Di tengah hiruk pikuk kota modern Silverhaven, Jay Valerius menjalani hidupnya sebagai seorang menantu yang dipandang sebelah mata. Bagi keluarga Tremaine, ia adalah suami tak berguna bagi putri mereka Elara. Seorang pria tanpa pekerjaan dan ambisi yang nasibnya hanya menumpang hidup.
Namun, di balik penampilannya yang biasa, Jay menyimpan rahasia warisan keluarganya yang telah berusia ribuan tahun: Cincin Valerius. Artefak misterius ini bukanlah benda sihir, melainkan sebuah arsip kuno yang memberinya akses instan ke seluruh pengetahuan dan keahlian para leluhurnya mulai dari tabib jenius, ahli strategi perang, hingga pakar keuangan ulung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Alias dan Alibi
Undangan dari 'Kasir Para Raja' adalah sebuah langkah maju yang krusial, namun itu juga memunculkan masalah praktis yang rumit. Jay Valerius, menantu keluarga Tremaine, adalah seorang "hantu" tanpa catatan perjalanan, tanpa paspor yang valid, dan yang terpenting, tanpa alasan yang masuk akal untuk tiba-tiba terbang ke Eropa.
Keesokan paginya di base camp Gunung Hantu, saat Bastian dan Elara sedang berdiskusi dengan penuh semangat tentang jadwal pengiriman, Jay menemukan celah yang ia butuhkan.
Bastian menunjuk sebuah item dalam rencana proyek. "Sensor pengeboran geotermal presisi tinggi," katanya sambil mengerutkan kening. "Pemasok lokal kita bilang butuh setidaknya tiga bulan untuk mengimpornya dari Jerman. Ini akan memperlambat kita di fase kedua."
Setelah hening sejenak seolah sedang berpikir keras, Jay angkat bicara. "Aku mungkin punya solusi," katanya. "Aku kenal sebuah manufaktur butik kecil di Swiss. Mereka bukan perusahaan besar, tapi teknologi sensor mereka sepuluh tahun lebih maju dari yang ada di pasar umum. Mereka bisa menyiapkannya dalam dua minggu."
Mata Bastian berbinar. "Bagus sekali! Berikan aku nama perusahaannya, biar aku hubungi mereka."
"Masalahnya," lanjut Jay dengan hati-hati, "mereka sangat eksklusif dan sedikit paranoid. Mereka tidak berurusan lewat telepon atau email dengan klien baru. Semua negosiasi dan transaksi awal harus dilakukan secara tatap muka." Ia menatap ayah mertuanya. "Seseorang harus terbang ke sana."
Bastian tampak ragu. "Ke Swiss? Itu biaya perjalanan yang tidak sedikit, Jay. Dan kenapa harus kau? Kenapa tidak aku saja?"
Di sinilah Elara, yang sejak tadi diam mengamati, memainkan perannya. Ia sudah bisa membaca suaminya. Ia tahu ada agenda lain di balik ini, agenda yang berbahaya, tapi ia percaya padanya.
"Pah," kata Elara lembut. "Sejauh ini, semua koneksi dan intuisi Jay seratus persen benar. Jika dia bilang ini satu-satunya cara, mungkin memang ini satu-satunya cara. Biarkan Jay yang pergi. Dia yang punya koneksi dengan mereka."
Dengan dukungan putrinya, dan mengingat rentetan keajaiban yang telah Jay lakukan, Bastian akhirnya mengalah. "Baiklah," katanya. "Atur perjalananmu. Beri tahu Elara semua yang kau butuhkan."
Alibi telah tercipta.
Saat ia berjalan menjauh untuk memeriksa truk, Jay menerima sebuah pesan di ponsel tuanya. Pesan dari Paman Chen.
"Identitas 'Dylan Thomas' aktif. Paspor diplomatik, visa Schengen, dan profil perbankan telah siap. Jet pribadi Gulfstream G650 akan menunggu di bandara privat Hanggar Sentosa besok pagi pukul 05:00. Semoga perjalanan Anda lancar, Tuan Muda."
Dunia Jay Valerius dan dunia 'Dylan Thomas' berjalan secara paralel dengan efisiensi yang mengerikan, berkat jaringan tak terlihat yang selalu mendukungnya.
Malam itu, saat Jay memasukkan beberapa setel pakaian sederhana ke dalam tas ransel—sebuah properti untuk perannya sebagai 'utusan perusahaan'—Elara masuk ke kamar dan menutup pintu di belakangnya.
Ia tidak bertanya tentang sensor atau manufaktur di Swiss. Pertanyaannya jauh lebih dalam.
"Di sana berbahaya, kan?" tanyanya pelan, matanya menatap lurus ke mata Jay.
Jay berhenti berkemas. Ia tidak bisa dan tidak akan membohonginya. "Bisa jadi," jawabnya jujur.
Elara berjalan mendekat. Ia tidak memeluknya. Ia hanya berdiri di depannya dan dengan jemari yang sedikit gemetar, ia merapikan kerah kemeja Jay yang sedikit terlipat. Sebuah gestur keintiman dan kekhawatiran yang sunyi.
"Kalau begitu," bisiknya, "berjanjilah kau akan kembali dengan selamat."
Jay menangkap tangannya dan menggenggamnya erat. "Aku selalu kembali padamu," janjinya. Kata-kata itu lebih dari sekadar janji; itu adalah sauh yang menahan Jay di dunia nyata, di dunia di mana ia adalah suami Elara.
Sebelum fajar menyingsing, sebuah mobil sedan biasa menjemput Jay. Mobil itu tidak membawanya ke bandara komersial Silverhaven yang ramai, melainkan ke sebuah hanggar privat di sisi lain kota.
Saat ia melangkah keluar dari mobil dan berjalan di atas aspal yang basah oleh embun pagi, ia meninggalkan persona Jay Tremaine di belakangnya. Di hadapannya, terparkir sebuah jet pribadi berwarna putih mutiara yang ramping dan tanpa logo. Pramugari yang menunggunya di tangga pesawat membungkuk hormat.
"Selamat pagi, Tuan Thomas," sapanya.
Jay mengangguk dan melangkah masuk. Pintu hidrolik jet itu menutup dengan desisan pelan, mengisolasinya dari dunia yang ia tinggalkan.
Beberapa menit kemudian, pesawat itu melesat ke langit yang masih gelap, membawa seorang investor misterius senilai setengah miliar Euro menuju jantung perbankan Eropa. Di bawah sana, di sebuah rumah sederhana, keluarga Tremaine masih tertidur, mengira menantu mereka akan melakukan perjalanan bisnis biasa.