Galang Aditya Pratama—seorang pengacara ternama yang dikhianati oleh sang istri hingga bertahun-tahun lamanya. Kemudian, Cinta Amara hadir di kehidupannya sebagai sekretaris baru. Amara memiliki seorang putri, tetapi ternyata putri Amara yang bernama Kasih tak lain dan tak bukan adalah seseorang yang selama ini dicari Galang.
Lantas, siapakah sebenarnya Kasih bagi Galang?
Dan, apakah Amara akan mengetahui perasaan Galang yang sebenarnya?
###
"Beri saya kesempatan. Temani saya Amara. Jadilah obat untuk menyembuhkan luka di hati saya yang belum sepenuhnya kering. Kamulah alasan saya untuk berani mencintai seorang wanita lagi. Apakah itu belum cukup?" Galang~
"Bapak masih suami orang. Mana mungkin saya menjalin hubungan dengan milik wanita lain." Amara~
***
silakan follow me...
IG @aisyahdwinavyana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Na_Vya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26~
~APA BENAR ANDA SELINGKUHANNYA?
###
Sesuai rencana, hari ini mami Sarah akan mengajak Kasih menemui ibu kandungnya di Rumah Sakit. Namun, tanpa Galang ikut bersama mereka lantaran harus pulang ke rumah Amara terlebih dahulu untuk mengambil sesuatu. Keduanya akan menyusul setelahnya dari sana.
Amara ingin menunjukkan sesuatu yang dia dapatkan ketika Maya memberikan Kasih padanya, dia berharap jika Maya akan mengingat putri yang sudah dia buang bila melihat barang tersebut. Amara selalu menyimpan benda itu tanpa sepengetahuan Kasih sebab tidak mau membuat sang putri bertanya-tanya perihal dari mana dia berasal.
Setibanya di rumah, Amara segera masuk dan bertemu bi Mina yang baru saja selesai mencuci.
"Mbak, pulang sendiri? Kasihnya mana? Kok, enggak ikut?" tanya beliau sambil celingukan ke sekitar rumah yang masih nampak sepi. Tak ada tanda-tanda jika Kasih ikut pulang bersama Amara. Akan tetapi, pandangannya mengarah pads sosok yang berdiri di depan pintu. "Pak Galang?" Bi Mina memandang Amara dengan penuh tanya.
Memandang Galang dan bi Mina bergantian, lantas Amara menyahut, "Kasih enggak ikut, Bi. Nanti kalo udah ada waktu yang pas saya akan cerita ke Bibi. Sekarang saya lagi buru-buru. Bibi tolong buatin minuman untuk Pak Galang," pinta Amara kemudian.
Bi Mina memilih mengangguk patuh dan urung bertanya lebih. "Baik, Mbak." Beliau lantas kembali ke dapur setelah mempersilakan Galang duduk, sedangkan Amara segara menuju ke kamar.
Pusat perhatian Amara setibanya di kamar langsung tertuju pada lemari kayu usang yang berada di sudut ruangan yang luasnya tak seberapa itu. Dia kemudian membuka pintu lemari itu dan menarik laci kecil yang ada di dalamnya. Amara menghela sejenak sebelum meraih benda berbentuk lingkaran tersebut dan mengambilnya.
"Semoga Bu Maya ingat dengan benda ini. Dan dia juga ingat dengan Kasih," gumam Amara sambil melihat benda bulat berlapis emas tersebut dengan mata berkaca-kaca. Benda yang biasa disebut gelang itu adalah milik Kasih sewaktu masih bayi. Di dalam gelang itu terdapat ukiran nama Kasih.
Sejak tujuh tahun silam Amara selalu menyimpannya dengan harapan suatu saat Kasih dapat bertemu kembali dengan keluarganya. Amara tak pernah berhenti berdoa untuk itu dan kini doanya terkabul. Meski sudut hatinya merasa tidak rela jika dia harus mengembalikan Kasih kepada keluarga kandungnya.
"Setelah ini kamu akan mendapatkan kebahagiaan, Kasih. Kamu akan bertemu dengan ibu kandungmu dan keluargamu. Ibu bahagia karena Kasih bisa berkumpul kembali dengan orang-orang yang menyayangi Kasih." Amara berujar sambil menatap foto Kasih ketika berumur enam bulan.
