NovelToon NovelToon
Sengketa Di Balik Digital

Sengketa Di Balik Digital

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Balas Dendam / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Kantor / Wanita Karir / Romansa
Popularitas:483
Nilai: 5
Nama Author: Black _Pen2024

Di tengah duka yang belum usai, tahta digital Sasha mulai retak. Kematian sang kekasih, Bara, yang seharusnya menjadi akhir dari sebuah cerita cinta, justru menjadi awal dari mimpi buruknya. Sebagai CEO tunggal super-aplikasi raksasa Digital Raya, ia tak punya waktu untuk meratap. Dari ruang rapat yang dingin, keluarga yang seharusnya menjadi pelindung kini menjelma menjadi predator, mengincar mahakarya yang mereka bangun bersama.

Namun, ancaman tidak hanya datang dari dalam. Saat serangan siber global mengoyak benteng pertahanan DigiRaya, Sasha terpaksa bersekutu dengan sosok yang paling ia hindari: Zega, seorang peretas jenius yang sinis dan memandang dunianya dengan penuh kebencian. Aliansi penuh percik api ini menyeret mereka ke dalam labirin digital yang gelap.

Di antara barisan kode dan serangan tak kasat mata, Sasha menemukan sesuatu yang lebih mengerikan: serpihan kebenaran yang sengaja ditinggalkan Bara. Sebuah bisikan dari balik kubur yang mengisyaratkan rahasia kematiannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14 Melarikan Diri

Satu jam terasa seperti satu detik yang dipanjangkan. Kereta melambat sedikit—bukan untuk stasiun, tetapi untuk persimpangan yang sepi di pinggiran Madiun. Bau lumpur, uap air, dan asap kereta api yang pekat masuk melalui celah jendela, menggantikan aroma mint dan keringat di kompartemen mereka.

“Siap, Maya?” bisik Zega, kini mengenakan jaket kulit yang lebih tebal dan ransel kecil yang berisi laptop dan satu set pakaian. Sasha sudah menukar setelan kerjanya dengan kaus gelap dan celana kargo yang disediakan Zega, memberinya siluet yang lebih kasar dan sulit dikenali.

Sasha mengangguk, napasnya pendek. Di luar, tidak ada cahaya kecuali bulan sabit yang terhalang awan. Hanya ada petak-petak sawah yang gelap dan beberapa gubuk reyot di kejauhan.

“Kita akan melompat saat kecepatan di bawah 40 kilometer per jam. Ini akan terasa kasar. Pegang aku,” perintah Zega.

Mereka berdiri di pintu kompartemen. Zega menarik tuas darurat, tetapi tidak sepenuhnya. Ia hanya melonggarkan kaitnya. Saat kereta melintas di atas gundukan rel yang miring, Zega mendorong pintu itu terbuka. Angin malam menerpa wajah Sasha dengan ganas. Ia melihat lintasan rel yang berputar cepat di bawahnya, sebuah pemandangan yang mematikan.

“Sekarang!”

Zega melompat lebih dulu, tubuhnya berguling sempurna di atas rumput tebal di samping rel. Sasha mengikutinya, bukan dengan keahlian, tetapi dengan kekuatan murni. Ia mendarat dengan bahu kanannya dan menjerit tertahan saat tubuhnya terpental beberapa kali di tanah yang keras. Tas ranselnya terlempar, tetapi ia segera merangkak untuk meraihnya. Rasanya seperti setiap tulangnya bergeser dari tempatnya.

Zega sudah berdiri di atasnya, tangannya terulur. “Cepat! Kita harus menjauh dari rel sebelum kereta berhenti di stasiun berikutnya.”

Mereka berlari. Bukan lari sprint, melainkan lari zig-zag yang sulit di atas tanah basah dan berbatu, menjauhi jalur kereta, menuju kegelapan yang lebih dalam. Sasha merasa seperti paru-parunya terbakar. Ia adalah seorang CEO, terbiasa dengan treadmill mahal di apartemennya, bukan melarikan diri dari pembunuh di pinggiran kota industri.

Setelah sekitar lima menit yang terasa seperti selamanya, Zega menariknya ke dalam teduhan di bawah jembatan beton yang rendah. Mereka berjongkok di sana, napas mereka terengah-engah.

“Baiklah. Bagus, Maya,” puji Zega, meskipun suaranya tegang.

“Aku… aku tidak… bisa membayangkan… Bara melakukan ini,” Sasha terengah, menyeka keringat yang bercampur debu di dahinya.

“Bara punya orang yang melakukannya. Kita tidak,” jawab Zega realistis. Ia mengeluarkan ponsel kecil, hanya seukuran korek api, dan mengirim sinyal terenkripsi ke jaringan lokal. “Kita harus tunggu. Kontakku tidak akan muncul sampai dia yakin kita sendirian.”

Keheningan kembali menyelimuti mereka, hanya diselingi oleh dengungan nyamuk dan suara kodok di kejauhan. Sasha bersandar di beton yang dingin. Rasa sakit fisik mulai menjalar, tetapi rasa takut karena nyaris tertangkap di kereta masih mendominasi.

