Selama lima tahun pernikahan, Niken dan Damar tampak seperti pasangan sempurna di mata semua orang. Di balik senyum yang mereka pamerkan, ada luka yang mereka sembunyikan—ketidakmampuan untuk memiliki anak. Niken tetap bertahan, meski setiap bisikan tajam dari keluarga mertua dan orang sekitar menusuk hatinya.
Hingga badai besar datang menghantam. Seorang wanita bernama Tania, dengan perut yang mulai membuncit, muncul di depan rumah mereka membawa kabar yang mengguncang, dia adalah selingkuhan Damar dan sedang mengandung darah dagingnya. Dunia Niken seketika runtuh. Suami yang selama ini ia percayai sepenuh hati ternyata menusuknya dari belakang.
Terseret rasa malu dan hancur, Niken tetap berdiri tegak. Demi menjaga nama baik Damar dan keluarganya, ia dengan pahit mengizinkan Damar menikahi Tania secara siri. Tapi ketegarannya hanya bertahan sebentar. Saat rasa sakit itu tak tertahankan lagi, Niken mengambil keputusan yang mengguncang. Ia memutuskan untuk bercerai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YoungLady, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 26
Cahaya matahari pagi menyusup lewat celah tirai kamar apartemen mewah itu. Niken menggeliat perlahan di atas ranjang, menikmati beberapa detik terakhir tidurnya sebelum hari sibuk kembali menelannya. Namun begitu ia membuka mata dan meraih ponselnya di meja samping ranjang, jantungnya langsung berdegup tak karuan.
Puluhan notifikasi bersliweran di layar. Mention, komentar, dan pesan pribadi membanjiri akun media sosial miliknya. Alis Niken bertaut, rasa penasaran membuatnya buru-buru membuka aplikasinya.
**"Selamat ya, Nik! Akhirnya dilamar juga!"**
**"Cincinnya mewah banget! Fix, bujang kaya itu memang cocok banget buat kamu!"**
**"Duh, iri tingkat dewa. Tapi tetap ikut bahagia."**
**"Pura-pura tidak pamer, tapi sengaja upload ya? Hm."**
Komentar-komentar itu membuat wajah Niken semakin pucat. Ia menelusuri unggahan terbarunya—yang jelas bukan dirinya yang memposting.
Sebuah foto close-up jarinya yang sedang memakai cincin berlian terpampang jelas, diambil dari sudut manis yang menampilkan kulit mulus dan kilau perhiasan mewah itu. Caption-nya membuat Niken nyaris menjerit:
**"Akhirnya, jari manis ini menemukan tempatnya. Terima kasih untukmu yang membuatku merasa paling dicintai di dunia ini, Bastian."**
“FAYOLA!” teriak Niken dengan nada tinggi.
Dari dapur, terdengar suara piring bersentuhan, lalu muncul sosok perempuan ceria dengan celemek bergambar telur ceplok. Fayola membawa nampan berisi roti panggang, telur orak-arik, dan jus jeruk segar. Wajahnya sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah.
Niken sudah berdiri di ujung tempat tidur, wajahnya merah padam. “Kamu ngapain upload foto itu pakai akun aku? Dan... ngambil fotonya juga diam-diam waktu aku tidur, ya?”
Fayola hanya nyengir. “Well, kabar bahagia tidak boleh disembunyikan, ya kan? Itu cincin sudah melingkar manis di jari kamu, dan tidak ada satu orang pun yang tahu. Dunia perlu tahu kamu sudah dilamar bujang tajir yang super tampan itu.”
“Ya, tapi bukan dengan cara nyolong ponsel dan nge-post sembarangan, Fay!”
“Ah, netizen juga senang, buktinya yang komentar negatif cuma satu-dua. Sisanya pada bahagia lihat kamu akhirnya ‘taken’.”
Niken hanya bisa mendelik, tapi amarahnya tak bisa benar-benar meledak. Fayola memang seperti itu—selalu spontan dan blak-blakan. Tapi dalam diam, Niken tahu sahabat sekaligus asistennya itu hanya ingin melihatnya bahagia dan bangga.
Setelah sarapan dalam keheningan yang agak tegang, Niken masuk ke kamar mandi untuk bersiap. Ia menatap pantulan dirinya di cermin—cincin itu memang indah, dan lamaran semalam memang terjadi. Tapi semua itu terasa terlalu cepat untuk diumumkan.
Namun, nasi sudah menjadi bubur. Dunia sudah tahu.
