Nico Melviano, dia merasa dirinya pria bodoh membuang waktu bertahun-tahun menunggu cinta berbalas. Tapi ternyata salah, wanita itu tidak pantas untuk ditunggu.
Cut Sucita Yasmin, gadis Aceh berdarah Arab. Hanya bisa menangis pilu saat calon suaminya membatalkan pernikahan yang akan digelar 2 minggu lagi hanya karena dirinya cacat, karena insiden tertabrak saat di Medan. Sucita memilih meninggalkan Banda Aceh karena selalu terbayang kenangan manis bersama kekasih yang berakhir patah hati.
Takdir mempertemukan Nico dengan Suci dan mengikat keduanya dalam sebuah akad nikah. Untuk sementara, pernikahannya terpaksa disembunyikan karena cinta keduanya terhalang oleh obsesi seorang perempuan yang menginginkan Nico.
Bagaimana perjalanan rumah tangga keduanya yang juga mengalami berbagai ujian? Cus lanjut baca.
Cover by Pinterest
Edit by Me
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cara Halus
Hari baru dimulai. Nico bangun lebih awal untuk sholat Subuh, dilanjutkan lari pagi yang sudah menjadi rutinitasnya sebelum berangkat kerja. Terkadang jika cuaca atau mood tak baik, ia cukup melakukan lari di treadmil. Tak heran tubuhnya tampak ramping kekar dan proposional.
"Yah, Bun, aku berangkat dulu..."Nico menyelesaikan sarapannya dengan cepat. Ia menggeser kursinya ke belakang untuk berdiri dan menghampiri kedua orangtuanya yang duduk di sebrang meja. Ia mencium tangan keduanya dan melesat cepat setelah berucap salam.
Ayah menatap dengan penuh keterkejutan kepada istrinya yang tengah senyum sumringah. "Bun, anak Ayah sudah berubah?!" Entah pertanyaan atau pernyataan yang diucapkan Ayah itu. Yang jelas wajah Ayah menampakan rasa bangga.
Bunda mendelik menatap Ayah. "Hm giliran Nico baik dibilangnya anak Ayah. Kemarin-kemarin bilangnya anak Bunda tuh..." ucap Bunda sambil mencebik.
Ayah tersenyum tipis melihat sang istri yang pura-pura sebal itu. Ia meraih kedua tangan sang istri dan mengecupnya dengan mesra. "Terima kasih sayang, sudah sabar mendidik anak-anak sampai mereka dewasa." Bunda menjadi terharu menerima perlakuan manis suaminya itu.
"Yah, anak kita lagi jatuh cinta sama sekretaris barunya itu. Bunda sudah melihat gadis itu dan Bunda juga menyukainya. Ayah bantu dukung ya..."
"Ayah akan dukung! Biar Nico segera menikah dan mengganti posiai Ayah di kantor. Ayah ingin segera pensiun dan menikmati masa tua kita dengan bermain sama cucu-cucu..." Kecupan mesra di kening sang istri dilakukan Ayah setiap berangkat kerja. Dan itu salah satu kebiasaan kecil yang menjadi kunci keharmonisan rumah tangganya.
****
"Kopinya mau disimpan dimana Pak Nico?" Suci berdiri dengan memegang nampan. Meja kerja Nico penuh dengan berkas dan kertas yang berserakan.
"Pak Nico..." Suci kembali memanggil karena Nico masih tak merespon, hanya asyik dengan berkas yang diperiksanya.
"Mas Nico...."
Nico langsung mengangkat wajahnya. "Nah itu baru betul..." ujarnya. "Simpan disana aja..." Nico menunjuk dengan dagunya ke arah meja sofa. Ia memulai pagi dengan setumpuk pekerjaan yang tersaji di mejanya.
Suci hanya tersenyum. Ia menyimpan gelas kopi dan permisi keluar.
Tak terasa waktu merambat naik sampai tiba saatnya istirahat. Suci masuk ke ruangan bossnya karena Nico belum juga keluar. Padahal sebelumnya ia berpesan untuk makan siang bersama.
"Mas Nico, sudah waktunya istirahat." Suci duduk di ujung sofa dimana Nico duduk fokus menghadapi laptonya.
"Ah iya, sudah jam istirahat ya." Nico baru menyadari setelah melihat jam yang melingkar di tangannya. Buru-buru ia save data sebelum mematikan laptopnya.
Orang-orang di mushola mendadak saling tatap dan saling siku melihat kedatangan Nico. Mereka melirik kedatangan anak direktur itu dengan berbagai rasa berkecamuk, terkejut, heran, juga ada yang senang. Mungkin dapat hidayah, pikirnya.