Ia menoleh ke Zega. Wajahnya yang muda terlihat keras di bawah cahaya redup ponsel. Usianya jauh lebih muda, tetapi dia memikul beban dunia seolah-olah dia telah hidup dua kali lipat lebih lama darinya.

“Ciuman itu… Julian,” Sasha memulai, suaranya ragu.

Zega mengangkat alisnya, tidak menoleh dari layar. “Itu sebuah penyamaran, Maya. Dan itu berhasil.”

“Lebih dari itu. Kau tahu itu. Aku merasakannya.” Sasha memberanikan diri. “Aku—aku baru kehilangan tunanganku. Aku tidak yakin apa yang kurasakan tentang dirimu atau… tentang diriku sendiri. Dan perbedaan usia kita—”

Zega menutup ponselnya, memutus sinyal, dan akhirnya menoleh. Matanya yang tajam menembus kegelapan, mencari kejujuran di wajah Sasha.

“Kau ingin aku memanggilmu CEO Sasha dan mengingatkanmu bahwa kau adalah CEO yang melarikan diri dan aku hanya teknisi sewaan? Atau kau ingin aku melihat Maya, wanita yang baru saja melompat dari kereta bergerak dan menantang dua agen rahasia asing di dalam gerbong gelap?” Zega bertanya balik, suaranya rendah dan serak.

Ia mendekat, tangannya yang kuat memegang rahang Sasha dengan lembut namun tegas. Sentuhannya menghilangkan rasa sakit di bahu Sasha.

“Aku tidak peduli dengan label, Sasha. Aku tidak peduli kau dua tahun lebih tua, atau kau tunangan Bara. Aku peduli kau kuat. Aku peduli kau masih berdiri, dan kau masih mau bertarung untuk sesuatu yang lebih besar dari dirimu sendiri,” Zega berbisik, mendekatkan wajahnya. “Keintiman yang tidak bisa dipalsukan, ingat? Malam ini, ciuman itu adalah perisai. Tapi jangan berpura-pura bahwa gairahmu hanya untuk akting.”

Sasha menelan ludah. Kata-kata Zega menusuk menembus lapis demi lapis protokol korporat yang selama ini ia bangun. Ia merasakan panas menjalari lehernya. “Lalu apa sekarang?”

“Sekarang, kita bertahan hidup.” Zega memiringkan kepalanya sedikit, menatap bibir Sasha. “Aku tidak akan menciummu lagi hanya untuk penyamaran. Tapi jika aku menciummu, itu karena aku ingin. Dan kau harus tahu apa yang kau inginkan.”

Saat ketegangan seksual dan bahaya menyelimuti mereka, sebuah sentuhan tiba-tiba di bahu Sasha membuat mereka berdua terlonjak.

“Siapa yang mau tahu apa yang dia inginkan?” suara serak, bau tembakau, dan minyak tanah. Seorang pria besar, dengan topi baseball lusuh dan jaket militer, berdiri di atas mereka. Di belakangnya, ada truk pick-up tua yang dimodifikasi, tampak seperti baru keluar dari zona perang.

Zega bangkit tanpa suara. “Begal. Kau terlambat.”

Pria itu, Begal, tertawa sinis. “Relnya terlalu panas, Julian. Aku tidak mau kena getahnya. Kau membawa masalah besar kali ini. Bukan hanya kargo gelap biasa.”

“Masalah besar, pembayaran besar. Kode BTC sudah kuterima?” tanya Zega, kembali ke nada profesional dinginnya.

“Sudah. Dan itu cukup untuk mengamankan jalur laut ke Nusa Tenggara. Tapi dengar, aku tidak akan membawamu langsung ke Bali. Jalur itu sudah diamati. Aku akan membawamu ke pesisir Jawa Timur, ke dermaga ilegal. Di sana, kau akan menumpang kapal nelayan yang menuju ke Lombok, lalu memutar ke Bali. Perjalanan ini memakan waktu tiga hari.” Begal melirik Sasha, yang berdiri tegap di samping Zega.

“Dia Maya. Tunanganku. Dia tidak bicara banyak, sedang syok,” kata Zega, memeluk pinggang Sasha dengan erat, sebuah tindakan kepemilikan yang membuat Begal mengangguk puas. Penyamaran yang sempurna.

“Bagus. Kami akan memuat barang-barang di belakang. Kalian masuk ke kabin,” Begal memberi isyarat. “Ada satu masalah. Tiga puluh menit sebelum kau mengirim sinyal, ada beberapa mobil hitam mewah masuk ke Madiun, menuju stasiun. Mereka bukan polisi lokal. Mereka terlihat… asing, dan terlalu rapi untuk tempat ini. Mereka mencarimu.”

Jantung Sasha kembali berdebar kencang. Express Teknologi bergerak cepat.

“Cepat, Julian. Kita tidak punya waktu. Masuk!” desak Begal.