Dia kembali mengingat waktu pertama kali Kasih memanggilnya dengan sebutan IBU. Dan, itu tak akan pernah Amara lupakan seumur hidupnya. Momen kebersamaannya dengan Kasih kala bocah itu untuk pertama kali bisa tengkurap dan merangkak akan menjadi kenangan terindah dalam hidup Amara. Tangisan Kasih ketika tengah malam terbangun, rengekannya saat meminta susu. Semua itu masih tercetak jelas di ingatannya. Tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar. Dia merawat Kasih dengan sepenuh hati dan segenap jiwa raga. Amara berjuang menghidupi Kasih, memberikan yang terbaik untuk putri yang bukan darah dagingnya.
Dan, Amara merasa bahagia sekaligus bersedih. Kini Kasih bukan lagi miliknya seutuhnya. Malaikat kecilnya itu kini telah bersama keluarganya. Kendati Amara tahu jika keluarga Pratama memintanya untuk terus mendampingi Kasih hingga sembuh dan tumbuh dewasa. Namun, Amara sadar diri jika itu semua tidak akan berlangsung lama. Dia yang bukan siapa-siapa harus pergi secepatnya dari kehidupan Kasih. Amara ingin Kasih belajar melupakan dirinya agar dia bisa tenang saat harus benar-benar melepaskan putrinya itu.
Ah, putri... Bahkan hingga detik ini Amara masih menganggap Kasih sebagai putri kecilnya.
*
*
"Apa ini, Ra?" tanya Galang yang belum mengerti kenapa Amara memberikan gelang itu kepadanya.
"Ini gelangnya Kasih waktu dia masih bayi, Pak. Di dalam situ ada ukiran nama Kasih. Sepertinya sengaja dibuat ibunya," jawab Amara dengan nada terdengar sedih dan itu menarik perhatian lelaki yang saat ini berdiri di hadapannya.
Alis Galang menaut ketika dia baru menyadari sesuatu. Perempuan di depannya ini seperti habis menangis. Terlihat jelas dari kelopak matanya yang sedikit basah dan sembab.
"Kamu nangis?" Galang malah tertarik membahas tentang Amara yang seperti habis menangis. Dia melupakan gelang emas yang masih ada di tangannya.
Jelas Amara terhenyak dan melebarkan matanya.
"A-apa?" tanyanya dengan bingung.
"Kamu habis menangis?" Galang mengulang pertanyaannya. Kali ini tanpa izin dia mengusap jejak air mata yang masih tertinggal di pipi mulus Amara.
Baginya Amara terlihat cantik meski tanpa make up sekali pun. Wajahnya yang tirus sangat terlihat polos dengan mata yang bulat dan bibir yang kecil namun nampak penuh. Alisnya tebal dan terukir sangat rapi meski tanpa sentuhan pensil alis. Bulu matanya juga lentik alami tanpa dibantu alat pelentik bulu mata. Bentuk hidungnya juga pas tidak berlebihan. Kenapa Tuhan bisa menciptakan seorang perempuan dengan sebegitu indahnya? Cantik alami dan menyejukkan mata bagi siapa saja yang memandang.
Amara sedikit tersentak dengan sentuhan Galang yang tiba-tiba. Dia refleks beringsut mundur.
"Sa-saya tadi cuma kelilipan debu, Pak." Mengusap pipinya dengan gerakan cepat tanpa berani menatap Galang. Dia hanya ingin menjaga jarak dengan atasannya ini.
Galang berdeham sekilas guna menghalau tenggorokannya yang tiba-tiba tercekat. Pergerakan Amara yang menghindarinya membuatnya merasa tidak enak dan malu. Entah kenapa, dia begitu peduli dengan sekretarisnya ini hingga tangannya terasa gatal ingin mengusap pipi itu.