Candra yang selalu awal waktu di mushola mempersilahkan Nico maju untuk menjadi imam. Tapi Nico balik menyuruh Candra untuk maju. Dan sholat Duhur berjamaah pun dimulai dengan Candra sebagai imamnya.
Ruang makan khusus itu tersekat dinding tembok dengan jajaran jendela bening berkusen aluminium. Untuk masuk kesana pasti melewati makan terbuka untuk karyawan umum.
"Suci, aku boleh tanya soal abangmu gak?" sambil menunggu para pria yang sedang sholat, Salma memulai obrolan dengan Suci. Makanan sesuai request sudah tersaji di atas meja.
"Boleh dong. Mau tanya apa?" Suci menopang dagu dengan tangan kirinya, menatap Salma yang duduk di sisinya.
"Pak Candra itu hmm...apa sudah punya pacar?" tanya Salma sedikit malu.
Suci mengulum senyum melihat Salma yang bertanya dengan malu-malu. "Setahu aku sih belum punya karena Abang gak pernah curhat ataupun membawa perempuan ke rumah.
"Ooh,-----" Salma mengangguk pelan, dalam hati terbit harapan untuk bisa lebih dekat dengan bossnya itu.
"Kamu suka sama Abang?" Suci langsung menodong dengan pertanyaan yang telak membuat Salma tersedak karena sedang menyedot es jeruknya.
"Aku...aku mengaguminya, tidak berani berharap lebih," jawab Salma dengn terbata. Ia masih malu untuk bicara jujur tentang perasaannya yang selalu berdebar kencang setiap dekat dengan Candra.
Obrolan mereka terhenti dengan kedatangan dua orang pria tampan dengan wajah yang sejuk bekas air wudhu. Sungguh betah saat menatapnya, seperti halnya Suci yang terpana melihat Nico duduk berhadapan denganya. Seperti ada magnet yang menyedot manik matanya untuk terpusat memandang wajah Nico yang menurutnya berbeda, lebih tampan.
Padahal aku biasa tiap hari melihatnya, kenapa kali ini auranya jadi berbeda, Suci membatin.
"Mari kita makan,----" suara bas Nico menyadarkan Suci dari keterpanaannya. Mereka berempat makan sambil berbincang santai. Yang berbincang hanya kedua pria itu membicarakan pekerjaan, sementara para wanita makan dalam diam dengan pikiran dan rasa yang teraduk dan berkecamuk.
*****
"Suci, ke ruanganku dulu ya, ada yang mau aku bicarakan." Suci yang akan belok ke mejanya menjadi berhenti. Ia mengangguk mengikuti Nico dibelakangnya.
Nico menyusun beberapa lembar kertas, memberi tanda disetiap lembarannya sebelum dimasukan ke dalam map. Kegiatannya itu tak lepas dari pandangan Suci yang terus menatap Nico yang sedang menunduk menekuri pekerjaannya.
"Belum puas memandangnya?" Tiba-tiba Nico sudah mencondongkan wajahnya ke depan lebih dekat ke wajah Suci. Suci pun menjadi gelagapan, ia.mengakkan punggungnya, duduk tegak. Pipinya tersipu malu karena seperti maling yang tertangkap basah mencuri pandang.
"Ma-maaf aku dari tadi menunggu Mas Nico, katanya ada yang mau dibicarakan tapi belum juga...jadi ya aku pandangin aja orangnya." Suci nyengir kuda masih dengan wajah yang memerah karena malu. Ada yang aneh dirasakan Suci, dadanya menjadi berdegup kencang.
Nico malah terkekeh-kekeh, dalam hatinya sangat senang dan gemas melihat gestur salah tingkah seperti itu. "Aku mau kok ditatap terus sama kamu,----" Nico tersenyum lembut yang membuat Suci kembali salah tingkah mendapat tatapan dan senyum lembut bossnya itu.
"Ehm" Nico mulai serius untuk bicara. "Suci, besok aku mau cuti gak tahu dua atau tiga hari. Selama aku gak masuk, ini ada tugas yang harus kamu handle," Nico memberikan map dan flashdisk ke depan Suci.
Suci termenung sejenak, ingin bertanya mau kemana perginya Nico tapi rasanya tak etis. Karena ini jelas perginya bukan untuk mengurus pekerjaan, mungkin urusan pribadi.
Akhirnya Suci mengangguk lemah, ada rasa berat hinggap di hatinya. Aku tak akan melihat Mas Nico mulai besok, keluhnya dalam hati.
Cocok sih...pengusaha emas dan pengusaha hotel 😍