Istri penurut diabaikan, berubah badas bikin cemburu.
Rayno, pria yang terkenal dingin menikahi gadis yang tak pernah ia cintai. Vexia.
Di balik sikap dinginnya, tersembunyi sumpah lama yang tak pernah ia langgar. Ia hanya akan mencintai gadis yang pernah menyelamatkan hidupnya.
Namun ketika seorang wanita bernama Bilqis mengaku sebagai gadis itu, hati Rayno justru menolak mencintainya.
Sementara Vexia perlahan sadar, cinta yang ia pertahankan mungkin hanyalah luka yang tertunda.
Ia, istri yang dulu lembut dan penurut, kini berubah menjadi wanita Badas. Berani, tajam, dan tak lagi menunduk pada siapa pun.
Entah mengapa, perubahan itu justru membuat Rayno tak bisa berpaling darinya.
Dan saat kebenaran yang mengguncang terungkap, akankah pernikahan mereka tetap bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Terlalu Meyakinkan
Dani spontan menutup mulut saat melihat Rayno. Berdiri menghadap dinding, bahu naik-turun menahan napas berat.
Kepalan tangannya masih menempel di dinding yang kini retak tipis.
Dani menelan ludah, langkahnya terhenti beberapa meter di belakang sang majikan.
Wajah Rayno… bukan sekadar marah. Ada sesuatu yang jauh lebih dalam di baliknya.
Frustrasi. Luka. Dan sesuatu yang tampak seperti kehilangan.
Udara di lorong itu berat.
Begitu berat sampai Dani harus menahan diri untuk tidak ikut terhimpit.
"Tadi Vexia keluar dari arah sini, wajahnya jelas kesal. Sekarang Tuan Rayno… seperti ini."
Dani memutar pandangan, memastikan tak ada siapa pun di lorong itu selain dirinya dan sang majikan.
Sunyi.
Hanya napas berat Rayno yang terdengar samar.
"Vexia keluar dari sini dengan wajah marah. Ia bilang soal suami…"
Dani menelan ludah, pikirannya berputar cepat, menyusun potongan yang ia lihat sejak pagi.
Luka di tangan dan bibir Rayno.
Tatapan aneh di depan ruang rapat.
Ketenangan palsu saat rapat berlangsung.
Rayno yang tiba-tiba melihat CCTV ruang administrasi.
Lalu makan siang di kantin. Sesuatu yang tak pernah ia lakukan selama bertahun-tahun.
Wajah suram saat Vexia dekat dengan seorang pria.
Dan kini… meninju dinding setelah Vexia lewat dari arah sini.
Semua potongan itu bersatu menjadi satu dugaan yang membuat tengkuk Dani meremang.
"Jangan-jangan… mereka suami istri."
Dadanya bergemuruh. "Astaga… kalau ini benar…"
Ia memundurkan langkah pelan, takut suara sepatunya memecah udara yang menegang.
Rayno masih di sana, bahunya naik-turun menahan sesuatu yang tak ia tahu. Marah, sesal, atau rindu.
"Ini semua belum pasti, tapi… terlalu meyakinkan kalau mereka punya hubungan khusus. Dan jelas, hubungan itu sekarang sedang tidak baik-baik saja." Dani menggigit bibir bawahnya, menimbang.
"Apa aku harus menemuinya? Pak Arman pasti tahu sesuatu…"
Ia berdiri diam sejenak, menatap punggung Rayno dari jauh.
Kalau tebakan ini benar, maka rahasia yang selama ini tak pernah dibicarakan siapa pun akhirnya mulai terkuak.
Namun sebelum ia sempat memutuskan, Rayno tiba-tiba berbalik. Pandangan matanya tajam menembus lorong.
Dani refleks menunduk, pura-pura merapikan jasnya, lalu cepat-cepat berbalik meninggalkan tempat itu.
Lorong kembali sunyi.
Rayno masih berdiri, menatap dinding yang kini retak di ujung tinjunya.
Dan retak itu, seperti cerminan hatinya sendiri.
***
Dani mengetuk pelan pintu ruang kepala HRD. Suara “masuk” terdengar dari dalam.