Beberapa saat kemudian, mereka berdua sudah berada di dalam mobil, menuju pabrik garmen milik Niken. Jalanan pagi cukup ramai, tapi Fayola tetap sibuk bersenandung sambil mengecek komentar-komentar baru yang masuk.
“Lihat ini, Ken. Ada akun fashion terkenal repost foto kamu. Caption-nya bilang kamu calon pengantin paling elegan tahun ini!” katanya sambil menunjukkan layar ponselnya.
Niken mendesah, lalu akhirnya tersenyum tipis. Mungkin, memang sudah waktunya semua tahu. Dan mungkin... memang tak ada gunanya terlalu bersembunyi.
***
Di tempat lain.
Suasana stand minuman Damar siang itu cukup lengang. Hanya ada satu-dua pelanggan yang datang lalu pergi, menyisakan waktu kosong yang biasanya diisi Damar dengan mengecek stok bahan, membersihkan meja, atau... diam-diam membuka media sosial.
Hari ini, tangannya bergerak ke arah yang terakhir.
Ia membuka akun Instagram dengan malas, dan entah kenapa, postingan paling atas adalah milik Niken.
Matanya langsung terpaku pada foto itu. Sebuah cincin berkilau melingkar di jari manis Niken. Sudut pengambilan gambarnya lembut dan romantis. Caption yang menusuk.
Damar menelan ludah. Rahangnya mengeras, otot-otot di pelipisnya menegang. Dia tahu, cepat atau lambat ini akan terjadi. Tapi tetap saja, kenyataan itu menghantamnya lebih keras dari yang ia perkirakan.
Dilamar? Apakah oleh pengacara muda yang sering terlihat bersama Niken belakangan ini?
Pikirannya berputar cepat, menampilkan potongan-potongan kenangan yang seharusnya sudah dikubur. Tawa Niken saat mereka berdua piknik di tepi danau. Cara Niken memanggil namanya pelan saat minta dibelikan es krim tengah malam. Bahkan cara Niken tertidur di bahunya di sofa saat kelelahan sepulang kerja.
Dia pikir, dengan menikahi Tania dan membangun keluarga baru, hatinya akan perlahan mengubur semua itu. Tapi ternyata... tidak semudah itu.
“Apa yang kau lihat Mas?” suara Tania mengejutkannya dari belakang. Perutnya yang membuncit mulai terlihat jelas, dan wajahnya tampak lelah tapi masih dipulas make-up tipis.
Damar menoleh sekilas, lalu menyerahkan ponselnya. “Postingan Niken. Dia baru saja dilamar pengacaranya, sepertinya. Dia post foto beberapa jam lalu.”
Tania mengambil ponsel itu dan menatap layar dengan ekspresi datar. Lalu, senyum miringnya muncul. “Baguslah. Terlalu lama menjanda itu tidak sehat. Takutnya dia gatal, lalu mulai menggoda mu untuk kembali lagi.”
Kalimat itu menyulut bara di dada Damar.
Tatapannya tajam, wajahnya menegang. “Jangan bicara seperti itu tentang Niken. Dia bukan perempuan seperti itu, Tan.”
Tania menaikkan alis, tersinggung. “Oh, jadi sekarang kamu bela dia? Depan aku, istri kamu yang sedang hamil?”
“Aku cuma tidak suka kamu bicara kasar soal orang yang tidak salah apa-apa. Apa salahnya dia menerima lamaran orang lain? Itu hidupnya!”
“Ya, tapi kamu masih peduli. Jelas dari cara kamu lihat fotonya,” Tania mendengus, matanya mulai berkaca-kaca. “Kenapa sih kamu tidak bisa berhenti bawa-bawa dia? Aku ini istrimu sekarang!”
Damar mengusap wajahnya frustasi. “Aku cuma kaget, itu saja. Bisa tidak kau jangan bawa-bawa emosi dan mulai drama?”
Tapi semuanya sudah terlambat. Tania sudah membuang tatapan ke arah lain, mengusap air mata yang mulai jatuh di pipinya.
“Seperti biasa,” gumamnya pelan. “Setiap kali ada masalah, kau selalu jadikan aku musuh. Padahal aku cuma... ingin jadi satu-satunya untukmu.”
Dengan langkah cepat, Tania pergi meninggalkan stand itu. Damar hanya bisa menatap punggungnya menjauh, napasnya berat, pikirannya tetap tertambat pada satu nama.
Niken.
Dan hatinya... masih belum benar-benar pulih.
Bersambung....