Bismillah karya baru,
Sudah tiga tahun Elyana menikah dengan Excel Damara, seorang Perwira menengah Angkatan Darat berpangkat Kapten, karena perjodohan.
Pernikahan itu dikaruniai seorang putri cantik yang kini berusia 2,5 tahun. Elyana merasa bahagia dengan pernikahan itu, meskipun sikap Kapten Excel begitu dingin. Namun, rasa cinta mengalahkan segalanya, sehingga Elyana tidak sadar bahwa yang dicintai Kapten Excel bukanlah dirinya.
Apakah Elyana akan bertahan dengan pernikahan ini atas nama cinta, sementara Excel mencintai perempuan lain?
Yuk kepoin kisahnya di sini, dalam judul "Ya, Aku Akan Pergi Mas Kapten"
WA 089520229628
FB Nasir Tupar
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 Kebodohan Elyana
"Dugaan apa, Yer?" ulang Elyana penasaran.
"Tenang dulu. Aku juga belum yakin sih. Hanya ...."
"Hanya apa? Tolong ceritakan saja, lagipula Mas Excel sudah mengatakan yang sesungguhnya bahwa dia tidak mencintai aku," potong Elyana.
"Hanya dugaanku saja, El. Sebulan yang lalu, aku pernah melihat suami kamu bersama seorang perempuan. Mereka sedang makan di sebuah rumah makan," ujar Yeri.
"Di mana itu, Yer?" Elyana semakin penasaran saja dengan cerita Yeri.
"Di Sumur Baru. Aku ke sana saat jenguk mama mertua aku yang sakit," terang Yeri.
Sumur Baru memang tempat di mana Excel bertugas, jaraknya lumayan jauh, bisa satu jam dari tempat tinggal Elyana saat ini. Itupun kalau tidak macet. Bahkan Elyana, sama sekali belum tahu di kesatuan mana suaminya bertugas. Sebab selama ini, Excel selalu saja mengatakan tidak usah banyak bertanya dengan urusannya.
Entah Elyana yang memang polos atau merasa takut karen Excel sering kali berkata seperti itu, sehingga sampai usia pernikahan tiga tahun, Elyana benar-benar tidak tahu di mana suaminya bertugas.
"Oh, ya? Apakah mungkin perempuan itu adalah orang yang Mas Excel maksud? Bahwa perempuan itu adalah kekasihnya?"
"Aku nggak tahu, El. Aku hanya pernah melihat satu kali saja saat itu. Mereka terlihat begitu dekat dan tersenyum, seperti orang yang sedang bahagia," ungkap Yeri lagi.
Elyana tertegun, wajahnya kembali sedih. Bagaimanapun penemuan ini membuat Elyana sangat terpukul dan hancur.
"Kenapa kamu tidak kasih tahu dari dulu. Kenapa baru sekarang?" Elyana menatap Yeri heran.
"Seperti yang aku katakan tadi El, aku baru menduga. Aku bukan tidak mau cerita. Tapi, aku lebih menjaga perasaan kamu. Aku tidak mau karena informasi dariku yang hanya sekali itu, membuat jiwamu tidak tenang dan goncang. Padahal aku belum tahu kalau perempuan itu siapa, bisa saja saudara atau hanya teman biasa," urai Yeri lagi.
"Bisa saja perempuan itu adalah kekasihnya yang dia bilang itu. Mas Excel benar-benar sudah membuat hatiku hancur, Yer. Sekarang aku bingung, aku harus melakukan apa?" Elyana tertunduk, air matanya kembali luruh seakan tidak bisa dibendung.
"Kamu adukan saja ke kantornya, El. Laporkan saja apa yang diakuinya semalam padamu." Yeri memberi usul.
Elyana mendongak, lalu mengusap air mata di wajahnya. Elyana terkejut.
"Kantor? Kantor tempat Mas EXcel berdinas?" Elyana balik bertanya.
"Iya. Apa lagi?"
"Tapi, aku tidak tahu di mana kantornya Mas Excel berdinas, selama tiga tahun menikah, aku sama sekali belum pernah tahu atau diberi tahu di mana dia berdinas. Sekali aku pernah bertanya, Mas Excel menyergah dan melarang untuk tidak pernah bertanya apapun tentang pekerjaan atau urusannya," tandas Elyana.
"Yang aku tahu, hanya tempatnya di Sumur Baru. Tapi di mana kesatuannya, aku tidak tahu," tambah Elyana.
"Sebentar, sepertinya ini janggal. Apakah kamu dulu setelah menikah, suamimu pernah membawamu ke kantornya untuk mengurus pengajuan nikah? Atau kalian pernah pedang pora?" telisik Yeri.
Elyana menggeleng, dia memang belum sama sekali diajak ke kantor Excel dalam urusan apapun.