Pak Arman mendongak dari balik meja. “Pak Dani? Silakan duduk. Ada sesuatu dari CEO?” tanyanya sambil menutup map di tangannya.
Dani menggeleng, lalu duduk perlahan. “Tidak, Pak. Saya cuma ingin menanyakan sesuatu… soal karyawan baru dari divisi administrasi. Vexia, kalau tidak salah Bapak yang membawanya masuk, ya?”
Pak Arman mengernyit, menatap Dani dengan alis terangkat. “Benar. Memangnya ada masalah dengan dia?”
Dani menarik napas dalam, lalu menatap serius. “Tolong jujur, Pak Arman. Siapa sebenarnya Nona Vexia itu?”
Ruangan seketika menjadi sunyi. Hanya suara detik jam di dinding yang terdengar.
Pak Arman menatap Dani lama, berusaha menimbang kata. Dalam batinnya, ia teringat pesan Tuan Mandala, pemilik perusahaan, yang menitipkan gadis itu tanpa penjelasan apa pun. Hanya dititipkan dan awasi, jangan banyak tanya.
Ia berdehem pelan. “Maaf, Pak Dani. Saya tidak bisa mengatakan siapa dia.”
Dani menunduk sebentar, menahan kecewa. “Pak Arman, saya mohon. Ini penting. Bapak pasti tahu, pagi tadi Tuan Rayno sempat menatap Vexia di depan ruang rapat, bukan?”
“Ya, saya sempat melihat sekilas. Kenapa?”
“Sejak saat itu, sikap beliau berubah total. Murung, mudah tersulut. Saya yakin ada sesuatu antara mereka. Dan kalau saya boleh jujur, mood CEO sedang tidak baik, itu bisa berimbas ke semua divisi.”
Pak Arman menatapnya tanpa suara. Dalam pikirannya, potongan perintah Tuan Mandala terus bergema.
Jagalah gadis itu baik-baik. Dia penting.
Dani kembali berkata pelan namun tegas, “Saya tidak ingin mencampuri urusan pribadi atasan, Pak. Tapi saya perlu tahu siapa Vexia ini, demi menjaga ritme kerja tim. Tolong bantu saya.”
Pak Arman menarik napas panjang, lalu bersandar di kursinya. “Saya hanya tahu satu hal. Gadis itu bukan pelamar biasa. Tuan Mandala sendiri yang menitipkannya langsung kepada saya.”
Mata Dani melebar. “Tuan Mandala?”
“Ya.”
Keduanya saling berpandangan beberapa detik.
Pak Arman mengembuskan napas berat, lalu berbisik nyaris tak terdengar. “Apa mungkin… Vexia calon menantu Tuan Mandala?”
Dani menatap tajam. “Pak, saya mohon simpan ini. Tapi saya rasa… dia bukan calon menantu.”
“Lalu siapa?”
Dani menelan ludah, matanya menerawang ke arah jendela.
“Dia istrinya.”
Pak Arman tersentak, hampir berdiri dari kursinya. “I-istri?!”
Dani mengangguk perlahan. “Saya yakin sembilan puluh persen.”
Hening.
Kedua pria itu saling berpandangan dengan napas tertahan, seolah baru menyadari rahasia besar yang tak seharusnya mereka tahu.
Jika benar dugaan itu... berarti seluruh kantor sedang berdiri di atas bara tanpa mereka sadari.
***
Ruang rapat sore itu hanya diterangi cahaya dari jendela besar. Langit Jakarta mulai berwarna jingga, memantul di permukaan meja panjang berlapis kaca.
Vexia duduk tegak di sisi kanan, catatannya rapi, wajahnya tenang seperti biasa. Di seberangnya, Bu Ratri menutup laptop, menatap seluruh staf satu per satu.
“Baik, semua. Saya ingin membicarakan proyek besar dari pusat,” ucapnya. Nada suaranya tenang, tapi berwibawa. “Mandala Group akan menjalankan proyek Integrasi Digital mulai bulan depan. Semua sistem laporan keuangan, logistik, dan administrasi akan dihubungkan dalam satu portal terpusat.”
