Di kehidupan sebelumnya, Nayla hidup dalam belenggu Adrian.
Tak ada kebebasan. Tak ada kebahagiaan.
Ia dipaksa menggugurkan kandungannya, lalu dipaksa mendonorkan ginjalnya kepada saudari kembarnya sendiri—Kayla.
Ia meninggal di atas meja operasi, bersimbah darah, dengan mata terbuka penuh penyesalan.
Namun takdir memberinya kesempatan kedua.
Di kehidupan ini, Nayla bersumpah: ia tidak akan jatuh di lubang yang sama.
Ia akan membuka topeng dua manusia berhati busuk—mantan kekasih dan saudari tercintanya.
Namun kali ini... apakah ia bisa menang?
Atau akan ada harga baru yang harus ia bayar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julie0813, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Api Cemburu di Matanya
Di ruangan yang sunyi dan menyesakkan itu, satu-satunya suara yang terdengar hanyalah desiran kertas yang dibolak-balik.
“Nayla belajar berenang demi Rayyan! Belajar masak! Membuat… bento penuh cinta…”
Satu per satu, baris demi baris, semakin Adrian membaca, semakin panas amarahnya. Kertas di tangannya tanpa sadar telah diremas, lalu robek dan diinjak-injak hingga hancur berantakan di bawah sepatunya.
Perempuan ini… ternyata dulunya berani-beraninya diam-diam menyenangkan pria lain! Bahkan memasakkan makanan untuknya?!
Sementara dirinya—Adrian—bahkan belum pernah mencicipi masakan Nayla seumur hidupnya! Dan pria itu malah berani memakannya?!
Adrian yang dilanda rasa cemburu seolah akan meledak. Tanpa pikir panjang, ia langsung mengeluarkan ponselnya dan menelepon Nayla.
“Siang ini, aku mau makan masakan buatanmu.” Ucap Adrian dengan ekspresi dingin dan datar, meski nadanya tertahan oleh sisa-sisa sopan santun yang dia miliki sebagai seorang pria berpendidikan.
“Eh? Tapi… aku nggak bisa masak, lho,” suara Nayla terdengar dari seberang dengan nada bingung.
Tidak bisa masak?! Jadi semua yang tertulis di laporan itu… bohong?! Adrian nyaris tidak bisa menahan ekspresi kacau di wajahnya.
“Jam 12 siang ini, Bawa makanan buatanmu ke kantorku. Kalau tidak… malam ini, kamu akan tahu akibatnya.” Setelah mengucapkan kalimat itu, Adrian langsung menutup telepon tanpa memberi kesempatan Nayla untuk menjawab.
Apapun yang terjadi, dia tidak akan membiarkan Nayla menolak perintah ini.
Sementara itu, Nayla hanya bisa mematung sambil menatap layar ponselnya, bingung bukan main. Telepon yang mendadak masuk dan langsung ditutup membuatnya geleng-geleng kepala.
“Apaan, sih?? orang itu…”
Masakan buatannya itu… benar-benar nggak enak! Adrian yakin masih mau memakannya?
Di kehidupan sebelumnya, Nayla hanya pernah masak sekali. Dan sejak saat itu, tidak ada satu orang pun yang berani menyentuh masakannya lagi karena rasanya benar-benar tak tertolong.
Tapi jujur saja, Nayla sebenarnya cukup tertarik dengan dunia masak-memasak.
Tapi kenapa Adrian tiba-tiba menyuruhnya memasak? Nggak takut keracunan makanan?
Yah, meskipun Nayla nggak suka Adrian, dia masih butuh bantuannya. Demi keselamatan Adrian juga, sebaiknya dia… tidak benar-benar memasak. Tapi… hias piring sajian aja deh, itu juga bisa dibilang “masak”, kan?
—
“Tok tok tok.”
“Masuk,” jawab Adrian tanpa mengangkat kepala sedikit pun.
Nayla masuk pelan-pelan dan meletakkan kotak bekal di meja kecil di depan sofa. Ia mulai mengeluarkan satu per satu isi kotaknya: sushi salmon, unagi panggang, daging sapi tumis bawang, nasi putih hangat, salad sayur dan buah, serta satu mangkuk sup rumput laut.
Setelah semuanya tertata rapi, Nayla berjalan ke sofa lain dan duduk tenang. Ia mengambil satu stik timun buah dari tas kecilnya dan mulai ngemil seperti tak ada yang terjadi.
“Krak! Krek krek krek…”
Nayla menggigit timun dengan santai sambil menatap Adrian.
Pria yang serius bekerja memang selalu terlihat memikat. Nayla pun tak bisa menyangkal itu.
Bagi Nayla saat ini, pujian tulusnya kepada Adrian hanyalah bentuk kekaguman atas ketampanannya dan pesona yang ia pancarkan saat bekerja. Bukan karena rasa cinta seorang wanita kepada pria yang dicintainya.
Namun bagi Nayla, Di kehidupan sebelumnya, sejak kehidupan sebelumnya saat Nayla meninggal di atas meja operasi, yang tersisa di antara mereka hanyalah... dendam.
Saat tengah fokus bekerja, tiba-tiba Adrian mendengar suara gigitan yang renyah dan berulang-ulang.
Sejak kapan ada kelinci di kantornya?
Dia menoleh ke arah sumber suara—bukan kelinci ternyata, tapi... Nayla, yang bahkan lebih menggemaskan daripada kelinci.
Gadis itu sedang asyik menggigit timun buah. Pipi bulatnya bergerak naik turun, tampak menggemaskan. Tatapannya tampak berkabut, bibirnya mungil dan berwarna merah muda alami.
Andai saja yang dia gigit itu bukan... timun—sayuran yang paling Adrian benci di dunia!
Adrian tiba-tiba merasa ingin mencium Nayla...
Tepat saat ia terpaku menatap, Nayla tiba-tiba menoleh dan menangkap ekspresi kompleks di wajah Adrian.
“Eh… makan siang dulu, yuk…” ucap Nayla sambil tersenyum kaku, berusaha mencairkan suasana dengan suara lembut.
“Ehem… Iya.”
Adrian mengangguk singkat. Wajahnya tetap dingin, tapi dia langsung berdiri dan berjalan masuk ke kamar mandi untuk mencuci tangan.
Nayla sedikit terkejut.
Barusan dia sudah bersiap-siap untuk dimarahi, tapi Adrian… malah tidak berkata apa-apa? Tiba-tiba begitu tenang?
Dia benar-benar tak bisa menebak isi pikiran pria itu!
Di dalam kamar mandi, Adrian menatap dirinya di cermin dengan ekspresi rumit.
Baru saja… ekspresinya nyaris tak bisa dikendalikan. Semoga Nayla tidak menyadarinya.
Namun... Nayla tadi memang terlihat sedikit... menggemaskan.
Adrian menghapus senyum tipis yang sempat muncul di sudut bibirnya. Ia kembali merapikan ekspresinya, menegakkan tubuh, dan berjalan keluar dengan wajah serius seperti biasa.