Mengisahkan Keyla Ayunda seorang janda yang baru saja kehilangan saja kehilangan suaminya namun harus menghadapi kenyataan bahwa sang adik ipar rupanya menyimpan perasaan padanya. Drama pun terjadi dengan penuh air mata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tuduhan Liar
“Warungku…” bisik Zehra, air mata mengalir deras di wajahnya, bercampur dengan bau asap. Ia tidak menangisi uang; ia menangisi kehancuran simbol kemandiriannya. Ia telah melarikan diri dari api emosional Rezi, hanya untuk diserang api fisik oleh kecemburuan yang kejam.
Tak lama kemudian, petugas pemadam kebakaran tiba. Mereka bekerja keras melawan amukan api, tetapi bangunan warung yang sebagian besar terbuat dari kayu sudah tidak tertolong. Ketika api berhasil dipadamkan, yang tersisa hanyalah reruntuhan hangus dan kerangka bangunan yang menyedihkan.
Zehra berdiri di sana hingga subuh, ditemani para pegawainya yang setia. Kekuatan yang selama ini ia kumpulkan runtuh. Ia menatap puing-puing itu dan berbisik, “Bu Runi… kau tidak hanya membakar warungku. Kau membakar semangatku.”
Ia tahu, ia harus bangkit lagi, tetapi rasa sakit ini terasa jauh lebih parah daripada perceraiannya.
****
Di Jakarta, Keyla Ayunda sedang menikmati kelegaan. Rezi telah kembali, membawa kabar kemenangan bahwa somasi dibatalkan. Rezi meyakinkannya bahwa ia aman, dan Keyla kini harus fokus membangun kembali kariernya.
Tepat saat Keyla merasa beban berat di pundaknya terangkat, ponselnya bergetar. Sebuah e-mail anonim masuk. Subjeknya: Kebenaran di Balik Kecelakaan Ardito.
Keyla ragu sejenak, tetapi nalurinya mendesaknya untuk membuka e-mail itu.
Keyla ragu sejenak, tetapi nalurinya mendesaknya untuk membuka e-mail itu.
Di dalamnya, tidak ada kata-kata caci maki seperti surat somasi Nazlian. Yang ada hanya berkas digital yang sangat rinci: laporan teknis kecelakaan, rekaman panggilan telepon, dan laporan bank yang mencurigakan.
Keyla membaca dengan napas tercekat. Laporan itu menuduh bahwa kecelakaan mobil Ardito bukanlah kecelakaan murni. Mobil Ardito mengalami sabotase pada sistem rem.
Laporan anonim itu merinci: beberapa hari sebelum kecelakaan, sejumlah besar dana ditransfer ke rekening seorang teknisi bengkel mobil lama. Dana tersebut berasal dari rekening korporasi yang terdaftar atas nama Rezi Deja. Rekaman panggilan menunjukkan Rezi sempat melakukan panggilan tertutup beberapa kali dengan teknisi yang sama.
Pesan anonim itu berbunyi:
Rezi Deja, pria yang pura-pura menjadi pelindungmu, adalah dalang di balik kematian suamimu. Dia mensabotase mobil Ardito agar dia bisa mendapatkanmu. Dia menghancurkan Zehra, lalu membunuh Ardito. Dia adalah pembunuh yang bersembunyi di balik ‘cinta’.
Keyla menjatuhkan ponselnya ke lantai. Matanya terbelalak, napasnya memburu, air mata tidak lagi mengalir—ia terlalu shock.
Selama ini, ia berduka atas Ardito. Ia membenci Rezi karena pengkhianatannya pada Zehra. Ia menerima perlindungan Rezi karena ia pikir itu hanya obsesi. Tapi pembunuhan? Sabotase sistem rem? Rezi membunuh suaminya agar bisa mendekatinya?
****
Bayangan Rezi, dengan wajah lelah dan janji penuh kemenangan untuk ‘melindunginya’, muncul di benak Keyla. Rezi yang memegang tangannya di pemakaman. Rezi yang selalu tahu kopi kesukaannya. Rezi yang membersihkan jalannya dari Nazlian.
Semua itu, kini terasa seperti skenario terencana yang mengerikan. Rezi tidak hanya mencintainya; Rezi menciptakan ruang kosong untuk dirinya sendiri dalam hidup Keyla.
Keyla merasa mual. Ia mengambil ponselnya lagi, tangannya gemetar. Ia harus melihat Rezi. Ia harus melihat mata pria itu.
Ia menatap file laporan bank itu. Ada transfer dana yang jelas dari rekening PT. DEJATAMA – milik Rezi.
Keyla merasakan kemarahan dingin yang jauh lebih kuat daripada yang ia rasakan pada Nazlian Inci. Rezi tidak hanya jahat; ia adalah monster yang bersembunyi di balik topeng penyelamat.