Beberapa staf saling berpandangan. Proyek sebesar itu berarti kerja ekstra, lembur, dan tekanan tinggi.
“Tim pusat ingin proyek ini selesai dalam tiga bulan,” lanjut Bu Ratri. “Dan setiap divisi wajib melaporkan progres mingguan langsung ke kantor CEO.”
Suasana ruangan menegang seketika. Semua tahu, artinya laporan akan langsung melewati meja Rayno Amartya. CEO yang dikenal dingin, perfeksionis, dan tak mentolerir kesalahan sekecil apa pun.
Bu Ratri menatap ke arah Vexia. “Mulai minggu depan, kamu saya tugaskan sebagai koordinator pelaporan lintas-divisi untuk proyek ini.”
Beberapa kepala menoleh kaget, termasuk Vega yang duduk di ujung meja, matanya membulat tak percaya.
“Saya?” tanya Vexia pelan, memastikan.
“Ya.” Bu Ratri tersenyum tipis. “Kamu yang paling cepat memahami pola pelaporan, dan sistem backup yang kamu buat kemarin… ternyata diadopsi oleh tim IT pusat. Mereka bilang efisien dan aman. Saya pikir kamu yang paling tepat.”
“Baik, Bu. Terima kasih atas kepercayaannya,” jawab Vexia sopan, nada suaranya tenang.
Bu Ratri mencondongkan tubuhnya sedikit. “Kamu juga akan sering berkoordinasi langsung dengan CEO. Beliau ingin laporan lintas-divisi diawasi oleh satu orang yang dia anggap bisa dipercaya.”
Vexia mengangguk pelan. “Saya mengerti.”
“Baik,” Bu Ratri menutup map di depannya dengan gerakan tenang. “Karena kamu sudah menyetujui penugasan ini, saya akan segera menyampaikan laporan resminya kepada CEO.”
Di sisi lain meja, Vega yang duduk tak jauh dari sana menggertakkan giginya pelan.
“Langsung ke CEO?” gumamnya lirih. Racun halus yang disamarkan dalam senyum tipis.
Nada suaranya manis, tapi matanya memancarkan sesuatu yang lain: iri, tajam, dan penuh tanya kenapa bukan aku.
Vexia tidak menanggapi. Ia hanya menunduk, mencatat sesuatu di bukunya dengan tenang. Seperti tidak mendengar, padahal setiap kata Vega menancap jelas di telinganya.
Namun dalam hati, ia tahu… langkah kecil ini akan menuntunnya ke pusat perhatian perusahaan.
Dan lebih dari itu, menuntunnya berhadapan langsung dengan pria yang ingin ia hindari.
Suami sekaligus atasannya.
Hubungan mereka mungkin hanya tersisa tanda tangan dan formalitas. Karena enam bulan lagi, segalanya akan berakhir. Tapi sampai saat itu tiba, ia harus mampu menahan diri.
"Aku harus profesional. Aku harus menunjukkan kemampuanku. Jangan biarkan masa lalu mengacaukan semuanya."
Ia menarik napas pelan, menutup bukunya, dan mengangkat wajah.
Tatapan matanya kini tak lagi lembut, tapi tegas. Siap menghadapi apa pun yang menantinya.
Dan di luar sana, menunggu seorang pria yang dulunya hanya ia kenal sebagai suaminya.
Rayno Amartya Mandala.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
Untung ada Dani jg disana, jadi kalo ada apa2 sama Vexia, ada yg bantuin.
Kasian deh Rayno, baru terasa kan kehilangan segala sifat dan sikap baiknya Vexia. Gimana coba caranya kamu bisa luluhin lagi hati nya Vexia? Mantapkan dulu hatimu Ray
itu pasti anak buah Yoga, mungkin yoga merlhiantat dari Kevia 😁😁😁 hahaha. Yogakan suka, mengutus anak buahnya, untuk menyelamatkan Kevia. Bisa aja dia datang, dan menyelamatkan Vexia, dan Kevia, menunggu suaminya tak kunjung pulang. Hahaha 😁😁😁
Rayno, Xia nya pergi ke club. saking kedap suara ruangannya ya, org buka pintu ga kedengeran.