"Serius? Kamu sebenarnya nikah kantor nggak sih? Kalau nikah kantor, pastinya kamu pernah ke kantornya, menghadap atasannya untuk mengajukan pernikahan."
"Tidak pernah, Yer. Sungguh, aku tidak pernah sekalipun menginjakkan kaki di kantornya." Elyana menjawab dengan yakin.
"Lalu, apakah kalian menikah kantor atau tidak? Kalian melakukan pedang pora di kantornya, tidak?" telisik Yeri lagi, penasaran.
"Pedang pora? Aku tidak paham pedang pora. Tapi, kalau masalah nikah kantor, Mas Excel pernah bilang dan mengakunya sudah, dia bilang sudah diurus," ujar Elyana.
"Nah ini dia. Kalau benar kalian nikah kantor, harusnya kalian sama-sama pergi ke kantor untuk ditanya ini itu oleh atasan di kantor suamimu, sebelum pernikahan itu disetujui. Setahu aku begitu, itupun aku tahu dari Aryani teman aku," jelas Yeri membuat Elyana kembali tertunduk.
Elyana benar-benar merasa bodoh dengan cerita yang baru saja Yeri jelaskan. Dan sepertinya Elyana memang sedang dibodohi Excel.
"Ya ampun, kamu ini gimana sih, El? Sepertinya kamu sudah dibodohi suami kamu. Jangan-jangan, kalian itu tidak nikah kantor. Dan suami kamu tidak melaporkan pernikahan kalian ke kantor. Dan siapa di sini yang dirugikan? Jelas kalian, kamu dan Nada anakmu," tutur Yeri lagi.
"Kami dirugikan, rugi seperti apa?" tanya Elyana benar-benar tidak paham.
"Kamu ini benar-benar polos atau memang benar tidak tahu, El? Kalau kalian tidak nikah kantor atau pernikahan kalian tidak dilaporkan ke kantor, itu artinya kamu dan anakmu tidak punya tunjangan apapun, itu maksud aku?" tandas Yeri berubah gemas.
"Apakah benar seperti itu, Yer?" Elyana meyakinkan.
"Itu benar, El. Kalian tidak akan dapat tunjangan apa-apa kalau pernikahan kalian tidak dimasukkan ke kantor."
Penjelasan Yeri, benar-benar menohok ulu hati Elyana. Dia seakan baru disadarkan dari tidur yang panjang yang membuatnya terlena. Air mata kembali terurai.
Sebegitu niatnya Excel menjadikan pernikahan mereka hanya sebuah persinggahan sementara. Sedangkan pelabuhan tetapnya sepertinya sudah direncanakan sejak dulu, hanya tinggal menunggu waktu. Ketika persinggahan sementaranya usai, maka dia akan berlabuh di tambatan pertama. Seperti itulah yang bisa Elyana simpulkan dari pengakuan yang Excel ucapkan sendiri malam itu.
"Nyata sekarang, Mas Excel memang tidak menginginkan kami, aku dan Nada," batin Elyana sembari terisak. Dia tidak menduga Excel sekejam itu.
"El, kamu sabar, ya. Kamu harus tetap kuat demi Nada." Yeri berusaha menghibur Elyana seraya mengusap-usap bahunya.
"Aku tidak menduga, bahwa Mas Excel setega itu. Aku pikir benar, sikap datarnya hanyalah bawaan, seperti yang pernah kamu bilang. Datar bukan berarti tidak cinta, buktinya Nada bisa lahir ke dunia. Tapi, nyatanya apa? Mas Excel hanya sekedar melampiaskan kebutuhan batinnya saja padaku, bukan karena alasan cinta," urai Elyana masih diiringi tangis.
"Sabar, aku pikir seperti itu. Aku minta maaf, karena dugaan aku salah."
"Aku harus apa sekarang, Yer? Aku ingin pergi, tapi Nada bagaimana?" Dia terlalu dekat dengan papanya." Elyana bingung.
"Lakukan saja seperti kata hatimu, El. Aku tidak mau memberikan saran, yang pada akhirnya justru membuatmu tambah susah. Lakukan sesuai instingmu," tekan Yeri lagi.
"Hiks, hiks, hiks." Elyana masih menangis.
"Kamu punya tabungan, kan, El? Kamu ingat kenapa aku selalu mengingatkan kamu supaya teruskan ngonten di Nosebook? Itu karena aku ingin kamu punya duit sendiri, supaya disaat seperti ini, kamu tidak kesulitan," ujar Yeri lagi.
"Aku tidak ingin nasib kita seperti Yeni. Dia dikhianati suaminya. Dia tidak punya apa-apa dan belangsak saat berpisah dari suaminya. Yeni hanya dapat uang mut'ah atau iddah kalau tidak salah," cerita Yeri lagi mengungkit nasib Yeni salah satu temannya. Sementara Elyana, masih menangis dan menyesali kebodohannya karena diperalat Excel.