.

“Mungkin kurang dari setahun, Bharata.” Wanita itu tertawa, semakin menambah kecantikannya.

Wasit kembali naik ke panggung, suaranya parau.

"Pertandingan semi-final berakhir, dan kemudian..."

Jeda dramatis.

"FINAL TURNAMEN KELUARGA CAKRAWALA!"

"BASKARA ATMAJA DIRGANTARA... MELAWAN... WIBAWA CAKRAWALA!"

Arena mendidih.

"BALAS DENDAM!" teriak seorang penonton.

"BALAS DENDAM!" teriak yang lain.

Baskara berjalan turun dengan tenang.

[Pertarungan yang bagus, Tuan. Anda mendominasi tanpa membuka kartu As.]

'Belum selesai,' batin Baskara sambil melirik Wibawa yang sedang dipapah keluar oleh pelayan. 'Pertarungan sesungguhnya baru akan dimulai.'

RUANG GELAP DI BAWAH TRIBUN

Wibawa berlutut di lantai batu yang dingin, bau alcohol menyeruak dari mulutnya sementara air mata membasahi wajahnya yang pucat.

"Kakek... aku tidak bisa," isaknya. "Kau lihat itu? Dia mematahkan baja dengan tangan kosong! Dia akan membunuhku! Aku tidak mau mati!"

Tetua Satriya menatapnya dengan ekspresi dingin dan jijik.

"Berdiri," perintahnya.

"Aku mau mundur! Aku menyerah!"

"Kau tidak bisa mundur. Kehormatan keluarga ada di pundakmu." Satriya mengeluarkan sebuah botol kecil berisi cairan merah pekat yang bergejolak. “Jangan jadi pecundang seperti Ayahmu.”

"JANGAN BANDINGKAN AKU DENGAN PRIA ITU!" teriak Wibawa dengan tatapan tajam.

Satriya membeku beberapa detik, kemudian tersenyum.

"Minum ini sebelum pertandingan."

Wibawa menatap botol itu. "Apa... apa ini?"

"Pil Ledakan Darah. Ini akan membakar Jing (esensi darah) dalam tubuhmu, meningkatkan kekuatanmu tiga kali lipat selama sepuluh menit. Cukup untuk menghancurkan kepala Baskara."

Tangan Wibawa gemetar saat meraih botol itu. "Efek... efek sampingnya?"

"Kau akan lumpuh total selama sebulan. Mungkin kultivasimu akan turun satu tingkat," jawab Satriya datar. "Tapi kau akan hidup. Dan kau akan menang."

Satriya membungkuk, berbisik di telinga Wibawa.

"Pilih, Wibawa. Lumpuh sementara dan jadi pahlawan... atau mati sebagai pengecut di tangan sepupumu?"

Wibawa menggenggam botol itu erat-erat hingga kacanya berderit. Matanya yang basah kini dipenuhi kegilaan.

"Aku... aku akan meminumnya."

[BERSAMBUNG KE BAB 26]

1
Meliana Azalia
Hahahaha 🤣
Ronny
Alamak ngerinyoo, lanjut thor🔥
Heavenly Demon
anjayy manteb manteb keren ni Baskara
Zen Feng
Feel free untuk kritik dan saran dari kalian gais 🙏
Jangan lupa like dan subscribe apabila kalian menikmati novelku 😁😁
Ren
mantab saya suke saya suke /Drool/
Ren
kedelai tidak jatuh di lubang yang sama dua kali👍
Ren
nasib orang lemah dimana mana selalu diremehin 😭
apang
toorrrrr si wibawa harus dimatiin ya
Ronny
Nekat si mc nekat banget
Heavenly Demon
suka banget pembalasan dendamnya, mntabss
Heavenly Demon
pembalasan dendam yang satisfying
Heavenly Demon
mantab dari cupu jadi suhu
Abdul Aziz
anjay seru banget figtnya ga cuma ngandelin otot tapi otak juga, brutal parah 😭 jangan sampe berhenti di tengah jalan thor, harus sampe tamat ya!!!
oya untuk tingat ranah bisa kamu jelasin lebih detail thor di komen agak bingung soalnya hehe
Abdul Aziz
gila gila bener bener brutal! mantab👍
Abdul Aziz
hoho balas dendam pertama
Abdul Aziz
lanjut lanjut thor gila fightnya brutal banget keren👍👍👍
Abdul Aziz
anjai modyar kan lo hampir aja
Abdul Aziz
kena batunya lo bas, keras kepala si lo
Abdul Aziz
huahahaa🤣 otaknya uda sengklek
Abdul Aziz
blak blakan banget ini mesin 🤣🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!