Mengangguk kaku disertai mengusap tengkuknya pelan, Galang lantas berujar,
"Maaf. Tadi saya refleks. Kalo gitu kita segera ke rumah sakit saja. Mami dan Kasih pasti sudah menunggu kita. Ayo." Galang mengambil pergerakan cepat dan tak ingin Amara larut dalam tingkah tak tahu malunya itu. Dia berjalan keluar terlebih dahulu.
Amara menatap punggung Galang yang semakin menjauh dan mendekat ke pintu. Tatapannya begitu nanar dengan hati meronta tidak jelas. Tanpa sadar, dia mengusap pipinya sendiri lalu mulai berjalan menyusul Galang.
Setibanya di mobil, Amara dibuat terkejut dengan kehadiran belasan wartawan di rumahnya. Para wartawan tersebut berlarian menghampiri dan langsung memberondong pertanyaan padanya.
"Apakah wanita ini selingkuhan Anda, Pak Galang?"
"Apakah gara-gara dia rumah tangga Anda jadi berantakan?"
"Apakah dia wanita simpanan Anda, Pak Galang?"
"Gara-gara Anda yang berselingkuh, Nona Vanila Pearce jadi ikut-ikutan selingkuh?"
"Nona, sejak kapan Anda mempunyai hubungan dengan suami Nona Vanila? Bisa Anda katakan sejauh apa hubungan kalian selama ini?"
Amara syok bukan main dengan cecaran berbagai pertanyaan yang menyudutkan dirinya. Para wartawan mengerumuninya dan mengajukan banyak sekali pertanyaan yang tidak masuk akal. Dia didesak dan dituduh atas perbuatan yang tidak dia lakukan sama sekali. Para wartawan itu tidak berpikir sedikit pun dengan semua pertanyaan yang mungkin saja bisa menimbulkan fitnah.
"Minggir! Minggir! Stop! Jangan ada yang mendesak atau pun bertanya demikian! Kalian tidak ada hak untuk bertanya seperti itu padanya. Kalian sudah menuduhnya tanpa bukti! Mengerti!" Galang merasa geram dan marah kepada semua wartawan yang mengerumuni Amara dan mengajukan pertanyaan yang tak masuk akal.
Salah satu wartawan wanita kemudian bertanya lagi.
"Kenapa Anda merasa marah, Pak? Jika memang kalian tidak memiliki hubungan, kenapa di laman media ada banyak sekali berita tentang Anda dan perempuan ini? Banyak sekali yang mengatakan jika istri Anda berselingkuh untuk membalas dendam karena Anda yang lebih dulu berselingkuh dengan sekretaris Anda. Apakah itu benar? Coba jelaskan kepada kami."
Galang melebarkan mata tak percaya. "Untuk apa saya menjelaskan sesuatu yang semuanya tidak benar adanya. Itu semua fitnah. Saya dan sekretaris saya tidak mempunyai hubungan apa pun. Kami cuma sebatas rekan kerja tidak lebih. Dan, mengenai perselingkuhan Vanila adalah fakta yang sebenarnya. Dia yang berselingkuh kenapa kalian jadi menyudutkan saya dan menjelekkan nama perempuan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan semua ini." Galang menjeda ucapannya, memindai satu persatu wartawan yang dengan santainya mengambil gambar dirinya dan Amara.
"Saya akan menuntut siapa saja yang berani menyebarkan berita bohong semacam ini. Kalian ingat ini! Saya tidak main-main dengan ancaman saya," imbuhnya lagi lalu menatap Amara yang hanya menundukkan kepala sejak tadi. "Ayo Amara kita harus cepat masuk ke mobil. Jangan dengarkan mereka. Ayo." Galang menggenggam tangan Amara lantas membawa perempuan itu masuk ke mobil.
Sebelum masuk dia memandang satu persatu wartawan yang hanya diam melihatnya menggandeng Amara. Kemudian, dia pun ikut masuk dan menyalakan mesin mobil. Tak lama Galang membawa mobilnya melesat dari halaman rumah Amara yang masih terdapat para wartawan di sana.
###
tbc...
Atau penulis nya udah keabisan ide utk kelanjutannya?
sayang klo ga sampe abis n ending yg entah itu happy or sed ending.
setidaknya di selesaikan dulu sampe finish. jangan ngegantung.