Ia meraih kunci mobilnya. Ia harus menghadapi Rezi, sekarang juga. Ia harus tahu kebenaran ini. Jika ini benar, maka utang budinya pada Rezi adalah utang pada iblis.
Keyla Ayunda yang baru, yang selamat dari somasi dan teror, kini harus menghadapi rahasia tergelap yang mengancam untuk menghancurkan seluruh kepercayaannya pada realitas.
****
Bandung. Sisa-sisa Dapur Magnolia cabang pertama masih berasap. Zehra Magnolia, meskipun hancur, menolak untuk menyerah pada kehancuran. Ia berdiri di reruntuhan warungnya, dikelilingi oleh petugas kepolisian yang menyelidiki kasus pembakaran itu.
“Bu, kami yakin ini kasus pembakaran disengaja. Ada bekas bensin yang disiramkan,” kata salah seorang petugas.
Zehra menatap reruntuhan itu, matanya tajam. “Saya tahu siapa pelakunya. Bu Runi Rosilawati. Dia sudah mengancam dan memfitnah saya karena cemburu.”
Namun, Bu Runi, yang kini mendengar kabar bahwa Zehra menuduhnya sebagai dalang, langsung bereaksi.
“Zehra Magnolia menuduhku?! Itu fitnah besar!” teriak Bu Runi pada reporter lokal yang mengerubunginya. Warungnya memang sepi, tetapi ia kini menjadi sorotan. “Saya tidak tahu apa-apa! Saya cuma mengkritik masakan. Dia yang terbakar karena penglarisnya tidak mempan lagi! Saya akan menggugat dia atas pencemaran nama baik!”
Bu Runi, didorong oleh dendam dan kebutuhan untuk mengalihkan perhatian, menolak keras tuduhan itu. Zehra menyadari, tanpa bukti kuat, tuduhannya akan sia-sia, dan ia akan kembali terjerat masalah hukum.
“Saya harus mencari bukti,” bisik Zehra pada dirinya sendiri. Ia segera mengerahkan semua sumber dayanya—karyawannya, koneksi media, dan bahkan seorang detektif swasta sederhana—untuk melacak preman yang dibayar Bu Runi. Ia tidak akan membiarkan fitnah dan kejahatan ini lolos begitu saja.
****
Jakarta. Di apartemen yang mewah, Keyla Ayunda berdiri di hadapan Rezi. Di tangan Keyla, terlipat surat anonim dan file transfer dana yang menuduh Rezi sebagai dalang sabotase rem mobil Ardito. Keyla mengkonfrontasi Rezi sesaat setelah pria itu kembali dari Istanbul.
Wajah Keyla pucat pasi, matanya memancarkan gabungan rasa ngeri dan amarah yang belum pernah Rezi lihat.
“Jelaskan ini, Rezi!” Keyla melempar dokumen itu ke meja, suaranya bergetar tetapi penuh perintah. “Jangan coba berbohong padaku! Katakan padaku kau tidak membunuh Ardito!”
Rezi melihat dokumen itu dan wajahnya langsung berubah. Ia mengenali pola serangan Nazlian Inci. Ini bukan sekadar fitnah bisnis; ini adalah serangan terhadap inti hubungan mereka.
“Itu bohong, Keyla! Itu fitnah keji!” seru Rezi, bergegas mendekat, tetapi Keyla mundur, menolak sentuhannya.
“Jangan sentuh aku! Aku tidak bisa mempercayai apa pun yang keluar dari mulutmu!” bentak Keyla. “Dokumen ini menuduhmu membayar teknisi untuk menyabotase rem mobil Ardito! Uang itu dari rekening korporasimu! Kau membunuh suamiku agar bisa menjadi pahlawanku!”
****
Rezi menghela napas panjang, mencoba mengendalikan kepanikannya. Ia harus meyakinkan Keyla, atau ia akan kehilangan wanita itu selamanya.
“Keyla, dengarkan aku. File ini dikirim oleh Nazlian Inci,” Rezi menjelaskan dengan nada mendesak. “Dia adalah pengusaha Turki yang baru saja kuhancurkan. Dia membalas dendam dengan cara ini, menghancurkan kepercayaanmu padaku. Ya, uang itu memang dari rekeningku, tapi transfer itu—"
Rezi tiba-tiba terdiam. Ia ingat. Beberapa bulan lalu, ia memang memberikan uang kepada seorang teknisi mobil kenalan lama Ardito, tetapi bukan untuk sabotase.
“Aku… aku memang memberikan uang pada teknisi itu, tapi bukan untuk membunuh Ardito!” Rezi mencoba menjelaskan. “Ardito ingin mobilnya dimodifikasi, dia ingin sistem remnya di upgrade untuk balapan off-road yang akan datang. Dia tidak ingin kau khawatir, jadi dia memintaku yang mengurus pembayaran dan kerahasiaannya!”