Zega menarik Sasha ke dalam kabin truk pick-up yang sempit dan berbau solar. Begal dan dua anak buahnya mulai memuat kotak-kotak kayu ke belakang truk, menutupi barang-barang itu dengan terpal tebal.

“Ini jauh lebih buruk dari yang kukira,” bisik Sasha saat Zega menyalakan pemantik api di kabin yang gelap.

“Ini adalah jalur pelarian terbaik yang kita punya. Kita akan menggunakan hukum rimba untuk mengalahkan hukum korporasi,” Zega berjanji. Ia mengeluarkan pistol kecil dari ranselnya—sesuatu yang baru dilihat Sasha.

“Kau membawa senjata?” Sasha terkejut.

“Kau pikir kita akan mengandalkan firewall di sini?” Zega menyeringai getir, menyelipkan pistol itu di pinggangnya. “Amankan laptop itu. Begal akan mulai bergerak.”

Mesin truk meraung, memuntahkan asap tebal. Mereka bergerak menjauh dari rel, melintasi jalan tanah yang berlubang, bergoyang keras.

“Kita akan aman setelah mencapai laut,” kata Sasha, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

Zega menggelengkan kepala. “Tidak ada yang aman, Maya. Laut adalah rumah para bajak laut, dan di jalur yang kita ambil, ada banyak mata yang bekerja untuk uang.”

Tiba-tiba, dari arah belakang, Sasha melihat dua titik cahaya yang terang dan cepat mendekat. Cahaya itu memantul di kaca spion Begal.

“Sial! Mereka menemukan jejak kita di rel!” teriak Begal dari kursi pengemudi, wajahnya tegang. “Mobil-mobil itu! Aku yakin mereka yang kutemui di stasiun. Mereka cepat sekali!”

Zega segera memutar badannya, melihat ke belakang. “Tancap gas, Begal! Jangan biarkan mereka mendekat!”

Truk tua itu berjuang keras di jalan tanah yang becek. Namun, mobil-mobil asing di belakang mereka—kemungkinan besar agen dari Express Teknologi—mengendarai kendaraan yang lebih kuat, menembus lumpur dengan kecepatan mengerikan. Jarak mereka semakin menipis.

“Mereka akan menyusul dalam satu menit!” Begal panik, memutar setir tajam untuk menghindari lubang besar.

Zega meraih pegangan pintu. “Kita harus mengalihkan perhatian mereka. Aku akan menyiapkan sesuatu.”

“Apa yang akan kau lakukan?” Sasha meraih lengannya.

“Tetaplah di dalam!” Zega membuka ranselnya, mengeluarkan beberapa perangkat kecil, yang tampak seperti radio komunikasi tua yang diikat dengan kabel. Ia bersiap membuka pintu, berniat melompat ke belakang truk yang bergerak cepat untuk menjatuhkan perangkat itu ke jalan.

Tepat saat Zega menarik tuas pintu, kaca depan truk di sisi Begal hancur berkeping-keping. Bukan karena tabrakan, melainkan karena suara tembakan yang memekakkan telinga.

Begal menjerit kesakitan, memegang bahunya yang berlumuran darah. Truk oleng liar, menabrak pohon kecil di pinggir jalan, menyebabkan Sasha terlempar ke samping Zega. Mobil-mobil di belakang mereka sudah sangat dekat, cahayanya membutakan.

“Julian, mereka menembak!” Sasha berteriak, panik total mengambil alih. Ia merasakan besi dingin pistol Zega menempel di tangannya.

Zega tidak menoleh. Ia menatap ke depan, melihat Begal berusaha keras mengendalikan truk yang kini mengeluarkan asap dari kap mesin. “Mereka tidak ingin kita hidup, Sasha. Ambil pistol ini. Kau tahu cara menembak?”

Sasha menggeleng, tubuhnya gemetar.

“Kalau begitu, jangan lepaskan peganganmu dari laptop itu. Kita harus keluar dari sini, sekarang!” Zega menarik tuas rem tangan, dan saat truk yang lumpuh itu mulai melambat, ia menendang pintu di sisi penumpang dengan kekuatan brutal. “Lari ke hutan! Jangan menoleh!”

Sasha melihat wajah-wajah dingin dan profesional dari dua orang bersenjata yang sudah melompat keluar dari mobil di belakang mereka, senter taktis mereka menyapu kegelapan. Mereka terjebak di antara hutan yang gelap gulita dan pemburu yang terlatih. Ini bukan lagi permainan siber. Ini adalah perang bertahan hidup.

“Cepat, Maya!” Zega berteriak, menariknya keluar dari kabin, meninggalkan Begal yang berdarah di kursi pengemudi.

Sasha, memegang ransel yang berisi *Final Code*, menatap kembali ke truk yang berasap itu. Tiba-tiba, sebuah kilatan merah muncul dari perangkat yang ditinggalkan Zega di kabin, yang terhubung ke kabel-kabel mesin. Sebelum dia sempat bertanya, sebuah ledakan keras mengguncang udara, diikuti oleh raungan tembakan. Mereka harus berlari, atau mati....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!